JURNALPOSMEDIA.COM–Jurnalis merupakan bagian dari profesi di bidang kejurnalistikan dimana pers dinilai sebagai media yang memiliki peran sebagai lembaga sosial dan ekonomi. Jurnalis bekerja untuk mendapakan upah dari hasil mencari, mengolah, serta menyebarluaskan berita. Pekerjaan ini dituntut 24 jam beserta resiko dan tantangan di dalamnya.
1 Mei diperingati dengan Hari buruh sedunia atau disebut May Day. Pada dasarnya, buruh, pekerja, tenaga kerja maupun karyawan statusnya sama. Namun, di Indonesia kata “buruh” memiliki konotasi yang berbeda. Buruh berkonotasi sebagai pekerjaan rendahan, kasaran, bahkan hina. Padahal dalam KBBI, buruh adalah orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapatkan upah. Mendengar istilah jurnalis, tentu lebih etis dibanding sebutan buruh dan dikatakan sebagai profesi karena harus memiliki kemampuan di bidang jurnalistik. Kendati demikian, jurnalis juga buruh, dengan sebutan akrab bahwa ia adalah kuli tinta.
Hari buruh diperingati sebagai upaya penuntutan hak-hak para buruh, di antaranya tuntutan kelayakan upah hingga pengurangan jam kerja. Peringatan hari buruh dapat dimaknai dengan berbagai cara, namun aksi unjuk rasa adalah cara yang paling dominan dilakukan di negara manapun. Massa unjuk rasa umumnya didominasi buruh pekerja fisik. Jika jurnalis juga buruh, mengapa kebanyakan jurnalis hanya melakukan liputan di hari buruh dan tidak turut serta berunjuk rasa menuntut haknya sebagai buruh? Apakah karena memang sudah merasa sejahtera?
Padahal di negeri ini, masih banyak jurnalis dengan upah jauh di bawah nominal yang diharapkan, sementara tuntutan kerjanya tinggi. Realitanya, profesi jurnalis sangat memprihatinkan, dari segi upah sangat bertolak belakang dengan resiko yang mungkin menimpa. Seorang jurnalis wajib mematuhi kode etik yang dijunjung tinggi, dengan harus lapang dada menerima status pekerjaannya sebagai buruh. Itulah dilema bagi jurnalis, banyak yang berupah tidak layak tapi tak ada yang mampu berkompromi atas standar profesi tersebut.