Sun, 8 September 2024

Berjalan Tanpa Sandaran Dema-U

Reporter:  Robby Fathan Qorieb A | Redaktur: Ghina Tsuroya | Dibaca 190 kali

Thu, 15 October 2020
Ketua Dema-U UIN Bandung periode 2018/2019, Oki Reival Julianda saat ditemui Jurnalposmedia di Warkop Sejati Cibiru, Sabtu (26/9/2020). (Ahmad Baihaqi/Jurnalposmedia)

JURNALPOSMEDIA.COM – Kekosongan kursi Dema-U sangat berpengaruh terhadap laju informasi dan komunikasi dari pihak universitas kepada Dema-F. Posisi Dema-U yang seharusnya menjadi penyambung lidah dengan pihak birokrasi, kini harus dilakukan secara mandiri oleh masing-masing Dema-F di UIN Bandung.

Hal itu tak ayal menjadi keluhan bersama sejumlah Dema-F di UIN Bandung. Jurnalposmedia berkesempatan untuk memintai tanggapan empat Dema-F terhadap keberadaan sosok penting Dema-U. Keempat perwakilan itu adalah Dema-F Ushuluddin (M. Helmi Mighafaza) dan Dema-F Dakwah dan Komunikasi (M. Faizal Nailusidqi).

Kemudian, Dema-F Syariah dan Hukum (Syahrianda Juhar) serta Dema-F Adab dan Humaniora (Harry Ahmad Gunawan). Mereka mengatakan, berakhirnya kepengurusan Dema-U periode 2018-2019 yang dinahkodai Oki Reval Julianda juga serta merta memutus keterlibatan mereka dengan Dema-F.

“Tidak (ada keterlibatan) sama sekali, karena sudah habis juga kan masanya dia satu tahun selesai. Saya naik (menjabat Dema-F) sampai mau dipenghujung kepengurusan, tidak ada kontribusinya sama sekali dari Dema-U,” ucap Helmi saat diwawancarai pada Rabu (23/9/2020).

Sama halnya dengan Harry, kendati Dema-F di era kepengurusannya masih terbilang baru, ia pun merasakan sulitnya ketiadaan sosok Dema-U yang memiliki posisi penting, “Apalagi soal koordinasi dan komunikasi dari tatanan universitas ke fakultas. Semisal informasi terkait PBAK universitas yang sifatnya itu langsung,” jelasnya saat ditemui tim Jurnalposmedia, Kamis (24/9/2020).

“Sebenarnya banyak juga kritik-kritik untuk Dema-U yang kemarin. Cuma yang paling dekat kemarin aja seperti adanya KMTA, terus masalah UKT yang tempo hari. Harusnya kita ada instruksi dari Dema-U, tapi karena tidak ada antar-Dema-F seperti sungkan-sungkan (untuk mengeluarkan instruksi), karena posisinya kita kan sama sebagai ketua Dema di masing-masing fakultasnya,” tambah Helmi.

Tidak adanya garis koordinasi dan komunikasi ke tingkat universitas membuat para Dema-F tidak memiliki sandaran. Mereka pun harus melakukan koordinasi yang berlangsung hanya di tingkat antar fakultas. Oki Reval pun angkat suara melihat kesulitan yang dihadapi Dema-F di tengah penantian kehadiran Dema-U yang baru.

“Yang pertama, saya mengapresiasi semangat yang dilakukan oleh teman-teman Dema-F. Ada beberapa Dema-F itu membuat pernyataan sikap. Bahkan antar-Dema-F itu terjadi komunikasi. Mereka membuat forum itu sendiri, mereka melakukan audiensi berdasarkan kesepakatan forum itu,” tuturnya saat ditemui di Warkop Sejati Cibiru, Sabtu (26/9/2020).

Oki mengaku salut akan kemampuan mahasiswa UIN Bandung yang dapat bergerak tanpa adanya Dema-U sebagai pihak yang seharusnya mengkoordinir, atau memobilisasi secara terstruktur untuk menyuarakan aspirasi mahasiswa. Ia mengatakan bahwa sudah seharusnya komunikasi dari pihak universitas dijembatani oleh Dema-U.

