JURNALPOSMEDIA – Kiranda (58) dan Linda (50) merupakan sepasang suami istri yang merajut hidup dengan berjualan tisu di samping Stasiun Kiaracondong. Asap dan suara ricuh dari kendaraan menjadi hal yang kerap mereka dengar di setiap harinya. Pendapatannya Rp200 ribu per hari dengan penjualan 30 buah tisu, bukan menjadi alasan mereka untuk berhenti berusaha.
Kiranda merupakan seorang kepala keluarga dan memiliki satu anak, sayangnya sang anak telah meninggal di umur 27 tahun karena penyakit lambung dan kini ia hanya ditemani sang istri untuk mencari nafkah.
Tak cukup sampai di situ, Kiranda juga mengalami diabetes hingga harus kehilangan kaki kirinya dan bahkan saat ini, ia berhadapan dengan penyakit komplikasi jantung dan permasalahan ginjal. Tetapi segala hal berat itu tidak menjadikannya alasan untuk lepas tanggung jawab.
Linda bercerita, saat suaminya sehat dahulu, ia bekerja sebagai pembawa jeruk dari Jakarta ke Medan. Namun setelah terkena diabetes yang mengharuskannya diamputasi, mereka memilih untuk berjualan tisu di trotoar.
Pada tahun 2018 mereka berjualan tisu dengan cara mendorong gerobak, namun bagi Linda itu terlalu repot karena harus mendorong gerobak, membawa tisu, dan mendorong sang suami untuk ikut mencari nafkah.
Kiranda menjelaskan, ia sempat berjualan tisu di Alun-Alun Bandung dengan cara menyeret kaki, namun banyak hal pahit yang ia dapatkan di sana, ia sempat dibawa Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) ke tempat penampungan para pengemis, di Rancacili Kota Bandung.
“Dulu jualan di Alun-Alun, ngesot saya dulu saya sendiri, ibu di rumah, ditangkap Satpol PP terus dibawa ke Rancacili. Saya dibawa dua kali, padahal saya jualan nggak pernah ngemis, tetep dibawa sama Satpol PP,” jelasnya saat diwawancara pada hari Rabu (11/6/2025).
Tak banyak yang mereka lakukan jika sedang tak berjualan, namun Kiranda acap kali merasakan kambuh dari sakitnya, karenanya mereka terus berjualan tisu dari pukul 05.30 hingga 18.00. Linda mengaku, jika ia sedang tidak berjualan di hari itu karena ia sedang mengurus suaminya yang sedang sakit.
Dari seluruh hasil penjualan tisu ini, mereka tidak menggunakan seluruh hasil usahanya sesuka hati. Dengan pendapatan yang tak seberapa, Linda dan Kiranda mengumpulkan uang lebih untuk membayar kontrakan yang selama ini mereka tempati.
Linda menjelaskan, yang menjadi tantangan sepasang suami istri ini adalah ekonomi, mereka perlu terus berusaha mengumpulkan uang untuk membayar sewa kontrakan dan untuk makan sehari-hari.
“Ibu ‘kan tiap bulan mesti bayar rumah itu lah yang paling ibu pikirin, ya pengen pinjem ke siapa, jadi Ibu suka bilang tunggu dulu ada, gitu sedihnya. Di sini ‘kan cuman berdua,” jelasnya.
Tak banyak yang Linda dan Kiranda impikan, hanya ingin membuka usaha di rumah untuk membantu ekonomi keluarga. Jika melihat saat ini, untuk membayar tempat tinggal dan makan pun susah.
Linda berpesan untuk anak muda zaman sekarang untuk tidak patah semangat, melihat banyak sekali cara salah yang ditempuh, ia mengingatkan, tak apa jika harus berusaha kecil-kecilan daripada mengemis. Jalani apapun yang sudah terjadi karena rezeki sudah diatur.
“Ya, istilahnya jangan patah semangat aja, Neng. Kebanyakan sekarang itu ngemis ya, daripada ngemis ‘kan mending jualan, kecil-kecilan juga nggak apa-apa ya. Jangan patah semangat buat anak-anak, Jalani aja. Memang rezeki udah diatur ya, kayak Ibu aja gini ‘kan, rejeki udah ada yang ngatur. Siapa tau sekarang lagi sepi, besok usaha ‘kan ramai,” pesannya.
Dari kisah Kiranda dan Linda mengajarkan kepada kita banyak hal, tentang arti kehilangan dan perjuangan. Walaupun hidup begitu pahit, tetapi dengan modal usaha dan semangat yang konsisten, itu yang menjadi modal kita untuk bertahan hidup.