JURNALPOSMEDIA.COM – Menilik ramainya perbincangan mengenai rasisme belakangan ini, bidang Intelektual dan Sosial Hima Jurnalistik membahas persoalan tersebut dalam diskusi bertema “Rasisme, Toleransi, dan Pluralisme: Membangun Indonesia dalam Perbedaan”. Diskusi digelar melalui Zoom Meeting, Kamis (9/7/2020).
Tema tersebut juga berangkat dari keberagaman budaya, suku, dan bahasa di Indonesia yang menjadi peluang besar untuk menaikkan level Indonesia di mata dunia. Namun, di satu sisi hal itu dapat menjadi ancaman rasisme. Selaku pemateri, pendiri Institute of Democracy and Education (IDE) Indonesia, Gugun Gumilar pun mengemukakan pandangannya mengenai rasisme di tanah air.
“Saat ini rasisme tidak hanya terikat oleh perbedaan ras, suku ataupun warna kulit. Namun, rasisme dalam pendidikan juga bisa saja terjadi. Seperti pada kasus PPDB di Indonesia. Tak hanya itu, rasisme juga bisa terjadi dalam bidang ekonomi dan kesehatan,” tutur Gugun.
Menurutnya, membangun sikap toleransi dan pluralisme sangat penting untuk menekan sikap rasisme. Kunci membangun sikap tersebut adalah dengan menerapkan nilai-nilai pancasila, karena nilai pancasila dibuat sesuai dengan budaya di Indonesia. Termasuk di dalamnya, kata Gugun, menerapkan semboyan bangsa “Bhineka Tunggal Ika”.
“Pancasila akan menjadi ideologi kuat apabila diamalkan dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” katanya. Gugun menegaskan bahwa anak muda perlu membangun karakter yang baik. Di antaranya membangun interfaith dialogue atau dialog antarumat beragama.
Selain itu, ia juga menegaskan bahwa anak muda Indonesia perlu membangun semangat literasi dan diskusi untuk mempertajam daya kritis akan suatu fenomena. Gugun mengatakan bahwa semakin banyak berdialog dan bertukar pikiran dengan orang yang berbeda budaya, maka pikiran akan semakin terbuka untuk menerima semua perbedaan.
Salah satu peserta diskusi, Abdul Hafiz, menanyakan perihal cara terbaik untuk memberikan pemahaman kepada orang yang melakukan tindakan rasisme. Gugun pun menanggapi bahwa rasisme biasa terjadi karena prasangka dan ketidaktahuan.
“Orang seperti ini perlu diajak untuk mampu meningkatkan kualitas literasinya. Salah satunya dengan cara berdialog, karena biasanya orang yang melakukan tindakan rasisme itu tidak menyadari tindakannya termasuk rasisme,” jawab Gugun.
Adapun peserta diskusi lain, Fauziah Farhan, mempertanyakan mengapa sebagian perguruan tinggi Islam menolak calon mahasiswa non muslim untuk belajar di kampus tersebut. Menanggapi pertanyaan itu, Gugun memaparkan hasil penelitian yang dilakukan Boston University terkait pesatnya perkembangan Islam pada tahun 2050 mendatang.
Menurut Gugun, penelitian tersebut menunjukkan bahwa Islam akan menjadi agama terbesar kedua di Amerika setelah Nasrani. Hal itu memperlihatkan bahwa di dunia barat, Islam akan booming dan menjadi perhatian khusus di tengah umat agama lain.
“Dari penelitian tersebut, masyarakat Indonesia tidak bisa lagi menganggap remeh masyarakat non muslim yang ingin belajar di kampus-kampus Islam. Bahkan, yang ingin mempelajari Islam,” katanya.
Lebih lanjut, guna mencegah rasisme dan membangun toleransi, Gugun pun menyampaikan enam kecerdasan yang harus dimiliki individu di masa kini. Mulai dari Technological Intellegence, Contextual Intellegence, Emotional and Social Intellegence, Generative Intellegence, Explorative Intellegence, serta Moral Intellegence.
“Sebagai generasi bangsa, kita harus tetap semangat. Kita harus bisa membangun toleransi dan pluralisme. Mari membangun Indonesia dengan potensi dan talenta yang dimiliki anak muda saat ini,” pungkasnya.