JURNALPOSMEDIA.COM– Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Jumpa Universitas Pasundan menggelar diskusi umum. Diskusi bertajuk “Freedom of Expression for a Better Future” ini digelar di Aula Suradiredja Universitas Pasundan Jalan Lengkong Besar No. 68, Kota Bandung, Selasa (30/04/2019) siang.
Diskusi ini menghadirkan tiga pemateri utama. Salah satu pemateri dalam diskusi, Rahmat Ali berpendapat bahwa produk yang dihasilkan oleh pers mahasiswa saat ini cenderung diintervensi oleh media mainstream.
Ia pun menuturkan, pers mahasiswa terkadang malah mengikuti tren yang diangkat oleh media. Hal tersebut membuat pers mahasiswa tidak memiliki isu sendiri
“Pers mahasiswa kadang malah mengikuti tren media mainstream. Jadi pers mahasiswa tidak memiliki isu sendiri,” ujar Ali.
Sekjen PPMI ini juga menuturkan bahwa, unuk bisa diakui, pers mahasiswa harus bisa meningkatkan kualitasnya. Menurutnya, pers mahasiswa merupakan organisasi jurnalistik yang berasal dari literasi.
“Pers mahasiswa merupakan organisasi jurnalistik yang lahir dari rahim gerakan literasi, bukan politis,” tuturnya.
Meski demikian, Ali tidak memungkiri bahwa media saat ini telah dijadikan sebuah lahan bisnis. Hal tersebut menjadikan pemilik media cenderung tidak netral dan berpengaruh juga kepada kebijakan perpolitikan.
Menanggapi hal tersebut, pemateri lainnya, Aditya Annas Azhari menambahkan, bahwa media saat ini selain memiliki kepentingan bisnis juga memiliki kepentingan politis. Sehingga menyebabkan media mainstream memilih untuk mengekor kepada pemerintah. Salah satu tujuannya untuk meraup keuntungan profit.
Aditya juga mengatakan bahwa media saat ini cenderung multiplatform. Hal ini membuat jurnalis dan orang-orang yang terlibat dalam industri media dituntut untuk tidak hanya mampu menulis, juga harus mampu dalam bidang videografi dan fotografi.
Wisnu Prasetya Utomo yang juga salah satu pemateri dalam diskusi ini, berpendapat mengenai apa itu sebenarnya oligarki media dalam sudut pandangnya. Ia mengungkapkan bahwa oligarki media merupakan gejala keterpusatan media dalam segelintir orang yang. Hal tersebut dapat berdampak kepada hukum ekonomi dan politik serta berpengaruh kepada jurnalisme.
“Oligarki media menjadi kuat itu disebabkan karena tidak adanya regulasi pemerintah yang mampu memecah oligarki tersebut,” katanya.
Menambahkan pendapat Ali soal organisasi jurnalistik yang berasal dari literasi, Wisnu mengatakan bahwa literasi media adalah fungsi bagaimana pers mahasiswa mampu membuat konten dan isu untuk masyarakat. Sehingga dapat meningkatkan nalar dan intelektual mereka terhadap sesuatu.
Feni Maryani selaku Ketua Pelaksana diskusi, mengatakan bahwa latar belakang diadakannya diskusi ini dengan tema tersebut adalah terjadinya keterbatasan berekspresi yang menimpa LPM Suara Universitas Sumatera Utara (USU) beberapa waktu lalu.
Izin keberadaannya pun dicabut oleh rektor. Berangkat dari hal tersebut, Feni menginginkan melalui diskusi ini, terdapat kesadaran bahwa LPM hendaknya dibebaskan dalam berekspresi melalui berbagai produk LPM.
“Sasaran utamanya adalah untuk mahasiswa, tujuannya agar belajar kepentingan media itu seperti apa. Selain itu juga agar LPM bisa lebih dihargai dan pers mahasiswa tidak hanya dijadikan kepentingan oligarki politik,” tutupnya.