Thu, 7 November 2024

May Day 2021: Para Buruh Tuntut Cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja

Reporter: Sherly Putri Febrianti | Redaktur: Suryadi | Dibaca 382 kali

Sat, 1 May 2021
May Day
Massa aksi memadati kawasan depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Bandung, untuk menyuarakan tuntutannya pada Hari Buruh Internasional, Sabtu (1/5/2021). (Luqy Luqman/Jurnalposmedia).

JURNALPOSMEDIA.COM – Dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day, beberapa serikat buruh menggelar aksi tepat di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Bandung, Sabtu (1/5/2021).

Berdasarkan pantauan Jurnalposmedia, Sabtu (1/5/2021). Aksi buruh dalam peringatan May Day kali ini terbilang kondusif. Selain massa aksi, terpantau banyak aparat yang berada di kawasan Gedung Sate.

Menurut salah satu anggota kepolisian, Asep S, ia mengatakan bahwa pihak kepolisian mengerahkan sebanyak 500 personil untuk memantau jalannya aksi kali ini.

“Kami (pihak kepolisian) mengerahkan 500 personil dalam aksi ini. Penutupan jalan sekitar kawasan Gedung Sate sudah dilakukan agar tetap kondusif,” tutur Asep kepada Jurnalposmedia, Sabtu (1/5/2021).

Ada beberapa tuntutan yang menjadi fokus utama dalam aksi ini. Di antaranya, menuntut dicabutnya Omnibus Law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Selain itu, mendorong diberlakukannya Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK). Lebih lanjut, para buruh menuntut agar Tunjangan Hari Raya (THR) dibayar secara penuh dan sekaligus.

Ketua FPPB KASBI Bandung Raya, Slamet Priyanto mengatakan bahwa kesejahteraan buruh sangat memprihatinkan. Regulasi yang dibuat pemerintah dirasa tidak pro kepada rakyat, khususnya kaum buruh.

“Sampai hari ini, nasib kaum buruh sangat memprihatinkan. Kami (buruh) tidak merasakan adanya kesejahteraan. Regulasi yang diciptakan pemerintah tidak sama sekali berpihak kepada rakyat. Salah satunya Undang-Undang Omnibus Law yang biasa disebut dengan ‘Cilaka’, karena hakikatnya memang membuntungkan,” ujar Slamet.

Salah satu orator dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Rahayu mengatakan bahwa peringatan Hari Buruh ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Selain masih dalam kondisi pandemi, kegiatan ini digelar pada bulan suci Ramadan.

“Tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya, peringatan Hari Buruh digelar di tengah kondisi pandemi dan bulan Ramadan. Untuk itu, tak henti saya tegaskan agar tetap memakai masker dan menjaga jarak selama aksi berlangsung sesuai dengan anjuran pemerintah,” ujar Rahayu dalam orasinya, Sabtu (1/5/2021).

Berdalih pandemi, Slamet Priyanto menegaskan rezim saat ini sangat luar biasa menyiksa dan membinasakan. Pasalnya, banyak sekali buruh yang dirumahkan dan di PHK secara sepihak.

Sama seperti Slamet, ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Lingga pun demikian. Ia mengaku, di Cimahi, banyak sekali perusahaan yang gugur.

“Di kawasan rumah (Cimahi), dari kurang lebih 500 perusahaan, 300 di antaranya gugur. Berdalih pandemi, nasib para buruh ditelantarkan,” ungkap Lingga.

Menanggapi soal PHK yang terjadi di tengah pandemi, Ketua Serikat Buruh Mandiri Sebumi, Akarwati menyampaikan aspirasinya.

“PHK besar-besaran terjadi pada saat pandemi, tidak manusiawi. Bukannya pemerintah dan perusahaan menyejahterakan buruh, tapi dengan kejamnya para buruh di PHK dengan sepihak,” ungkapnya.

Tak hanya Akarwati, Mahasiswa Unpad, Ananda Bintang pun demikian. Ia merasa bingung atas apa yang terjadi belakangan ini. Menurutnya, kebijakan yang diberlakukan pemerintah tidak dipertimbangkan secara matang bagi kedua belah pihak.

“Sebenarnya agak dilematik, meskipun sedang pandemi. Keadilan mesti tetap ditegakkan. Bukan malah mem-PHK ataupun menurunkan upah kepada kaum buruh,” tutur Ananda.

Lebih lanjut, Lingga mengutarakan kebingungannya, ada aturan yang menegaskan bahwa perusahaan besar dan UMKM memiliki peluang yang sama. Ia mengaku heran dengan dalih peluang sama seperti apa yang dimaksud.

“Saya rasa sekelas UMKM sebagai perusahaan kecil saja bisa bertahan menyejahterakan anggotanya dan mencoba untuk membangun perekonomian. Lantas, perusahaan besar yang sudah jelas dari segi modalnya lebih kuat itu malah berjalan bertolak belakang, tidak masuk akal,” lanjutnya.

Tuntutan selanjutnya datang dari Ketua FPBB Kota Cimahi dan Departemen Buruh Perempuan Konfederasi KASBI, Siti Erni menuntut dihilangkannya kriminalisasi terhadap kaum buruh.

“Selain tuntutan utama yang disuarakan, saya juga menuntut diberhentikannya kriminalisasi terhadap kaum buruh, berikan vaksinasi gratis kepada kami (buruh), dan jadikan Pengelolaan Lembaga Pelatihan Kerja (PLPK) sebagai PNS,” ujarnya.

Siti pun menyampaikan ceritanya selama ia menjadi buruh. Para buruh hari ini sedang dilanda ketidakpastian, seperti ada di antara hidup dan mati. Siti mengajak para buruh untuk melakukan konsolidasi agar rakyat kecil sejahtera.

Ajakan tak berhenti sampai situ, Ananda mengajak para mahasiswa untuk lebih peduli kepada buruh.

“Secara tidak langsung mahasiwa dihegemoni oleh universitas untuk masuk ke industri. Kita (mahasiwa) bagian dari buruh juga, sudah saatnya mahasiswa turun ke jalan dan ikut bersuara,” ungkap Ananda.

Harapan untuk kesejahteraan buruh hadir silih berganti, dimulai dari Ketua FPPB KASBI Bandung Raya, ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), hingga mahasiswa. Semuanya berharap agar pemerintah tidak menetapkan lagi regulasi yang berat sebelah.

Massa aksi berharap pemerintah mengembalikan hak-hak para buruh yang secara tidak langsung sudah direngut. Kesejahteraan serta keadilan sangat diharapkan oleh kaum buruh karena aset terbesar negara adalah rakyat bukan gedung bertingkat atau pengusaha.

Bagikan :
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments