Wed, 15 January 2025

PJTLN Jurnalposmedia 2021, Asfinawati: Media Memiliki Peran Sentral dalam Pilar Keempat Demokrasi

Reporter: Sherly Putri Febrianti | Redaktur: Intan Riskina Ichsan | Dibaca 277 kali

Sat, 6 November 2021
Penyampaian materi dari Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati pada hari kedua PJTLN 2021 Jurnalposmedia UIN Bandung, Sabtu (6/11/2021). (Sumber: Dokumen pribadi Jurnalposmedia)

JURNALPOSMEDIA.COM – Rangkaian kegiatan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional (PJTLN) Jurnalposmedia 2021 yang diadakan selama 3 hari telah berlangsung sampai hari kedua. Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, menyampaikan materi tentang Implementasi Advokasi Jurnalisme di Lapangan pada Sabtu (6/11/2021) melalui Zoom Meeting.

Sebelum memaparkan, Asfinawati mengatakan bahwa media memiliki peran sentral dalam pilar keempat demokrasi. Ia juga menjabarkan beberapa pasal yang mendukung pengimplementasian jurnalis di lapangan. Beberapa jaminan hukum tertera di bagian konstitusi yakni, Pasal 28F UUD 1945 yang berbunyi:

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Tetapi menurut Asfinawati, justru para pejabat yang ada di Indonesia tidak memperhatikan konstitusi dengan baik.

“Hukum tidak berkerja apa adanya, hak itu harus diperjuangkan. Bahkan kini hukum tertulis atau formal rasanya tidak kuat, karena ada hukum penguasa. Terlebih jika sudah ada sangkut paut dengan pihak kepolisian. Maka akan sulit sekali mengimplementasikannya,” ujar Asfin.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, ada tiga asumsi yang tersebar luas mengenai hukum dan kesetaraan undang-undang. Yakni, UU KUHP, UU Pers, dan UU ITE.

“UU KUHP ini sifatnya umum, sedangkan UU Pers dan UU ITE bersifat khusus. Khusus di sini beda peruntukkannya. Hukum khusus ini kesetaraanya dapat menyampingkan hukum umum,” jelasnya.

Oleh karenanya, Asfinawati mengatakan tentang kondisi jurnalis saat ini jika disangkut pautkan dengan UU tersebut.

“Jangankan jurnalis kampus, jurnalis media juga dapat digugat. Bahkan ada jurnalis dari 20 media di suatu wilayah digugat perdata dengan denda 5 miliyar rupiah. Hakikatnya kita (jurnalis) memiliki hak mendapatkan informasi dan menyebarluaskannya. Realitasnya banyak sekali kekerasan yang didapatkan para jurnalis. Mengerikan,” kata Asfinawati.

Hal tersebut diperkuat oleh Rifky Al Wafi dari LPM FatsOeN sebagai salah satu peserta. Ia menceritakan bagaimana FatsOeN pernah mendapatkan saksi sosial di lingkungan kampusnya.

“Di tahun ini, FatsOeN pernah mendapatkan sanksi sosial. Padahal, kami (FatsOeN) hanya menyampaikan suatu berita saja. Banyak sekali tendensus yang menjatuhkan citra kami,” kata Rifky.

Berbanding terbalik dengan citra FatsOeN di luar kampus yang dianggap sangat bijaksana dalam menyampaikan suatu kebenaran untuk diketahui khalayak. Hal tersebut diaminkan oleh Asfinawati, ia sangat mengapresiasi tindakan FatsOeN tersebut.

Sebagai pamungkas, Asfinawati mengatakan para jurnalis mahasiswa harus berjejaring secara luas, nasional atau bahkan internasional. Urgensi berjejaring ini menurutnya sangat penting karena selain memperluas keahlian advokasi, jurnalis mahasiswa juga dapat mempercepat langkah advokasi serta meningkatkan daya tekan.

Bagikan :
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Terlama
Terbaru Suara Banyak
Inline Feedbacks
View all comments