JURNALPOSMEDIA.COM – Olahan pindang khas Desa Cicinde, Banyusari, Kabupaten Karawang dikenal memiliki cita rasa yang tinggi. Sebagai warisan turun-temurun, Forum Kreatif Cicinde Utara berusaha mengembangkan produksi pindang Cicinde sesuai dengan perkembangan zaman.
Pandemi Covid-19 menjadi tantangan pedagang sekaligus produsen ikan pindang selama satu tahun ke belakang. Di mana, tingginya harga beli ikan yang menjadi bahan baku utama, berbanding terbalik dengan harga jual yang merosot tajam.
Akibatnya, para pedagang mengurangi jumlah produksi pindang yaitu sekitar 20%-40% dari tahun sebelumnya.
Salah satu produsen Yani Yuliani mengatakan, produksi ikan pindang mengalami penyusutan akibat dari tingginya harga beli ikan mentah sebagai bahan pokok utama.
“Saya biasa memproduksi ikan pindang sebanyak 50 kilogram sehari. Saat pandemi, kami mengalami penyusutan yang sangat tajam. Hal itu karena harga beli yang tak sebanding dengan harga jualnya,” ujarnya Kamis (20/5/2021).
Olahan ikan pindang dibanderol seharga Rp6.000 hingga Rp10.000 per ekor, tergantung jenis ikan yang digunakan. Untuk target pemasarannya yaitu masyarakat di luar Kota Karawang dengan metode produsen atau pedagang langsung memasarkannya ke pembeli.
Dalam pengembangannya, Forum Kreatif Cicinde Utara memanfaatkan jaringan digital market yang menekankan 16 subsektor ekonomi kreatif. Salah satunya, menggunakan desain serta komunikasi visual yang disesuaikan dengan Sumber Daya Manusia dan potensi desa setempat.
Forum Kreatif Cicinde Utara, sangat aktif mempromosikan olahan pindang khas Desa Cicinde Utara agar dikenal lebih luas melalui platfrom media sosial Facebook dan Instagram.
Perlahan forum tersebut sudah menggerakkan masyarakat untuk beralih ke media digital market dalam memasarkan produk tanpa menghilangkan cita rasa serta proses pengolahannya.
Admin Forum Kreatif Cicinde Utara Yusuf berharap, warga dan pemerintah desa untuk berkontribusi mendukung dan memperkenalkan pindang Cicinde agar dikenal lebih luas.
Sehingga Desa Cicinde dapat dijadikan sebagi tempat eduwisata dengan pindang sebagai ikon wisatanya.
“Karna produksi pindang itu home industri (industri rumahan) dan tradisi masyarakat desa, lokasi untuk eduwisata juga kita belum punya. Itu menjadi pekerjaan rumah bagi forum kami dan desa untuk menyediakan tempat dan infrastuktur yang layak,” pungkasnya, Kamis (20/5/2021).