Sun, 9 February 2025

Slow Living di Bandung, Impian Warga Jabodetabek

Reporter: Sylva Anggraeni | Redaktur: Sopiyani Solihah | Dibaca 594 kali

Wed, 8 November 2023
Sumber Foto: Paket Wisata Bandung

JURNALPOSMEDIA.COM- Ketika warga Jabodetabek diminta untuk mendeskripsikan Bandung, pasti yang langsung terpikirkan adalah suasana nyaman, damai, dan tempat untuk menghilangkan penat. Belum lagi frasa yang selalu digaungkan tentang Bandung yaitu “Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum” – M. A. W. Brouwer.  Oleh karena itu, banyak warga Jabodetabek yang memimpikan menjalani hidup dengan nyaman dan menerapkan slow living khususnya di Bandung.

Sebenarnya apa sih arti dari slow living yang telah disinggung sebelumnya? Jika diartikan, slow living bermakna hidup santai. Melansir dari CNN Indonesia, Slow Living memiliki konsep tidak menyerah dengan kehidupan yang berjalan cepat, tapi memperlambat dan fokus pada hal-hal kecil yang biasanya diabaikan.

Impian Banyak Individu

Dunia akhir-akhir terasa bergerak begitu cepat, bahkan terlalu cepat. Saat naik transportasi umum, orang-orang saling berebut masuk dan keluar. Naik tangga atau eskalator di stasiun KRL juga saling berdesakan. Semua orang terburu-buru, berjalan setengah berlari. Melihat, merasakan, dan menjalaninya terasa melelahkan. Lari, bergerak, saling berebut setiap saat membuat tubuh dan pikiran jadi kewalahan. Akhirnya, orang mulai berpikir untuk menjalankan gaya hidup slow living.

 Menjalani hidup slow living berarti lebih fokus pada rutinitas, menyediakan waktu untuk melakukan hobi yang benar-benar disukai, bahkan menikmati alam, dan menjauh dari gawai untuk sementara waktu. Inti dari slow living adalah menjalani dan melakukan semua hal yang membuat diri merasa lebih baik. Dengan begitu, akan banyak manfaat yang didapatkan.

Bandung, Sebagai Tempat Tujuan

Lalu, mengapa harus Bandung yang menjadi tujuan untuk menjalani slow living? Banyak hal yang bisa dijadikan alasan mengapa Bandung menjadi tempat tujuan. Sebagai warga Jabodetabek yang lelah dengan hiruk-pikuk kehidupan, Bandung sangat menarik perhatian mulai dari lingkungannya, budaya setempat, kebiasaan masyarakat sekitar, dan masih banyak lagi. Hal ini dinilai di luar konteks banyaknya orang yang tertarik hanya karena tempat wisata yang menjamur di Bandung.

Untuk memperkuat statement tersebut, terdapat salah satu narasumber asal Jakarta yang berpendapat bahwa Bandung sangat nyaman untuk menjadi tempat tinggal. Ketika memutuskan untuk pindah dari Jakarta dan menetap di Bandung, banyak hal yang merubahnya. Ketika diwawancarai, tinggal di Bandung membuatnya lebih mensyukuri segala hal yang terjadi.  Pandangan hidup yang awalnya harus serba cepat dan tepat berubah menjadi melakukan segala sesuatu dengan baik dan memprioritaskan waktu untuk hal yang benar-benar penting.

Selain itu, kebiasaan masyarakat sekitar yang terlihat tenang dan santai tanpa terburu-buru menjadi nilai tambah untuk membuat Bandung menjadi representasi dari penerapan slow living. Hal ini berbanding terbalik dengan kehidupan di Jabodetabek yang penuh dengan tekanan dan segala sesuatu yang harus dilakukan dengan cepat. Jika terlambat sedikit saja, maka kita akan tertinggal dengan yang lainnya.

Perbandingan yang sangat terlihat selanjutnya adalah perilaku dan kebiasaan masyarakatnya. Contoh kecilnya saja ketika sedang menunggu di lampu merah, warga Jabodetabek terkesan kurang sabar dan terburu-buru dengan membunyikan klakson kendaraan bahkan ketika lampu masih berwarna kuning, berbeda dengan warga Bandung yang tetap diam dan sabar menanti lampu kembali hijau.

Perbedaan budaya juga menjadi salah satu kunci mengapa penerapan slow living di Bandung menjadi impian banyak orang khususnya warga Jabodetabek. Seperti yang kita tahu bahwa budaya Sunda sangat kental di sini. Dengan segala keramahtamahannya mampu membuat banyak orang terpikat.

Contoh lain yang sering terjadi adalah ketika menghadapi kemacetan. Tidak dapat dipungkiri meskipun menjadi kota impian, Bandung juga tidak lepas dari masalah kemacetan. Namun, yang membedakan adalah bagaimana reaksi masyarakat menghadapi masalah kemacetan tersebut. Jika dilihat dari kacamata publik, masyarakat Bandung tetap tenang dan sabar menghadapi masalah kemacetan walaupun mungkin saja ada beberapa oknum yang terlihat tidak sabar.

Berbanding terbalik dengan masyarakat Jabodetabek yang terlihat tidak sabar dan sangat terburu-buru. Tak jarang saling lempar bunyi klakson dan adu mulut ketika suasana semakin tidak terkendali. Meskipun banyak catatan kasusnya, kita juga tidak bisa memandang rata semua masyarakat jabodetabek seperti itu karena masih ada masyarakat yang berperilaku normal dan taat pada aturan yang berlaku.

Pelurusan Konsep Slow Living

Jika berpikir bahwa penerapan slow living ini adalah hidup apa adanya, bermalas-malasan, santai, dan tidak memikirkan jauh ke masa depan, itu sangat salah kaprah! Slow living itu singkatnya sama dengan mematikan autopilot dan memberi ruang untuk merefleksi dan menjalani hidup dengan kesadaran penuh. Slow living berarti hidup lebih baik, bukan lebih cepat. Bukan tertinggal tapi mengedepankan prioritas dan kenyamanan.

Begitu pula Bandung dan masyarakatnya bukan berarti tidak memiliki ambisi. Dengan tetap menerapkan slow living, masyarakat Bandung tetap mempunya goals dan impian yang akan diraih. Namun, tidak dengan terburu-buru. Bisa dikatakan bahwa slow living adalah bagaimana kita bisa menjalani hidup dengan menikmati dan mensyukuri setiap hal kecil yang terjadi. Dibandingkan dengan hidup terburu-buru dan melupakan hal-hal kecil yang membuat kita lupa bersyukur.

Bagikan :
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Terlama
Terbaru Suara Banyak
Inline Feedbacks
View all comments