JURNALPOSMEDIA.COM – Kini, pelecehan seksual selalu menjadi isu senter di berbagai kampus setelah Nadiem Makarim menerbitkan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Bahkan, pada 2019 juga telah terbit SK Dirjen Pendis Kemenag Nomor 5494 Tahun 2019 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual Sementara pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI).
Penerbitan aturan baru menuang berbagai pro-kontra dari berbagai pihak. Namun tentu saja, bagi mahasiswa, aturan ini menjadi angin segar dalam kebebasannya menempuh pendidikan.
Berkat permendikbud, banyak akhirnya kasus yang terungkap di ranah pendidikan dan kampus. Kita lihat saja LPM Lintas IAIN Ambon., mereka turut menggemborkan isu ini dengan mengeluarkan liputan khusus kekerasan seksual pada 14 Maret 2022 dengan judul “IAIN Ambon Rawan Pelecehan”.
Namun nahas, bukannya mendukung implementasi dari Permendikbud dan Dirjen Pendis Kemenag, pihak birokrat malah memberedel LPM Lintas oleh Rektor IAIN Ambon melalui SK Rektor IAIN Ambon Nomor 92 Tahun 2022 pada 17 Maret 2022 lalu.
Dalam SK yang dikeluarkan, pihak birokrat membekukan segala aktivitas LPM Lintas dengan didasari oleh dua pertimbangan. Di antaranya, karena menertibkan peran dan fungsi kepengurusan LPM Lintas IAIN Ambon yang telah berakhir masa kepengurusan periode 2021-2022. Selanjutnya, keberadaan LPM Lintas dengan membuat liputan khusus pelecehan seksual, dinilai sudah tidak lagi sesuai dengan visi-misi IAIN Ambon.
Seluruh LPM di Indonesia sangat kecewa, pasalnya birokrasi IAIN Ambon seperti belum bisa mengimplementasikan aturan soal pelecehan seksual. Apalagi dilandaskan dengan alasan yang tidak logis. Ketidakadilan di pihak mahasiswa kian terasa setelah didesak akan dilaporkan ke jalur hukum dan dipersulit proses kelulusan mahasiswanya oleh birokrat.
Dari SK yang diturunkan dengan rentang 3 hari setelah penerbitan LPM Lintas, bisa terlihat bahwa birokrat melindungi pihak tertentu yang memiliki pengaruh. Karena, pembekuan suatu lembaga tentu harus menjalani proses panjang untuk mengkaji dan membuktikan bahwa terdapat kesalahan. LPM Lintas dibekukan hingga waktu yang tidak ditentukan dan bahkan kepengurusannya akan digantikan oleh orang-orang yang memang akan selalu mendukung birokrat IAIN Ambon.
LPM bukanlah humas kampus yang selalu mengharumkan prestasi-prestasi kampusnya, melainkan berdiri secara independen untuk mengungkapkan fakta kepada khalayak kampus. AJI, LBH, dan PPMI pun turun tangan dan mengecam tindakan Rektor IAIN Ambon yang dinilai tidak profesional ini.
Sudah dilakukan banyak kajian hukum bahwa SK pemberedelan LPM Lintas memiliki banyak kecacatan yang bisa dibuktikan secara aturan perundang-undangan. Padahal seharusnya, pihak birokrat mendukung kasus-kasus ini dengan membentuk tim investigasi pemberantasan pelaku pelecehan dan perlindungan terhadap para korban. Tetapi hal yang dilakukan malah sebaliknya.