JURNALPOSMEDIA.COM— Mahasiswa UIN Bandung, yang tergabung dalam Komite Aksi Mahasiswa (KAM) UIN Bandung menggelar aksi di depan Gedung Anwar Musaddad, Selasa, (2/4/2019) pagi. Kegiatan tersebut sebagai wujud solidaritas terhadap korban kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh dosen terhadap mahasiswi UIN Bandung.
Menurut salah satu aktivis dala, aksi ini, Vini Zulva, mengatakan bahwa elemen-elemen mahasiswa yang tergabung dalam KAM di dalamnya mencakup beberapa organisasi tertentu. Di antaranya adalah WSC (Women Studies Center) dan RD (Rumah Diskusi) yang memiliki tujuan yang sama yaitu menghapuskan dan menindak lanjuti pelecehan seksual.
Aksi ini merupakan capaian yang telah direncanakan sejak 2018. Ia menuturkan aksi ini menekankan bahwa kampus dinilai tidak demokratis. Penilaian tersebut dinilai wajar, pasalnya pihak kampus tidak melibatkan mahasiswa dalam tim investigasi dugaan pelecehan seksual.
“Diraihnya akreditasi dengan predikat A dan booming-nya berita kasus pelecehan seksual yang diberitakan oleh BBC Indonesia menjadi pemantik kami menggelar aksi ini yang sudah direncanakan jauh-jauh hari,” ujar Vini.
Vini mengatakan, sebelumnya sempat diadakan konferensi pers untuk kasus ini. Tim investigasi pun diundang, namun tidak dihadiri oleh ketua tim investigasi tersebut
Menurutnya, tim investigasi yang terdiri dari beberapa dosen dinilai tidak ada yang concern dalam kasus ini sehingga itulah alasannya harus melibatkan mahasiswa di dalam investigasi tersebut.
“Mahasiswa cenderung banyak yang concern terhadap kasus ini. Seperti WSC dan Suaka membuka bilik pengaduan terhadap korban pelecehan tersebut. Lalu mengapa kampus tidak menjadikan mahasiswa-mahasiswa tersebut terlibat dalam tim investigasi,” katanya.
Data yang dikumpulkan oleh UKM WSC (Women Studies Center) pada tahun 2018, terdapat 4 dosen dan 9 mahasiswa yang menjadi pelaku kekerasan seksual di lingkungan kampus. Sebanyak 11 orang menjadi korban.
Vini juga menambahakan bahwa aksi ini juga berkaitan dengan dicapainya akreditasi kampus dengan predikat A.
“Aksi ini sebagai bentuk kritik dan momentum. Bahwa dengan dicapainya akreditasi dengan predikat A, seharusnya kampus bisa menyelesaikan masalah-masalah tertentu. Seperti kasus pelecehan seksual yang sudah terjadi pada tahun lalu, bahkan di antaranya juga adalah standar yang diatur oleh BAN-PT,” katanya.
Beberapa persoalan yang disampaikan dalam aksi ini yaitu mengenai UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang setiap tahun naik. Namun, hal tersebut tidak berbanding lurus dengan infrastruktur dan sarana yang disediakan oleh kampus. Ia juga menambahkan bahwa dengan naiknya UKT setiap tahun, terdapat hasil konsolidasi dari mahasiswa tertentu. Hal terkait dengan kapablitas dosen yang mengajar tidak sesuai dengan mata kuliah yang diajarkan .
Selain itu, Vini juga mengaku bahwa aksi ini dilakukan di depan gedung Anwar Musaddad bersamaan dengan diadakannya acara Forum Group Discussion. Tujuannya untuk menyuarakan aspirasi mereka kepada ketua investigasi kasus pelecehan seksual yang juga mengahadiri acara tersebut.
Dalam pers rilisnya, mereka menuntut beberapa hal. Di antaranya adalah, melibatkan mahasiswa dalam tim investigasi sebagai wujud demokratisasi kampus, menghentikan victim blaming dan kampus harus membuat zona ramah gender. Selain itu, kampus juga harus membuat zona bebas kekerasan seksual, memiliki dan memenuhi fasilitas mahasiswa yang terdiri dari lahan parkir dan trotoar.
Hal lain yang dituntut oleh aksi ini dalam pers rilisnya adalah kekurangan-kekurangan kampus yang dinilai masih banyak yang harus diperbaiki. Apalagi dengan predikat A dari BAN-PT yang baru saja diraih. Hal tersebut di antaranya adalah pembiayaan, sarana dan prasarana serta informasi. Hal-hal tersebut juga merupakan beberapa standar yang diatur oleh BAN-PT sebagai sebagai standar akreditasi institusi di perguruan tinggi.
Berdasarkan pers rilisnya, sarana dan prasarana di kampus ini jauh kurang memadai. Salah satunya adalah fasilitas SC (Student Center). Vini berharap, aksi ini mendapat perhatian dari mahasiswa .
“Saya berharap (aksi ini) dapat menimbulkan kesadaran mahasiswa yang melihat aksi. Tujuannya tercapai tentang investigasi yang harus melibatkan mahasiswa sebagai bentuk demokratisasi kampus. Lalu tindak lanjut mahasiswa yang menjadi korban agar diyakinkan bahwa mereka aman dan tidak diintimidasi oleh siapapun ketika melapor, dan hak-haknya ditegakkan,” pungkasnya.