JURNALPOSMEDIA.COM– Kuliah Kerja Nyata (KKN) UIN Bandung 2022 yang kembali dilaksanakan secara luring menuai banyak pertanyaan dari sebagian mahasiswa, terutama terkait pendanaan.
Kepala Pusat Pengabdian Kepada Masyarakat (Kapus PKM), Aep Kusnawan mengungkapkan, soal pendanaan untuk KKN harus mengikuti peraturan yang ada.
“Tadinya kita ingin mengalokasikan (dana untuk peserta KKN), tapi dilihat dari regulasi, tidak dibenarkan mahasiswa itu menerima uang secara langsung. Pertanggungjawabannya itu sulit untuk dipertanggungjawabkan,” ujarnya kepada Jurnalposmedia, Kamis (14/8/2022).
Lebih lanjut, Aep mengatakan, meski sudah ada dana dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk kegiatan KKN, tetapi aturannya dana tersebut dialokasikan sebagai dana darurat dan penanganan Covid-19.
Aep menambahkan, akomodasi lainnya akan kembali dialihkan dalam bentuk kuota untuk setiap peserta KKN.
“Sebagai implementasi bentuk bantuan di masa transisi Covid-19 ini yang memungkinkan, secara regulasi, maupun pelaporan, dan pertanggungjawaban, seperti tahun sebelumnya, panitia tengah memproses dengan pihak provider (operator) bantuan kuota untuk kelancaran KKN para peserta,” tuturnya.
Alokasi Dana untuk DPL
Aep menyebutkan, pendanaan KKN juga mencakup pada kegiatan monitoring, termasuk biaya perjalanan untuk Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) KKN.
“Berarti biaya perjalanan, nanti DPL itu lima kali perjalanan ke lokasi. Pokoknya dia diberi tugas untuk hadir ke yang dibimbingnya. Pertama observasi, serah terima dengan desa, ketika pemrograman, ketika monev (monitoring dan evaluasi) pas akhir, kemudian nanti perpisahan,” jelasnya.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Bandung juga sudah membahas soal pendanaan untuk KKN. Aep mengungkapkan, pemberian dana secara langsung kepada peserta KKN dikhawatirkan akan berdampak pada pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Ketika pemeriksaan oleh BPK karena mahasiswa tidak boleh menerima dana secara langsung. Kedua kalaupun alasannya konsumsi, harus ada bukti pengeluarannya, sementara mahasiswa jumlahnya banyak. Ketika penerimaan bukti itu tidak lengkap, maka ini harus mengembalikan berapanya,” jelasnya.
Mahasiswa Hukum Tata Negara, Agung Alfajar ikut berpendapat terkait pendanaan KKN. Menurutnya, meski pendanaan tidak diberikan secara langsung, tetapi diharapkan ada bantuan lain yang dapat terasa manfaatnya oleh peserta KKN.
“Minimal ada subsidi transportasi, tempat tinggal sehingga mahasiswa tidak terlalu keberatan meng-handel KKN secara mandiri ini karena dana dari LP2M itu pasti ada,” pungkas Agung.