Sun, 9 February 2025

Photosspeak Gelar Diskusi Terkait Gempa dan Tsunami Palu

Reporter: Riki Baehaki | Redaktur: Reta Amaliyah Shafitri | Dibaca 240 kali

Sun, 14 October 2018
Fotografer Kumparan, Jamal Ramadhan dan Videografer Net TV, Anan Suryana menyampaikan materi dalam diskusi mengenai Gempa dan Tsunami Palu, di Sekre Jurnalistik, Gedung Student Center UIN Bandung (13/10/2018). (Awliya El Salam Mukhtar/Jurnalposmedia)

JURNALPOSMEDIA.COM–Komunitas Photosspeak mengadakan agenda diskusi mengenai gempa dan tsunami yang menimpa Palu dan Donggala di Sekretariat Jurnalistik, Gedung Student Center, UIN Bandung, Sabtu, (13/10/2018). Diskusi dipandu oleh Fotografer Kumparan, Jamal Ramadhan dan Videografer Net TV, Anan Suryana. Keduanya merupakan alumni Jurnalistik UIN Bandung angkatan 2013 dan 2009.

Pemateri menceritakan pengalaman dan saran yang mesti dilakukan ketika meliput bencana alam seperti gempa yang terjadi di Palu. Jamal menjelaskan, tidak mudah untuk bisa meliput bencana alam semacam itu. “Diperlukan mental dan fisik yang kuat untuk bisa meliput bencana seperti ini (gempa dan tsunami),” jelasnya.

Gempa dan tsunami yang terjadi pada Jumat, (29/09/2018) ini membuat fasilitas umum mengalami kerusakan, menjadikan keadaan sangat memperihatinkan. Banyak bangunan-bangunan runtuh, jalan raya rusak, juga korban meninggal dunia yang hingga saat ini tercatat telah mencapai 2.045 jiwa.

Informasi yang tersebar menyampaikan, hanya Palu dan Donggala yang terkena bencana. Padahal, Kabupaten Sigi juga turut merasakan bencana dahsyat tersebut. “Banyak media yang tidak menginformasikan jika Sigi juga terkena dampak bencana tersebut. Kurangnya informasi yang tersebar membuat Sigi tidak mendapatkan pasokan bantuan dari pemerintah dan relawan,” kata Anan.

Jamal menampilkan hasil fotonya terkait bencana yang menimpa kota di Sulawesi Tengah tersebut, seperti kapal pesiar yang terdampar di pesisir pantai karena terbawa arus tsunami, masjid tua yang tetap berdiri kokoh di pinggir pantai, juga kehancuran-kehancuran lainnya. “Masjid yang terletak di pinggir pantai itu masih berdiri kokoh walau sudah berusia puluhan tahun, masjid itu pula yang menyelamatkan banyak orang yang berlindung di dalamnya,” jelasnya.

Melakukan liputan di daerah yang terdampak bencana diperlukan kehati-hatian dan menjaga keselamatan. “Di sana, kita benar-benar belajar bertahan hidup, yang biasanya manja, kita harus lebih mandiri. Selain liputan yang harus saya lakukan, sayapun harus memperhatikan diri saya, tidak melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, juga harus makan walau seadanya. Dengan demikian, saya harus kenal dan dekat dengan para TNI dan Relawan, agar ketika saya membutuhkan makan atau minum lebih mudah” lanjutnya.

Salah seorang mahasiswa yang mengikuti diskusi, Awliya El Salam mengungkapkan pendapatnya mengenai diskusi ini, “Diskusi yang sangat bermanfaat. Banyak sekali ilmu yang didapat dan senang bisa mengetahui pengalaman Jamal dan Anan ketika meliput bencana. Juga, ilmu yang disampaikan menjadi bekal untuk para calon jurnalis,” ungkapnya.

Di akhir diskusi, Anan berpesan, sebagai calon jurnalis, kita adalah mata dan telinga masyarakat. Maka, harus berbaur dan memasyarakat, jangan membuat jarak dengan mereka.

Bagikan :
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Terlama
Terbaru Suara Banyak
Inline Feedbacks
View all comments