Mon, 16 December 2024

Menggapai Ambisi Tanpa Terjebak Burnout

Reporter: Uswatun Hasanah/Kontributor | Redaktur: Silmy Kaffah Mardhotillah | Dibaca 12 kali

5 jam yang lalu
(Sumber foto: Pinterest)

JURNALPOSMEDIA.COM – Di dunia yang serba cepat ini, ambisi sering kali dianggap sebagai bahan bakar utama untuk meraih kesuksesan. Kita hidup dalam budaya yang memuji kerja keras tanpa henti dan pencapaian yang tak terbatas.

Namun, seiring dengan upaya mengejar cita-cita, kita sering kali melupakan pentingnya menjaga keseimbangan antara kerja dan istirahat. Tanpa disadari, ambisi yang seharusnya menjadi pendorong justru bisa berubah menjadi beban berat yang menahan kita dalam kelelahan fisik.

Burnout adalah kondisi kelelahan emosional, fisik, dan mental akibat stres yang terus berkepanjangan. Istilah ini pertama kali dikenalkan oleh psikolog Herbert Freudenberger pada tahun 1974, dan sejak saat itu fenomena ini telah berkembang menjadi masalah global. Dalam beberapa kasus, tekanan untuk terus bekerja keras dan meraih lebih banyak dapat menghancurkan kualitas hidup seseorang. Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), burnout kini telah diakui sebagai gangguan kesehatan yang cukup serius, yang tidak hanya mempengaruhi produktivitas, tetapi juga kualitas hidup.

Ambisi yang Sehat: Mengukur Kembali Tujuan Hidup

Ambisi adalah alat penggerak yang membawa kita maju, tetapi penting untuk mengevaluasi apakah ambisi itu benar-benar berasal dari dalam diri kita atau hanya merupakan respons terhadap harapan orang lain. Dalam dunia yang dipenuhi standar sosial dan kompetisi, kita sering kali terjebak dalam dorongan untuk terus mengejar kesuksesan tanpa henti. Namun, kita perlu menyadari bahwa ambisi yang sesungguhnya adalah ambisi yang sesuai dengan nilai dan tujuan hidup kita.

Oprah Winfrey, seorang tokoh sukses dunia, berkata, You can have it all. Just not all at once,”. Pernyataan ini mengingatkan kita bahwa meskipun kita berhak untuk meraih banyak hal dalam hidup, kita harus melakukannya dengan kesadaran bahwa setiap tujuan membutuhkan waktu untuk dicapai. Jika kita terus-menerus mengejar segalanya sekaligus, kita mungkin akan kehilangan keseimbangan dan kualitas hidup yang sesungguhnya.

Ambisi yang sehat adalah ambisi yang berakar pada pemahaman mendalam tentang diri kita sendiri. Pada buku Simon Sinek yang berjudul Start with Why, mengajarkan kita untuk bertanya pada diri sendiri, “Mengapa saya melakukan ini?”. Dengan memahami alasan yang lebih dalam di balik setiap tujuan yang sedang kita kejar, kita dapat menjalani perjalanan yang lebih bermakna dan menghindari kelelahan akibat tekanan eksternal. Ambisi yang berasal dari dalam diri kita sendiri akan lebih mudah dijaga dan diarahkan dengan bijaksana, tanpa jatuh dalam perangkap kelelahan.

Mengelola Waktu dan Energi: Kunci untuk Menghindari Burnout

Untuk mencapai ambisi tanpa terjebak dalam burnout, kita harus belajar mengelola waktu dan energi kita dengan bijak. Pekerja keras sering kali dianggap sebagai pribadi yang paling produktif, tetapi kenyataannya adalah bahwa bekerja tanpa henti bisa menyebabkan kelelahan yang berkepanjangan. Pada buku James Clea yang berjudul Atomic Habits, menekankan pentingnya kebiasaan kecil yang konsisten untuk mencapai tujuan besar. Dalam pandangannya, perubahan besar tidak terjadi dalam semalam, tetapi melalui langkah-langkah kecil yang dilakukan secara berulang. Hal ini mengajarkan kita untuk menghargai setiap proses dan menghindari tekanan untuk mencapai hasil instan.

Elon Musk meskipun terkenal dengan etos kerjanya yang sangat tinggi, mengakui pentingnya tidur dan istirahat yang cukup untuk menjaga produktivitasnya. Ia sering menekankan bahwa tidur yang cukup merupakan bagian dari rutinitasnya yang sangat mendukung kinerja. Ini menunjukkan bahwa keberhasilan jangka panjang bukan hanya ditentukan oleh jumlah jam yang kita habiskan untuk bekerja, tetapi juga oleh cara kita merawat tubuh dan pikiran kita. Keseimbangan adalah kunci.

Selain itu, penting juga untuk menetapkan batasan yang jelas antara waktu kerja dan waktu pribadi. Dalam dunia yang terhubung secara digital, kita sering kali merasa terus-menerus terhubung dengan pekerjaan, bahkan saat berada di luar jam kerja.

Mengakui Kelelahan: Langkah Menuju Kekuatan

Mengakui kelelahan bukanlah tanda kelemahan mungkin sebaliknya, itu adalah tindakan yang penuh kekuatan. Di dunia yang seringkali mengagungkan kesibukan sebagai simbol kesuksesan, kita sering merasa tertekan untuk selalu aktif dan produktif. Namun, kenyataannya adalah bahwa keberhasilan yang sejati datang bukan dari seberapa lama kita bekerja, tetapi dari seberapa cerdas kita mengelola waktu dan energi kita.

Brené Brown seorang penulis dan peneliti, mengajarkan bahwa kerentanan adalah kekuatan. Dalam konteks ini, keberanian untuk mengakui bahwa kita membutuhkan waktu untuk istirahat dan pulih adalah langkah pertama menuju kesejahteraan. Tanpa istirahat yang cukup, kita tidak bisa mencapai potensi maksimal kita, baik dalam pekerjaan maupun kehidupan pribadi. Dalam kata-kata Arianna Huffington, We think, mistakenly, that success is the result of the amount of time we put in at work, instead of the quality of time we put in,”. Keberhasilan yang sejati bukan hanya ditentukan oleh berapa banyak waktu yang kita habiskan untuk bekerja, tetapi juga oleh bagaimana kita memanfaatkan waktu tersebut dengan penuh kesadaran dan perhatian.

Menggapai ambisi tanpa terjebak burnout adalah perjalanan yang memerlukan kesadaran dan kebijaksanaan dalam setiap langkahnya. Dengan mengevaluasi tujuan kita, mengelola waktu dan energi dengan bijak, serta berani mengakui kelelahan, kita bisa mencapai kesuksesan yang sesungguhnya yaitu kesuksesan yang tidak hanya dilihat dari hasil, tetapi juga dari perjalanan dan proses yang kita jalani. Ambisi yang berasal dari cinta akan pekerjaan, kehidupan, dan diri kita sendiri akan membawa kita pada kesuksesan yang sejati, tanpa harus mengorbankan kebahagiaan dan kesejahteraan kita.

Bagikan :
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments