Katanya mimpi adalah gambaran masa depan.
Tapi apa benar bila ku mimpi bertemu Tuhan berarti masa ku telah tiba.
Mereka bilang usaha dan kerja keras adalah kunci keberhasilan.
Tapi lihatlah kenyataan, aku belajar semalaman dan dia yang duduk di belakang mencontek ria nilainya
lebih tinggi dari pada aku.
Mana kunci yang kau gaungkan.
Mimpi hanya untuk mereka yang mampu bersaing.
Mimpi hanya untuk mereka yang mampu membayar.
Mimpi hanya untuk mereka yang lahir dari rahim keluarga jutawan.
Aku.
Hanyalah anak seorang petani.
Bagiku belajar adalah usahaku menggapai pelangi.
Walau hanya sebatas mimpi.
Tapi di satu sisi aku pun memaki.
Ketidak adilan dunia pada kami.
Tak banyak anak lumbung yang mampu bersaing.
Mereka yang tak mengerti kami, hanya mampu bersimpati.
Tapi kami tak butuh dikasihani.
Karna itu tidak membuat kami kenyang di keesokan hari.
Jangankan makan untuk esok.
Hari ini pun makan susah.
Ditambah hayalan dengki berbumbu mimpi.
Sudahlah aku menyerah.
Aku paham.
Kami yang anak lumbung hanya bisa bersekolah.
Anak lumbung harus bisa memiliki kemampuan diatasi rata-rata.
Karna kalau tidak.
Kami akan tergilas oleh roda-roda uang mereka.
Aku menyerah.
Aku berhenti menjadi pengharapan.
Dan aku berhenti jadi pemimpi.
Tapi inggat disaat kami tumbuh dan menjadi pemimpin.
Banyak diluar sana yang berjuang menjatuhkan kami.
Dengan tipu dayanya memainkan peran penting dalam berbagai kehidupan.
Media sosial adalah racun publik.
Membuat kami yang berjaya mampu tumbang.
Hanya dengan sekali sentakan.
Sudah.
Sudah.
Pesanku.
Belajarlah serajin mungkin.
Bersiasatlah se bisa mungkin.
Tapi ingat jangan pernah makan daging teman mu sendiri.
Dari aku anak lumbung.
Kini mimpi hanya membuat kami percaya.
Bahwa Tuhan satu-satunya yang membuat mimpi.
Menjemput kami.