Tue, 10 December 2024

UU TPKS: Harapan Besar Masyarakat dan Korban Kekerasan Seksual

Reporter: Santi Agustini/Chusnul Chotimah | Redaktur: M. Rizky Pratama | Dibaca 454 kali

Tue, 3 May 2022
Foto
Sumber foto: Freepik

JURNALPOSMEDIA.COM – Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) resmi disahkan, Selasa (12/4/2022) lalu. Undang-undang ini merupakan lanjutan dari Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang diperjuangkan Komnas Perempuan sejak 2012.

Dosen Sistem Politik Indonesia UIN Bandung, Cecep Suryana mengatakan, UU TPKS menunjukkan kemajuan dari RUU PKS. Hal tersebut dapat dilihat pada UU TPKS yang tidak mengenal pendekatan Restorative Justice. Sehingga, hukum akan lebih tegas dalam menangani kasus kekerasan seksual.

“Di mana Restorative Justice itu ‘kan kecenderungan yang selama ini terjadi pihak yang kuat, pihak pemegang uang itu sebagai pelaku bisa menutup kasus untuk tidak berlanjut ke meja hijau (pengadilan) dengan kompensasi sejumlah uang kepada korban,” jelasnya kepada Jurnalposmedia, Selasa (26/4/2022).

Pendapat lainnya datang dari Administrasi Bilik Pengaduan Women Studies Center UIN Bandung, Rosa Fauziah. Ia menuturkan, pengesahan UU TPKS memberi keuntungan semua pihak baik perempuan maupun laki-laki. Sebab, kekerasan seksual tidak hanya dialami perempuan saja, laki-laki pun dapat menjadi korban.

Selain itu, Rosa juga menanggapi beberapa poin penting dalam UU TPKS yang menjadi kekuatan hukum bagi korban. Salah satunya, soal penyidik tidak boleh menolak perkara.

“Kalau sebelumnya kasus kekerasan seksual sering kali ditolak karena kurangnya alat bukti, lalu adanya relasi kekuasaan antara pelaku dan korban atau hal-hal lain yang akhirnya penyidikan itu tidak bisa ditindak lanjut. Dalam UU TPKS penyidik tidak boleh menolak perkara, apabila penyidik menolak maka akan ada sanksi,” tuturnya.

Rosa menambahkan, undang-undang tersebut memiliki pengaruh untuk menekan angka kekerasan seksual. Pada Isinya menjelaskan mengenai pencegahan, penanganan, perlindungan lalu pemulihan terhadap korban hingga sanksi hukum maupun sosial bagi para pelaku.

“Sangat besar pengaruhnya untuk menekan angka kekerasan seksual karena sebelumnya kita tidak punya aturan jelas yang mengatur mengenai kekerasan seksual. Mungkin ada di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tapi itu tidak jelas apa saja bentuk daripada kekerasan-kekerasan yang dimaksudkan. Di KUHP itu hanya sebagian saja, kalau di UU TPKS sudah lengkap ada sembilan kekerasan seksual yang diakui di UU TPKS,” jelasnya, Kamis (28/4/2022).

Rosa berharap, UU TPKS menjadi payung hukum yang kuat untuk dapat di implementasikan. Sehingga, dapat menekan angka kekerasan seksual terutama di lingkungan kampus.

“Aturan (UU TPKS) yang sepatutnya kita patuhi dan kita implementasikan di sekitar kampus dan disertai dengan aturan-aturan lainnya, seperti Permendikbud No.30, lalu SK Dirjen Pendis, atau mungkin SK Rektor sekalipun. Semoga korban tidak lagi mengalami victim blaming. Tidak lagi mengalami pengalaman buruk ketika memberikan aduan terkait dengan kekerasan seksual,” pungkasnya.

Bagikan :
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments