JURNALPOSMEDIA.COM–Jenderal Besar Soedirman, begitu kelak ia dipanggil termasuk da’i yang cukup terkenal di lingkungan masyarakat Cilacap dan Banyumas pada periode 1936-1942. Sudirman berhasil sebagai sosok seorang da’i yang cukup kondang, berkat bakat dan kemampuan berpidatonya. Sejak kecil Soedirman sudah rajin belajar agama. ia pun aktif di kegiatan Muhammadiyah. Sesuai dengan misi Muhammadiyah dakwah amar ma’ruf nahi munkar, maka Soedirman pun berusaha untuk berdakwah.
Pria yang lahir 24 Januari 1916 ini memiliki guru bernama R. Moh. Kholil. Soedirman banyak meminta bimbingan dan bertukar pikiran seputar dakwah kepada beliau. Dalam kegiatan dakwahnya, Soedirman lebih menekankan tentang ajaran tauhid, kesadaran beragama, dan kesadaran berbangsa.
Dalam berbagai kesempatan berdakwah, Soedirman banyak membicarakan keesaan Tuhan. Soedirman sangat memperhatikan kehidupan masyarakat. Ia menekankan pentingnya kehidupan beragama. Hidup berdasarkan agama akan senantiasa menjadi tenang, jika berpedoman ajaran Tuhan.
Berkenaan dengan situasi Indonesia yang saat itu dijajah kolonial, Soedirman banyak menyampaikan materi dakwah yang berkaitan dengan perjuangan dan kesadaran berbangsa. Materi yang disampaikan terutama diperuntukkan kepada jemaah generasi muda, HW (Hizboel Wathan), dan pemuda Muhammadiyah.
Soedirman menekankan, para pemuda harus berani berjuang untuk kemerdekaan bangsa. Para pemuda haruslah berani berjuang jihad fisabilillah. Beliau sering mengutip ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan jihad seperti Surat Al-Baqarah ayat 154. Pemuda harus terus berjuang untuk kemajuan dan berusaha menegakkan kebenaran.
Soedirman dikenal pandai bertablig. Bahasanya lugas, sederhana, dan mudah diterima oleh para jemaah di lingkungan masyarakat umum. Dalam ceramah di kalangan masyarakat yang heterogen dilakukan secara persuasif. Secara pelan-pelan dan telaten, Soedirman meyakinkan tentang materi yang diceramahkannya, termasuk ceramah di kalangan NU sekalipun beliau seorang aktifis Muhammadiyah. Beliau pun banyak bersilaturahmi dan berdialog dengan kiai yang berbasis NU, sehingga hubungan Soedirman dengan kiai-kiai NU sangat baik.
Pendekatan kultural juga tak luput dikembangkan Soedirman dalam rangka membantu masyarakat agar hidup Islami dan sederhana. Dengan simbol-simbol dan terminologi kultur Jawa, ia mencoba menyadarkan akan pentingnya hidup beragama, hidup sederhana, dan tidak berfoya-foya, apalagi cenderung bid’ah.
Sebagai da’i kondang di wilayah Banyumas, Soedirman biasa berceramah untuk memberi pengajian keliling ke berbagai daerah. Apalagi setelah ia menjabat sebagai pemimpin HW dan Pemuda Muhammadiyah. Ia berceramah dari desa ke desa sampai ke luar daerah Banyumas dan Cilacap.
Soedirman dalam kegiatan berdakwahnya berkeliling ke berbagai daerah. Tetapi Soedirman tetap memusatkan kegiatan dakwahnya di masjid Muhammadiyah Cilacap. Di masjid inilah, Soedirman banyak membina keimanan dan ketakwaan serta budi pekerti di kalangan masyarakat Cilacap. Beliau pantas disebut sebagai guru dan pendidik bagi masyarakat.
Kita sebagai generasi muda sangat patut mencontoh Jenderal Soedirman. Seperti apapun pekerjaannya, kita jangan lupa untuk menyampaikan atau menyebarkan syariat ajaran Islam. Dalam kegiatan berbangsa dan bernegara kita pun harus berpedoman pada ajaran Tuhan. Sekalipun pemahaman agama kita berbeda-beda, itu semua bukan dijadikan sebagai pemecah tetapi jadikan perbedaan tersebut sebagai keberagaman yang menyatukan kita semua.