JURNALPOSMEDIA.COM – Terhitung dari bulan Maret, penerapan pembelajaran secara daring mulai berbagai universitas se Indonesia, termasuk kampus UIN Bandung. Suka cita mahasiswa diawal pembelajaran ini tertuang dari chat di grup kelas, grup angkatan, hingga meme-meme yang berserakan di media sosial seperti Instagram atau Twitter.
Namun suka cita ini sirna ketika apa yang mereka ekspektasikan untuk belajar sambil rebahan diganti alih dengan tugas bak nuklir yang di tembakan dari antah berantah. Ledakan dahsyat yang sebenarnya bisa diatasi ternyata tidak semudah itu, ada paparan radiasi yang tersisa dan terus bertambah. Seperti itulah kira-kira yang dialami mahasiswa hari ini.
Keresahan mahasiswa maupun orang tua siswa yang anak-anaknya masih berada di bangku SD terdengar oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Markarim. Dilansir dari berita Kompas.com, Nadiem mengkritik para guru dan dosen yang hanya melulu memberi tugas kepada anak didiknya.
Menanggapi pernyataan Menteri Pendidikan tersebut, UIN Bandung pasang badan dengan menerbitkan surat edaran nomor: B-329/Un.05/II.4/HM.01/02/2020 yang salah satu isinya di poin 5 tertulis “penerapan tugas yang mengedepankan asas proposional dan memperhatikan psikologis mahasiswa”.
Dalam surat tersebut jelas tertera bahwa tugas yang diberikan oleh dosen tidak boleh terlalu rutin dan membebani mahasiswanya. Lalu apakah itu saja cukup? jawabannya tidak. Hak untuk mendapatkan pembelajaran secara benar dan layak tidak diindahkan sama sekali oleh para dosen UIN Bandung, khususnya dosen Fakultas Dakwah Dan Komunikasi (FDK).
Salah satu upaya yang pernah dilakukan oleh para dosen UIN Bandung untuk menerapkan belajar secara daring adalah dengan menggunakan aplikasi yang memadai seperti Zoom dan Google Classroom. Lalu tebak apakah efektif? Tentu jawabannya tidak.
Tidak meratanya jaringan dan kuota internet yang dimiliki para mahasiswa menjadi alasan klise setiap akan dilakukannya sistem pembelajaran seperti ini. Maka hak untuk mendapatkan pembelajaran secara layak pun tidak pernah didapatkan.
Selain dengan menggunakan aplikasi tersebut, para dosen memberikan materi pembelajaran dalam bentuk pdf atau power point. Namun, oleh sebagian mahasiswa dibaca pun tidak, karena masih ada tugas yang harus mereka kerjakan.
Lalu solusi apa yang ditawarkan penulis untuk penerapan sistem online ini?
Para dosen yang pengalamannya luas seharusnya mengerti dan bisa menemukan formula untuk dapat menjelaskan materinya dengan layak dan mudah dimengerti. Khususnya dosen-dosen FDK yang paham dan mengerti bagaimana cara berkomunikasi dengan benar.
Salah satu cara yang bisa diterapkan adalah seperti yang dilakukan oleh situs-situs online yang berkeliaran di Google seperti Zenius dan Ruang Guru. Cara menjelaskan materi dengan cara direkam ini bisa menjadi pelatuk mahasiwa untuk menontonnya. Karena pembelajaran secara visual dan audio akan mudah dipahami.
Setidaknya pihak faklutas dapat membuat sebuah channel khusus di Youtube yang mengupload materi-materi pembelajaran dengan dosen-dosen yang berkaitan. Mahasiswa akan mudah untuk mengikuti perkuliahan karena dengan sistem ini, tidak membutuhkan jaringan yang kuat dan kuota yang harus siap. Video dapat ditonton kapan saja dan lebih fokus untuk mencernanya.
Penulis merupakan mahasiswa semester 6 Ilmu Komunikasi Jurnalistik UIN Bandung