Di sebuah gubuk tua itu, ada sosok yang bersembunyi. Entah siapa dia, sosoknya begitu ditakuti dan tak pernah dikunjungi. Berkepribadian jahat katanya, berwajah suram parasnya, suaranya begitu parau. Hanya perkataan kuno, tak ada yang berani mendekatinya dan mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.
Lahirlah aku, Lucia. Bukan anak pemberani, namun anak yang ingin tahu banyak hal. Jadi berani mengikutinya, dan takut ia tinggalkan. Juga hadir sahabatnya dengan berbagai karakter. Panggilah mereka Rendi, bijaksana menurut Lucia namun tak bijak memutuskan untuk dirinya sendiri. Cindy, si gadis pintar nan cantik jika ia melepas kacamata bulatnya. Dan terakhir, Dias. anak paling tampan nan playboy, namun seperti tak ada kata berhenti dalam hidupnya. Semua pasti ada jalan, sesulit apapun itu. Singkatnya, dia manusia optimis.
Di tengah padatnya jadwal sekolah, mereka banyak mencari tahu tentang gubuk tua itu. Dan hari berganti, di liburan musim panas inilah. Mereka akan menjadi tamu pemberani gubuk tua itu. Mengendarai mobil umum seperti biasa, dan kaki meneruskannya. Saat lelah, beristirahatlah mereka agar kaki bisa melangkah kembali. Canda tawa itu yang menghiasi mereka, dan mereka terdiam saat melihat hutan malam nan sunyi juga gubuk tua yang ada ditengah kesunyian tersebut.
Aneh, itu yang mereka rasakan. Kenapa tak ada yang menghambat mereka saat diperjalanan? Bukankah ‘para pemberani’ akan satu persatu mati bahkan saat perjalanan? Apa film horor bohong? Pertanyaan yang mungkin dipertanyakan dipikiran mereka masing-masing namun tertelan oleh rasa terkejut karena gubuk terlihat seperti rumah biasa yang terlihat rumah biasa nan rapih. Apa perkataan itu hanya lelucon? Lelucon jenis apa? Mengapa banyak orang yang menyukai dan mengatakannya berulang-ulang.
“Masuklah, kalian sepertinya orang jauh” sosok perempuan cantik keluar dari ‘gubuk’. Masuklah mereka tanpa kebimbangan yang terucap. Lama berbicara dan menikmati waktu yang begitu hangat sampai pada munculnya bintang, mereka terlelap. Dalam peristirahatan, Lucia terbangun karena terdengar suara auman singa lapar nan buas. Melangkah mencari sumber suara yang sepertinya tak jauh, semua ternyata terbangun juga dari peristirahatan. Kecuali Dias. Dan saat dihampiri, hanya tinggal tulang benulang dan darah Dias yang tersisa di tempat peristirahatannya. “Kalian sudah salah melangkah kemari, pergi atau kalian akan bernasib sama” suara perempuan yang duduk di kursi tengah yang sambi meminum.. Darahh?? Sontak Lucia dan kawan-kawannya melangkah mundur menjauhinya,
“Siapa kau” tanya Rendi yang sudah ketakutan. “Kalian pikir aku siapa? Dan apa kalian belum sadar kalian dimana?” tanya perempuan yang masih meminum secangkir darah, dan tanpa disadari juga tempat mereka berdiri adalah gubuk tua yang menyeramkan. Mereka berpencar, berlari sekuat yang mereka bisa, menjauh mencari jalan keluar. Teriakan terdengar, “satu lagi, darahnya segar.. kalian juga sepertinya memiliki rasa yang sama, kemarilah..”. Jendela tua, pintu bobrok pun tak satupun rusak. Mereka memang sudah dikepung. “Aku tak mau mati disini!! Tapi kau yang harus mati!..” ucap Rendi sambil mengangkat kayu tua. Nihil, tak membuatnya terluka. Bak sihir, kayu itu malah berbalik membunuhnya. “Menyerahlah Lucia, kemari aku haus sekarang, darahmu rasanya sangat segar..”
“Aku takkan mati! Aku akan membawamu ke neraka!” sambil membacakan kata perkata dalam buku hitam yang ia bawa. “silahkan.. cerita mengerikan ini akan terus berlanjut ” jawabnya.
Penulis merupakan Mahasiswa Semester VI Ilmu Komunikasi Jurnalistik UIN Bandung