JURNALPOSMEDIA.COM– Salah satu sejarah kelam Indonesia terjadi pada 12-15 Mei 1998. Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) mencatat ada 1217 orang tewas terbakar, 31 orang hilang, dan 52 perempuan etnis Tionghoa yang diperkosa. Tragedi Mei 1998 ini merupakan kemarahan masyarakat terhadap kebrutalan aparat keamanan dalam peristiwa Trisakti, yang menewaskan rekan aktivis saat menuntut lengsernya orde baru. Amuk massa ini terjadi siang dan malam, ada beberapa peristiwa yang masih terngiang sampai saat ini.
Tercatat ada 1217 orang tewas terbakar, Mall Klender di kawasan Jakarta timur menjadi saksi bisu tragedI Mei 1998 silam. Suyono salah satu saksi sejarah mengingat peristiwa tragis 20 tahun silam menuturkan, penjarahan terjadi karena adanya provokator dari beberapa kelompok pria berbadan tegap. Kepulan asap tebal dari lantai satu membuat beberapa orang yang berada di dalam jatuh pingsan karena sesak napas. Dan beberapa orang memilih loncat dari jendela untuk keluar, dia mengatakan banyak orang yang terpanggang ,saya bersyukur bisa selamat, dan 31 orang hilang sampai saat ini ,
#menolaklupa ini sebagai wujud betapa mengerikannya insiden penghilangan dan penculikan paksa. Ada yang berhasil kembali dan ada yang menghilang sampai saat ini . Dari 13 korban yang hilang salah satunyayaitu Wiji Thukul sastrawan dan aktivis HAM, bertubuh krempeng dan berjiwa seganas singa kini tak tentu rimbanya ia hilang sekitar sebulan sebelum rezim tumbang.
Sedangkan, peristiwa pemerkosaan Mei 1998 bukan cerita pemerkosaan biasa karena salah satu teror politik yang menggunakan tubuh dan seksualitas perempuan Tionghoa. Lexy Rambadeta jurnalis yang saat itu mengambil gambar mendengar kabar segerombolan pria mendatangi sebuah apartemen di Pantai Indah Kapuk. Massa yang beringas menyisir apartemen itu memperkosa dan menganiaya setiap perempuan etnis Tionghoa yang mereka temui.
Dari beberapa kasus diatas jika kita telaah semua itu merupakan kasus HAM berat dan wajib ditindak lanjuti. Namun dalam kenyataannya sampai sekarang belum ada kejelasan yang nyata dari pemerintah. Kami sebagai generasi muda hanya bisa berharap ini menjadi satu masalah bagi pemerintah yang harus segera ditindak lanjuti, agar kejadian serupa tidak terjadi
kembali.