JURNALPOSMEDIA.COM – Resesi ekonomi dilaporkan terjadi di sejumlah negara. Hal tersebut juga dipastikan hampir terjadi di Indonesia. Tak ayal, persoalan itu juga menjadi perbincangan hangat dan menuai tanggapan dari mahasiswa dan akademisi.
Salah satunya, Ketua Himpunan Mahasiswa (Hima) Ekonomi Pembangunan Universitas Siliwangi, Gilang Gustiawan. Ia berpendapat bahwa resesi di masa pandemi ini mengakibatkan roda perekonomian berhenti.
“Kalau dalam ekonomi, ini merupakan dampak simultan dari pandemi yang mengakibatkan roda-roda ekonomi berhenti. Sehingga berpengaruh ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara mikro dan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional secara makro,” ujarnya pada Rabu (23/9/2020).
Gilang menambahkan, semua sektor akan mengalami dampak dari resesi ini. Tak terkecuali dalam bidang akademis. Menurutnya, resesi merupakan bentuk presentatif pendapatan perkapita tiap penduduk yang rendah sehingga dalam bidang tersebut biaya pendidikan menjadi cukup mahal.
Menurutnya, cara agar Indonesia tidak terjerumus dalam resesi salah satunya dengan cara mencetak uang. Namun, Gilang mengatakan untuk tidak buruk sangka perihal pencetakan uang tersebut.
“Cetak uang yang benar tidak akan mengalami inflasi. Contohnya kita dapat mencetak uang untuk untuk kegiatan industri produktif dalam menjalankan roda perokonomian skala nasional,” tuturnya.
Adapun resesi berarti sedang istirahatnya roda ekonomi. Sama istilahnya dengan reses, yakni masa periode persidangan diistirahatkan. Ketika ekonomi sedang istirahat maka perputaran roda ekonomi akan melambat atau bahkan berhenti.
Resesi juga diakibatkan oleh banyaknya bidang ekonomi yang stuck akibat tidak adanya kontak ekonomi baik dalam negeri maupun luar negeri.
Terjerumusnya Indonesia dalam jurang resesi ini akan berdampak bagi pertumbuhan ekonomi yang secara langsung berdampak juga ke masyarakat, ditambah kasus covid selalu meningkat setiap harinya
Adapun diberitakan banyak media, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia akan resmi mengalami resesi bulan depan. Hal itu disebakan imbas pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2020 akan kembali negatif.
Kementerian Keuangan sudah mengeluarkan proyeksi di minus 1% hingga minus 2,9%. Artinya perekonomian nasional terkontraksi dua kuartal berturut-turut. Pada kuartal II terkontraksi 5,32%.
Sedangkan untuk sepanjang tahun atau full year, perekonomian juga diprediksi akan tetap minus 1,7% hingga minus 0,6%. Hal itu lantaran kontraksi akibat pandemi Covid-19 masih akan berlanjut di semester II tahun ini.
Kendati demikian, Kepala Jurusan Ekonomi Syariah UIN Bandung, Muhammad Hasanudin, mengatakan bahwa sistem ekonomi kerakyatan Indonesia dinilai masih mampu menanggulangi resesi.
“Kondisi perekonomian Indonesia bisa dikatakan tidak semengkhawatirkan negara-negara lain. Bahkan, negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia masih ditopang dengan adanya faktor konsumsi,” kata Hasan saat dihubungi Jurnalposmedia, Kamis (24/9/2020).
Lebih lanjut, dia juga menyoroti cara pemerintah menanggulangi pandemi dan resesi ekonomi. Mengingat keduanya memiliki perbandingan lurus, artinya semakin lama pandemi maka semakin lama juga terjadinya resesi ekonomi.
Hasan menilai imbauan pemerintah mengenai penegakan hukum pagi para pelanggar protokol kesehatan masih belum merata. Sebab bisa dilihat di beberapa kota masih banyak masyarakat yang tidak memakai masker.
“Seperti diagnosis dokter, dikenali dulu penyakitnya barulah dicari obatnya. Dalam hal ini maka kita harus selesaikan dulu pandeminya, barulah relaksasi ekonomi,” lanjut Hasan.
Senada dengan Gilang, Hasan juga menilai bahwa resesi tersebut juga berdampak dalam bidang akademis. Beberapa program akademik terganggu, contohnya reset akademik dan reset lapangan. Hasan berharap Indonesia berhasil mengatasi pandemi dan resesi sesegera mungkin.
“Kita harus bekerja sama, baik pemerintah, masyarakat dan industri. Dengan adanya pandemi ini juga kembali menyadarkan kita bahwa sebenarnya kita tidak ada apa-apanya,” tutup Hasan.