Sun, 9 February 2025

Mahasiswa UIN Bandung Desak Kebijakan UKT yang Lebih Adil

Reporter: Valya Azzahra Nurul Arafah | Redaktur: KHOIRUNNISA FEBRIANI SOFWAN | Dibaca 1162 kali

Fri, 31 January 2025
(Sumber foto: Rafi Ikhwanudien Muhammad/Jurnalposmedia)

JURNALPOSMEDIA.COM – Puluhan mahasiswa UIN Bandung menyuarakan aspirasi mereka dalam Seruan Aksi “Menolak Keputusan Menteri Agama No. 498 dan Evaluasi 100 Hari Kerja Kabinet Merah Putih”, ke Kementerian Agama (Kemenag) pada Kamis (30/1/2025) lalu.

Aksi tersebut dilakukan sebagai respon dari mahasiswa terkait kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dinilai semakin memberatkan dan menegaskan perlunya revisi terhadap Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 498.

Isu utama yang menjadi sorotan adalah kebijakan KMA 498 yang menetapkan pembayaran UKT penuh hingga semester ke-12 serta kenaikan UKT yang tidak transparan.

Direktur Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis), Sahiron menjelaskan, biaya operasional pendidikan sebenarnya mencapai Rp7 juta untuk tiap mahasiswa per semesternya. Namun, untuk meringankan beban mahasiswa, pemerintah menetapkan skema subsidi silang.

“Yang kaya membayar penuh, sementara yang kurang mampu dibantu dengan subsidi dari pemerintah,” jelas Sahiron pada Kamis (30/1/2025).

Ia juga menegaskan pemerintah telah memberikan banyak bantuan, termasuk beasiswa dan subsidi lainnya.

“Namun, bantuan ini belum bisa 100 persen karena keterbatasan anggaran negara,” tambahnya.

Lebih lanjut, pihak Kemenag berjanji akan mengkaji kembali kebijakan KMA 498 serta mengevaluasi skema pembayaran UKT di UIN Bandung dan kampus lainnya.

“Kami akan berupaya mencari solusi yang terbaik bagi mahasiswa,” janji Sahiron.

Di sisi lain, Wakil Presiden Mahasiswa Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) UIN Bandung, Novian Ramadhan, menyatakan perjuangan ini telah berlangsung lama.

“Kami sudah berulang kali melakukan audiensi dengan pihak kampus, namun selalu dilempar bahwa masalah ini adalah tanggung jawab Kementerian Agama,” ujarnya saat diwawancarai Jurnalposmedia, Kamis (30/1/2025).

Menurut Novian, mahasiswa yang mayoritas berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah semakin terbebani atas kebijakan ini.

“Tidak semua mahasiswa mampu, banyak dari kami yang harus bekerja paruh waktu untuk menutupi biaya kuliah,” tambahnya.

Meski begitu, mahasiswa tetap menuntut langkah konkret dari Kemenag

“Kami ingin kebijakan yang lebih adil dan transparan terkait kenaikan UKT serta mekanisme banding yang dapat dilakukan setiap semester,” tegas Novian.

Senada dengan Novian, Kementerian Luar Negeri Dema, Muhamad Iqbal, menyoroti kebijakan banding UKT yang hanya dapat diajukan pada semester awal.

“Seharusnya ada kebijakan yang memungkinkan banding UKT di setiap semester. Kondisi ekonomi keluarga tidak selalu stabil,” jelasnya.

Ia juga mengungkapkan banyak mahasiswa yang harus bekerja serabutan untuk melanjutkan kuliah.

“Ada yang jual gorengan, risoles, bahkan jadi driver ojek online. Namun sayangnya, kampus tidak membuka opsi cicilan pembayaran UKT,” keluh Iqbal.

Sementara itu, Ketua Dema Fakultas Psikologi, Hilmi Jarsidiq menyebutkan, kenaikan UKT tidak hanya dirasakan mahasiswa semester akhir, tetapi juga mahasiswa baru.

“Setiap angkatan baru selalu mengalami kenaikan UKT, sementara angkatan sebelumnya tetap membayar dengan tarif lama. Ini menimbulkan ketidakadilan,” ungkapnya.

Mahasiswa berharap audiensi ini dapat menghasilkan perubahan nyata yang berpihak pada mereka.

“Kami tidak ingin sekadar didengar, tetapi juga diberikan solusi konkret,” ujar Hilmi penuh harap.

Dengan audiensi ini, mahasiswa berharap perjuangan mereka membuahkan hasil yang dapat meringankan beban finansial dan memastikan akses pendidikan yang lebih inklusif di UIN Bandung.

Bagikan :
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Terlama
Terbaru Suara Banyak
Inline Feedbacks
View all comments