JURNALPOSMEDIA.COM – Tak ada satupun manusia yang paham akan seperti apa hidup ini berjalan. Begitu banyak misteri dan liku dihadapan membuat banyak orang terkadang ragu dan takut untuk melangkah, belum lagi dengan bayangan seram masa lalu yang semakin membuat ragu dan takut itu menjadi-jadi, dan semuanya semakin keruh dengan hinggapnya pikiran-pikiran buruk di kepala.
“Sudah benarkah?”
“Bagaimana kalau ini bukan pilihan yang tepat?”
“Langkahku kali ini berhasil tidak ya?”
“Kayaknya gagal lagi deh.”
“Ah dasar tak berguna.”
Alana sedang duduk di kursi belajarnya, merenung dan berpikir tentang langkah apa yang harus selanjutnya ia ambil, ia tidak mau kegagalan kemarin terulang lagi dan lagi. Alana harus berhati-hati dalam mengambil keputusan, tapi ternyata ragu, takut dan hati-hati tipis perbedaannya.
Dalam mengusahakan sesuatu Alana selalu mengerahkan segalanya, waktu, tenaga, materi, semuanya ia kerahkan, bahkan tangisnya pun turut ia kerahkan untuk mengiringi langkahnya itu. Tapi nyatanya segala usaha itu belum mampu mengantarkan Alana kepada tuju yang dimaksud.
Ingin rasanya Alana berteriak bangga di depan Mama dan Papa nya
“Ma, Pa Alana lolos seleksi universitas impian Alana!”
Tapi kenapa rasanya sulit sekali ya, kenapa jalan nya berliku sekali? harus berapa banyak gagal yang harus Alana tempuh lagi untuk sampai ke tuju itu?
“Should I take another chance? Should i? What if this one ends up the same like that time was?”
Argh.Kepalanya bising sekali, pusing. Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalanya. Sangking pusingnya Alana sampai tak sadar menggebrak meja belajar dan menimbulkan dentuman yang cukup keras.
“Kenapa Lan?”
Suara sang Mama rupanya, pintu kamar yang terbuka membuat Mama langsung saja masuk ke kamar anak gadisnya itu, tetapi malah menemukan Alana yang nampak cemas dan gelisah.
Alana menengok mengikuti arah suara berasal.
“Ah Mama, no.. everything’s fine Ma.”
“Mind to share something Lan? Muka kamu kelihatan cemas,” Mama mendekati Alana yang masih setia duduk di kursi belajarnya itu.
“Ini Ma, Alana mau ikut seleksi ini Ma,” kata Alana sambil menunjukkan layar laptop nya kepada sang Mama.
“Ya ikut aja lah, apa yang dicetuskan?”
Alana menundukkan kepalanya, bahunya melorot seolah sudah tidak lagi memiliki daya untuk menopang berat bebannya.
“Ma.. Alana takut, takut gimana kalau yang kali ini bakalan gagal juga kayak yang udah-udah. It’s traumatized me Ma, Alana mau bikin Mama Papa bangga sama Alana,” ujar Alana.
Mama menghela nafasnya, Mama merengkuh badan Alana dalam pelukan, ia paham betul rentetan kegagalan yang Alana terima belakangan ini pasti membuat Alana mengalami pergolakan emosi yang membuatnya trauma, membuatnya takut dan ragu untuk mengambil keputusan.
“Alana, you know what? Every human in this world has their own luck dan setiap manusia punya waktunya sendiri-sendiri buat sampai pada keberuntungan itu Lan. Kalau gagal ya memang belum sampai aja waktunya, nanti ada kok waktunya buat Alana menikmati keberuntungan itu.”
“Gagal dalam suatu hal memang menyakitkan Mama paham itu, tapi Alana nggak boleh lupa buat berterimakasih sama diri sendiri ya. Lihat? Meskipun gagal berkali-kali tapi Alana tetap mau bangkit dan berusaha lagi, kamu tahu? You’re the coolest Lan, anak Mama hebat banget,” kata Mama panjang lebar sambil mengelus pelan bahu Alana.
Alana yang mendengar perkataan Mama nya tidak lagi mampu untuk menahan tangisannya, ia menangis tersedu.
“Alana tahu, kita semua tahu hidup adalah sebuah perjalanan, yang pastinya isi dari sebuah perjalanan itu nggak bisa semuanya hanya tentang menanjak, kadang kita perlu buat turun ke dasar.”
“Mama tahu kegagalan buat Alana sedih, tapi hidup itu nggak harus selalu berhasil Lan, karena intinya bukan tentang keberhasilannya, tapi tentang bagaimana kita mau terus memulai dan menerima titik awal itu lagi. Jangan hanya memaknai keberhasilan ketika kita berada di titik tertinggi saja, berhasil bangkit satu kali lagi itu juga bagian dari berhasil Alana, and you made it! Alana bangkit satu kali lagi, Alana berhasil untuk itu.” Mama tak henti-hentinya memberikan afirmasi positif untuk Alana.
“Mama…” Alana masih menangis ternyata.
“Alana anak cantik nan baik, ingat nak jangan karena satu kegagalan besar Alana jadi lupa bersyukur atas nikmat kecil di sekitar yang sebenarnya amat penting.”
Alana mengangguk. Mama melepaskan pelukannya, melihat wajah Alana yang sudah memerah akibat menangis Mama mengusap sisa-sia air mata yang masih mengalir itu.
“Kalau Alana mau ikut seleksi itu Mama dukung nak, lakukan apapun yang sekiranya punya dampak positif buat Alana, Mama Papa selalu di sini temani Alana, jangan cemaskan apapun lakukan yang terbaik yang Alana mampu ya, Mama bangga sama Alana.”
Alana merengkuh sekali lagi tubuh wanita paling berharga dalam hidupnya itu, “Ma, Alana sayang Mama.”
Hidup tak pernah bosan memberikan kita masalah-masalah baru setiap hari, manusia sering kali inginnya cepat-cepat bahagia ingin cepat-cepat berhasil, padahal semuanya ada waktunya. Ada yang jalannya lebih cepat, ada yang jalannya lebih lambat, tapi kalau sudah waktunya, semuanya tepat. Kunci kehidupan bukan terletak di pergerakan semu untuk cepat-cepat bahagia melainkan pada kelapangan hati untuk menikmati perjalanan dan menjalani proses tumbuh dihadapan. Hidup hanya perlu diarungi.