Tongkat yang lapuk penuh tambalan karet
Baju yang lusuh penuh dengan lubang
Mencari rezeki di sudut tangga pasar
Mencoba mengeluh dengan hati yang gusar
Matanya telah menguning
Sebagai bukti ia menunggu hening
Kulitnya telah mengkerut
Sebagai tanda ia menunggu larut
Diam diantara keramaian menunggu sebuah rezeki
Melihat orang berlalu lalang tanpa ada yang peduli
Ya betapa kejam dunianya
Betapa nahas kisah hidupnya
Berjalan melewati kilometer jarak
Menjemput keadilan dia bergerak
Namun nasib bukanlah soal permainan
Ia tersesat dan menunggu jalan pulang
Kepada dia yang jauh dari rumah
Yang menunggu jalan untuk pulang
Menunggu anak-anaknya yang hilang
Aku berdoa dengan lantang
*Penulis merupakan Mahasiswa Jurnalistik