JURNALPOSMEDIA.COM – Setahun setelah Menteri Pendidikan dan Kebudayan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim merilis kebijakan Kampus Merdeka, UIN Bandung siap melaksanakan kebijakan tersebut mulai Oktober 2021. Sebelumnya, pada 24 September 2020 UIN Bandung telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Rektor Nomor: 076/Un.05/V.7/PP.00.9/09/2020 tentang waktu pelaksanaan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MB-KM).
SK tersebut memuat waktu pelaksanaan kegiatan Kampus Merdeka yang akan dilaksanakan mulai 2021. Menjawab perkembangan terkini MB-KM di UIN Bandung, Ketua Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) UIN Bandung, Ija Suntana menuturkan bahwa pedoman kebijakan tersebut telah rampung disusun dan tinggal menunggu persetujuan senat universitas.
Kebijakan Kampus Merdeka di UIN Bandung
Terdapat delapan program dalam pelaksanaan MB-KM. Yakni pertukaran mahasiswa, program magang, mengajar di satuan pendidikan, serta program penelitian atau riset. Lebih lanjut, adapula program kemanusiaan, program wirausaha mahasiswa, proyek independen, dan program membangun desa. Dari keseluruhan program yang ada, mahasiswa hanya diperkenankan memilih salah satunya.
Seperti yang diungkapkan Ija, kebijakan kampus merdeka ini tidak diwajibkan. Melainkan, dikembalikan pada pilihan mahasiswa, “Bukan wajib. Itu adalah hak mahasiswa saja, itu adalah pilihan. Jadi, mahasiswa mau mengambil silakan, enggak juga tidak jadi masalah. Tapi kalau mahasiswa sudah mengambil, universitas wajib membuat fasilitas, karena itu adalah hak mahasiswa,” ungkapnya saat diwawancarai via Zoom meeting, Selasa (23/2/2021).
Kebijakan kampus merdeka tidak diwajibkan. Melainkan, dikembalikan pada pilihan mahasiswa, “Bukan wajib. Itu adalah hak mahasiswa saja, itu adalah pilihan. Jadi, mahasiswa mau mengambil silakan, enggak juga tidak jadi masalah.”
(Ketua LPM UIN Bandung, Ija Suntana)
Semua program tersebut dapat mengonversi mata kuliah maksimal sebesar 20 SKS. Namun dengan catatan, tujuh program di antaranya (baca: kecuali program pertukaran mahasiswa) harus dilakukan minimal selama enam bulan. Yakni, dengan outcome atau hasil yang terukur dan memiliki dampak yang nyata baik bagi mahasiswa maupun objek yang ada pada program yang dipilih.
Sebagai contoh, apabila mahasiswa ingin mengambil program membangun desa, maka program yang dipilih harus dijalankan minimal enam bulan lamanya. Desa yang menjadi objek dari program itu juga harus mendapatkan dampak positifnya. Dalam hal ini, penilaian akan diserahkan pada dosen yang mengontrol kegiatan pada program tersebut.
“(Tapi) mungkin saja yang disetujui hanya empat, enam atau delapan SKS. Itu juga dengan proses yang administratif sekali,” imbuh Ija.
Lebih jauh, Ija membeberkan, pelaksanaan MB-KM akan dilakukan tanpa proses uji coba dan diperuntukan bagi mahasiswa semester lima ke atas. Kendati akan langsung dipraktikkan, ia mengatakan bahwa pihak kampus akan gencar melakukan sosialisasi sebelum Oktober mendatang.
“Ya nanti ada sosialisasi, ini, kan, masih lumayan panjang, ya. Ada Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September. Jadi, ada sosialisasi bukan hanya ke mahasiswa, dosen juga sama, ada sosialisasi (perihal) teknis. Kalau sosialisasi kebijakan, sudah, karena dulu SK Rektor sudah dikeluarkan di bulan Oktober 2020. (Juga) ada sosialisasi aplikasi yang diisi oleh mahasiswa dan digunakan oleh dosen,” terangnya.
Baca juga: Mekanisme Lintas Prodi Kampus Merdeka di UIN Bandung
Menengok Kesiapan di Ranah Fakultas
Pelatihan pada dosen oleh pihak universitas disebut Ija masih terbatas. Sedangkan untuk tingkat fakultas, kata Ija, pelatihan bagi dosen sudah sering dilakukan. Salah satu contohnya, yakni pelatihan mengenai pendampingan dosen pada program yang dipilih oleh mahasiswa.
