JURNALPOSMEDIA.COM – Banjir yang melanda wilayah Gedebage di Bandung menjadi masalah terus-menerus setiap musim hujan. Saat hujan deras, area ini seolah-olah berubah menjadi lautan kecil, menghalangi jalan utama dan merendam rumah warga.
Tidak hanya mengganggu aktivitas sehari-hari, tetapi hal ini juga menyebabkan kerugian ekonomi, masalah kesegaran, dan tekanan mental bagi orang-orang di sekitarnya. Oleh karena itu, meskipun masalah ini telah berlangsung selama bertahun-tahun, namun belum ada solusi yang jelas untuknya. Apa yang salah dengan prosedur pengendalian banjir di Gedebage? Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, mengapa masalah ini masih terjadi?
Faktor geografis di Gedebage sebagai dataran rendah adalah salah satu faktor utama yang membuatnya rentan terhadap banjir. Wilayah ini secara alami menampung air dari wilayah sekitarnya, sehingga rentan tergenang ketika debit air meningkat. Namun, jika infrastruktur drainase yang memadai tersedia, kondisi ini sebenarnya dapat diatasi.
Sayangnya, sistem drainase di Gedebage tidak dibangun untuk menampung curah hujan yang tinggi. Terutama ketika mengingat tingkat hujan yang meningkat sebagai akibat dari perubahan iklim. Sampah atau sedimentasi sering menyebabkan drainase yang ada tersumbat, sehingga aliran air melambat dan meluap ke permukiman penduduk. Selain itu, kondisi semakin memburuk sebagai akibat dari urbanisasi yang cepat di daerah ini. Infrastruktur seperti perumahan dan pusat perbelanjaan sering mengorbankan lahan resapan air yang sangat pentinguntuk mencegah banjir. Berkurangnya area hijau di Gedebage adalah salah satu bukti nyata dampak urbanisasi ini. Daerah ini dulunya memiliki banyak lahan terbuka yang berfungsi sebagai tempat resapan air. Namun, karena pembangunan yang cepat, hampir semua lahan tersebut telah diubah menjadi area beton yang tidak lagi mampu menyerap air hujan. Air harus mengalir ke permukaan, mempercepat genangan. Selain itu, lumpur dan sampah sering membuat sungai-sungai kecil di sekitar Gedebage tidak dapat mengalir. Saat hujan deras, tidak mengherankan bahwa air segera meluap ke jalan-jalan dan perumahan, menyebabkan banjir yang sulit dihindari. Masyarakat merasakan dampak banjir ini secara langsung. Tidak hanya harta benda yang rusak akibat tergenang air, tetapi juga aktivitas ekonomi telah berhenti sama sekali. Sementara karyawan kantoran menghadapi kemacetan yang parah atau bahkan harus membatalkan perjalanan, pedagang kecil kehilangan uang karena kesulitan mendapatkan akses ke pasar. Sebaliknya, masyarakat juga menghadapi bahaya kesehatan yang signifikan.
Banjir ini juga sering membawa kotoran dan limbah, mencemari lingkungan dan meningkatkan risiko penyakit seperti diare, infeksi kulit, dan leptospirosis. Tidak ada fasilitas sanitasi darurat yang tersedia selama banjir, yang memperburuk kondisi ini. Saat air mulai surut, lumpur dan sampah yang tertinggal menjadi masalah tambahan yang harus dibersihkan oleh warga dengan tenaga dan biaya mereka sendiri. Semua ini menimbulkan stres bagi warga, terutama karena mereka tidak tahu kapan banjir berikutnya akan datang. Pemerintah Kota Bandung sebenarnya telah melakukan upaya untuk mengatasi banjir. Pembangunan kolam retensi, yang berfungsi untuk menampung air hujan untuk mencegah luapan ke permukiman, adalah langkah yang sering disebutkan. Namun, jumlah kolam retensi yang ada saat ini masih kurang. Selain itu, sistem drainase telah diperbaiki, tetapi karena anggaran terbatas, kurangnya koordinasi antarinstansi, dan proses birokrasi yang lambat, tidakada hasil yang signifikan.
Sebaliknya, upaya untuk melibatkan masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan menghadapi banyak masalah. Banyak orang masih membuang sampah sembarangan tanpa menyadari dampaknya terhadap banjir karena tidak cukup pendidikan tentang pentingnya menjaga kelestarian sungai atau membuang sampah pada tempatnya. Meskipun demikian, menyalahkan pemerintah saja tidak akan mengatasi masalah.
Penanganan banjir di Gedebage membutuhkan kerja sama yang lebih luas antara pemerintah, komunitas, dan bisnis swasta. Mempercepat pembangunan infrastruktur pengendali banjir seperti drainase yang terintegrasi dan kolam retensi yang lebih besar adalah langkah mendesak yang harus dilakukan. Selain itu, pemerintah harus memastikan bahwa desain tata ruang di Gedebage dilakukan dengan mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan. Untuk mengurangi risiko banjir dalam jangka panjang, kawasan hijau yang tersisa harus dipertahankan. Sebaliknya, masyarakat juga harus mulai mengubah cara mereka mengelola lingkungan. Pendidikan yang intensif diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya membuang sampah ke sungai atau selokan.
Pemerintah dapat bekerja sama dengan komunitas lokal untuk mendorong program kebersihan lingkungan seperti gotong royong membersihkan selokan atau penghijauan di lingkungan perumahan. Banjir yang selama ini menjadi masalah dapat ditekan secara signifikan jika semua orang di Gedebage mau berpartisipasi dalam menjaga kebersihan dankelestarian lingkungan. Meskipun banjir di Gedebage adalah masalah yang sulit untuk ditangani, hal itu bukan berarti tidak ada jalan keluar. Gedebage yang bebas banjir hanya dapat dicapai dengan komitmen yang kuat dari semua pihak dan upaya yang berkesinambungan. Sementara itu masyarakat juga harus berpartisipasi secara aktif dalam menjaga lingkungannya, pemerintah juga harus lebih serius lagi dalam menyelesaikan proyek pengendalian banjir.
Pada akhirnya, hanya dengan kerja sama dan kesadaran kolektif warga Gedebage dapat mengatasi banjir yang selama ini menjadi tantangan bagi mereka. Mari kita ambil Gedebage sebagai contoh bahwa masalah lingkungan dapat diselesaikan jika semua pihak bersatu untuk mencari solusi berkelanjutan.