JURNALPOSMEDIA.COM – Hari Malaria Sedunia diperingati setiap tahunnya pada 25 April. Peringatan ini tak lain sebagai upaya untuk mempromosikan pendidikan dan pemahaman tentang malaria oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Meski telah ditemukan obatnya, kita harus senantiasa waspada dengan penyakit yang satu ini.
Malaria disebabkan oleh infeksi parasite plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk dari manusia yang tertular atau hewan lain. Gejalanya ditandai demam, nyeri badan, kelelahan, sakit kepala, dan muntah-muntah. Biasanya, gejala tersebut muncul sepuluh sampai lima belas hari setelah digigit oleh nyamuk Anopheles betina.
Dikutip dari laman resmi WHO, tema peringatan tahun ini adalah “Nol Malaria Dimulai dari Saya”. Tema tersebut merupakan kampanye akar rumput yang bertujuan untuk menjaga malaria agar tetap menjadi prioritas tinggi agenda politik. Termasuk di dalamnya memobilisasi sumber daya tambahan, serta memberdayakan masyarakat untuk berkontribusi dalam pencegahan dan perawatan malaria.
Di Indonesia sendiri, peringatan Hari Malaria Sedunia mulai dilaksanakan sejak tahun 2008. Sampai saat ini, kasus malaria di Indonesia banyak ditemukan di Bengkulu dan kawasan timur Indonesia, seperti Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara.
Guru Besar Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Yohanna mengungkapkan jumlah kasus malaria di Indonesia pada 2017, menduduki peringkat kedua dari 10 besar jenis penyakit yang dilaporkan Dinas Kesehatan (Dinkes) Jayapura, Papua. Mengutip dari Tirto, WHO merilis data terkait meningkatnya kasus malaria pada 2018 yaitu sekitar 228 juta kasus. Sementara pada 2017, kasus malaria ditemukan sebanyak 231 juta kasus.
Pada Januari lalu Menteri Kesehatan (Menkes), Terawan Agus Putranto meminta adanya penguatan pemberdayaan peran masyarakat dalam menghadapi penyakit malaria. “Indonesia memang memiliki daerah endemis malaria,” kata Terawan seperti diberitakan Republika.
Gerakan “Nol Malaria Dimulai dari Saya” yang saat ini gencar digalakkan, perlu disukseskan bersama dengan melibatkan seluruh anggota masyarakat dan para pemimpin politik yang berperan mengendalikan keputusan dan anggaran pemerintah. Begitupun perusahaan sektor swasta yang nantinya akan mendapat manfaat dari tenaga kerja yang terbebas malaria.
WHO beserta mitranya membuat suatu pendekatan baru yang didasarkan pada 4 pilar. Di antaranya kemauan politik untuk mengurangi kematian akibat malaria, menyediakan informasi strategis, panduan dan kebijakan yang lebih baik, serta terkoordinasinya respons malaria secara nasional. Tujuannya, yaitu mengembalikan tren penurunan angka kasus malaria yang sempat dicapai pada tahun 2000-2014 lalu.
Mencegah memang selalu lebih baik daripada mengobati. Kita bisa memulainya dari hal-hal kecil seperti mengonsumsi makanan sehat yang bergizi, menjaga kebersihan lingkungan, mengenakan pakaian panjang saat tidur, dan mengoleskan krim anti nyamuk ke bagian-bagian tubuh. Mari bersama-sama meningkatkan kesadaran perilaku hidup sehat untuk memberantas malaria.