JURNALPOSMEDIA.COM – Ratusan mahasiswa dari berbagai universitas di Bandung turun ke jalan dalam aksi demonstrasi bertajuk ‘Indonesia Gelap’.
Aksi ini digelar sebagai bentuk protes terhadap pemangkasan anggaran pendidikan yang dinilai akan semakin memperburuk akses pendidikan bagi mahasiswa dari kalangan ekonomi lemah.
Menteri Luar Negeri BEM FISIP Universitas Pasundan, Rangga Rizky Maulana menegaskan, aksi ini merupakan hasil konsolidasi berbagai organisasi mahasiswa yang mengkaji dampak kebijakan pemotongan anggaran pendidikan.
“Di sini kalau yang hadir dari Universitas Pasundan ada empat fakultas. Mungkin salah satunya ya terkait pemotongan dana pendidikan dan juga LPG,” katanya ketika diwawancarai Jurnalposmedia pada, Senin (17/2/2025).
Salah satu orator dalam aksi ini, Ainur Mardiah dari Front Mahasiswa Nasional (FMN) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), menyoroti dampak pemangkasan anggaran pendidikan terhadap Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa.
“Dampak dari pemotongan anggaran pendidikan itu maka UKT mahasiswa akan melonjak tinggi drastis. Sementara di sisi lain upah dari orang tua kita itu kan tidak naik,” jelasnya.
Mahasiswa yang tergabung dalam aksi ini menuntut pemerintah untuk mengembalikan anggaran pendidikan ke alokasi semula dan memastikan kebijakan yang diambil tidak semakin membebani rakyat.
“Pendidikan itu hak demokratis dimana baik dan miskin maupun kaya semuanya berhak atas pendidikan, karena itu sudah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan itu tanggung jawabnya negara,” tegas Ainur.
Jika tuntutan mereka tidak dipenuhi, mahasiswa berencana untuk terus melakukan konsolidasi dengan berbagai sektor, termasuk buruh dan petani.
Salah satu peserta aksi mahasiswa UPI, Muhammad Pramudya menyoroti dampak langsung pemangkasan anggaran terhadap biaya pendidikan. Ia mengatakan bahwa hal itu akan berimbas pada mahasiswa penerima KIP-K yang terancam dicabut beasiswanya.
“Apalagi di kampus kita itu banyak yang hampir terancam KIP-nya itu dicabut. Bahkan teman saya juga ada yang dari Malaysia terpaksa kalau misalnya kebijakan ini ada, harus tetap dideportasi lagi ke Malaysia,” jelasnya.
Pramudya juga mengkritik prioritas anggaran pemerintahan Prabowo-Gibran yang tidak menempatkan pendidikan dalam tiga besar sektor dengan alokasi dana tertinggi.
“Sangat miris dan sedih sekali karena saya bukan cuman soal anggarannya saja tapi mengenai sistemnya juga, karena dengan sistem kurikulum merdeka yang mengandalkan praktek, mengandalkan barang-barang yang harus dibeli menggunakan uang dan sebagainya dengan kondisi ekonomi yang sekarang merosot,” jelasnya.