Menyusuri seperti apa persiapan MB-KM di lingkup fakultas, pada Rabu (24/2/2021) Jurnalposmedia menelisik salah satu fakultas yang ada di UIN Bandung, yakni Adab dan Humaniora (FAH). Wadek 1 Bagian Akademik FAH, Dadan Rusmana mengungkap fakultasnya telah melakukan beragam pelatihan.
Seperti mengadakan dua kali seminar MB-KM tingkat fakultas dan seminar di tingkat prodi, kemudian pelibatan dosen dalam workshop atau webinar yang diselenggarakan asosiasi prodi (seperti LITA, MSI, dan ITLA), hingga pelibatan satu orang dosen dalam sertifikasi internasional.
Adapun upaya lain yang dilakukan FAH sejauh ini antara lain mensosialisasikan MB-KM kepada prodi, mahasiswa, dosen, dan sivitas akademik lainnya. Kemudian, memfasilitasi prodi untuk melakukan kajian dan evaluasi kurikulum tentang mata kuliah, yang memungkinkan dikonversi dengan kegiatan (program) pembelajaran lainnya di MB-KM.
Dilanjut dengan memfasilitasi prodi dan dosen untuk bermusyawarah dengan asosiasi prodi di PTKIN dan PTU, serta memfasilitasi prodi, dosen, dan mahasiswa untuk menjajaki kerja sama (MoU) dengan lembaga pendidikan lainnya, dunia usaha, dan sebagainya.
Fasilitas yang disediakan itu diorientasikan untuk penguatan kelembagaan dalam menyongsong KM-BK yang berdaya saing dan berkualitas, kemudian peningkatan SDM dosen dan tendik, penguatan tata kelola layanan administrasi akademik dan non-akademik, serta lainnya.
“Kendalanya terletak pada perumusan indikator ketercapaian MB-KM. Juga, banyaknya model implementasi yang dikeluarkan Kemendikbud sehingga berimbas pada quality control terkait proses MB-KM. Lalu adanya perbedaan penafsiran terhadap kebijakan MB-KM,” kata Dadan. Kendati demikian, kesiapan di fakultasnya sudah mencapai 50%-60% dan diperkirakan kesiapannya mencapai 100% pada Agustus mendatang.
Beralih, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK), Adi Ginanjar menilai universitas perlu mempersiapkan pelatihan-pelatihan yang utamanya untuk jangka pendek dalam rangka menunjang pelaksanaan Kampus Merdeka. Kendati begitu, Dosen FDK, Betty Tresnawaty merasa bahwa dosen sudah terbiasa untuk mengajar. Sehingga dalam hal ini, kata Betty, mahasiswalah yang harusnya beradaptasi dengan kultur dan lingkungan.
Mengenai pandangan terhadap Kampus Merdeka, Adi menilai kebijakan itu merupakan kebebasan dosen dan mahasiswa untuk berekspresi. Namun, dengan koridor aturan yang berlaku tanpa pengekangan, “Jika masih ada pengekangan, berarti itu bukan konsep merdeka. UIN Bandung mau tidak mau harus siap menghadapi Kampus Merdeka. (Ditambah) banyaknya SDM kompeten bergelar doktor,” ungkap Adi di hari yang sama dengan Ija.
Menilik keuntungan dari dilaksanakannya Kampus Merdeka, Wakil Rektor I UIN Bandung, Rosihon Anwar menyebutkan kebijakan MB-KM yang selaras dengan visi UIN Bandung dapat menyempurnakan keberhasilan implementasi dari kebijakan tersebut. Dalam tulisannya yang dimuat di portal resmi uinsgd.ac.id, ia pun mengatakan bahwa MB-KM berpihak kepada lulusan.
Mengamini penjelasan Rosihon, Ija mengatakan bahwa tujuan MB-KM tentu menjadi benefit bagi UIN Bandung dalam meningkatkan kualitas mahasiswa, “Karena, mereka tidak saja mendapatkan pengetahuan atau pengalaman dari dalam kampus, tapi (juga) luar kampus. Jadi, benefit-nya adalah untuk kualitas lulusan supaya unggul dan kompetitif,” pungkasnya.
Kru Liput: Chusnul Chotimah, Mega Siti Rohimah, Sintamia