“Dema-U lah yang bertanggung jawab terhadap hal itu, dan mungkin Sema-U juga bertanggung jawab akan hal itu. Tetapi karena Dema-U nya belum terbentuk dan Sema-U nya penuh dengan konflik, sehingga ini seolah-olah ada gap,” tambahnya. Inisiatif dari kalangan Dema-F juga dinilai Harry sebagai solusi di tengah koordinasi yang sedang tidak baik dan dapat menimbulkan dampak buruk bagi mahasiswa.

Lebih lanjut, saat diwawancarai pada Jumat (9/10/2020), Syahrianda mengatakan bahwa Dema-F tetap fokus pada fakultasnya dalam program ataupun tupoksi yang sudah ditentukan. Baik itu menurut peraturan persema ataupun GBPK yang berlaku di fakultasnya masing-masing.

Harapan Baru untuk Dema-U

Menyikapi akan adanya pembentukan Dema-U yang baru, berbagai harapan datang dari Dema-F. Salah satunya, Syahrianda. Ia berharap sosok Dema-U yang bisa membawa UIN Bandung lebih baik serta mampu merangkul mahasiswa mulai di tingkat universitas hingga jurusan, dan dapat bersinergi dalam ormawa ekstra.

Begitupun dengan Faizal, ia berujar bahwa terbentuknya Dema-U akan menjadi tempat untuk menampung aspirasi dari mahasiswa, “Yang jelas jika memang sudah terbentuk, segala aspirasi dan masukan dari mahasiswa akan segera kita sampaikan kepada Dema-U, atau segera menjembatani antara tingkat fakultas dan rektorat soal aspirasi tersebut,” katanya saat diwawancarai secara daring, Jumat (25/9/2020).

Harapan lain datang dari Helmi. Ia ingin Dema-U bisa merangkul semua elemen mulai dari ormawa, UKM, UKK dan mahasiswa. Hal itu dikarenakan ia menilai era Dema-U yang lalu hanya menggelar event secara eksklusif, serta dirasa hanya ditujukan untuk golongannya, dan tidak menyeluruh ke semua mahasiswa.

“Nah itu yang menjadi kritik juga, salah satunya ke Dema-U yang kemarin. Kalau mau ada acara ya ke semuanya lah, semuanya bisa merasakan, semua harus tahu infonya. Bukan hanya pada golongan-golongan tertentu saja yang merasakan acara itu. Ya pastinya lebih baik lagi dengan kepengurusan yang baru nanti di Dema-U,” ucapnya.

Tak ketinggalan, Oki pun berharap kepengurusan Dema-U ke depannya dapat lebih baik dari era kepengurusannya serta mampu menampung aspirasi mahasiswa dari fakultas dan jurusan, “Ya seharusnya aspirasi itu kan disampaikan kepada teman-teman Sema-U, tetapi ketika Sema-U tidak mampu menampung aspirasi, apa salahnya (jika) Dema-U yang mendengarkan aspirasi,” katanya.

Berkaitan dengan program kerja (proker), Oki berharap agar proker yang akan dilaksanakan didasarkan pada kebutuhan UIN Bandung khususnya untuk mahasiswa. Ia pun ingin agar tatanan atau fondasi yang telah dibangunnya, baik untuk internal maupun eksternal universitas dapat diteruskan oleh Dema-U selanjutnya.

Sehingga, Dema-U memiliki wawasan ke luar dan tidak hanya berkutat pada konflik-konflik yang terjadi di internal kampus. Ia pun berpesan agar Dema-U selanjutnya mampu bersaing dengan rekan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) universitas yang lain.

“Kita pernah bertamu dan berkomunikasi dengan BEM yang lain, di sana saya mendapatkan point ternyata pemikiran-pemikiran mahasiswa UIN Bandung mampu menjadi salah satu solusi ketika ada permasalahan di negara ini. Pesan saya, kita jangan terlalu larut terhadap konflik yang terjadi di internal UIN Bandung. Konflik itu harus diselesaikan, tetapi jangan sampai konflik itu membuat kita tidak produktif dan tidak mengenal dunia luar,” tutupnya.

*Kru Liput: Abdul Hafid Wibowo, Anastasya, Citra Listiani, Robby Fathan, Sherly Putri, Tina Susilawati, dan Deden Adrian

Bagikan :
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments