Tak penat kau menapaki hamparan bentala
Menyusur jalan tanpa kelesah
Tak inginkah rehat sejenak?
Menatapmu batinku penuh sesak
Pah, lihatlah
Kulit tanganmu lebam hampir beku
Peluh bercucuran menyusuri rahang yang kokoh
Bibirmu sepa tanpa warna
Aku bangga memilikimu
Tak ada ragu aku menyanjungmu
Tiap langkahmu penentu makmurnya wangsa
Kutengok kau menengadah dibalik pelita
Duduk bersimpuh, tangan meminta, mulut mengecap, jatuh air mata
Tak lelah bekerja keras dan berdo’a
Hatiku nanar
Kala melihatmu lelah tanpa aku berbuat apa
Engkau bentuk nyata para pejuang tegar
Demi melahirkan generasi terpelajar
Pah, ingatkah dahulu?
Pra daku cukup umur dan kau tak lagi uzur
Kau menimplangku di atas ruas jari kokohmu
Aku terbahak tergelitik canda tawa yang terbaur dibawah gubuk istana
Hiasan usang menjadi saksi bisu tangisku mereda
Selamat Hari Ayah,