Fri, 5 July 2024

Mengenal Kampung Padat Penduduk di Tengah Kota Bandung

Reporter: Agnes Aghata | Redaktur: Riska Yunisyah Imilda | Dibaca 692 kali

Fri, 20 October 2017
Sejumlah rumah penduduk dibangun saling berhimpitan di Kampung 200 Jalan Sangkuriang Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Cisitu, Kota Bandung, Kamis (19/10/2017). (Agnes Agatha/Jurnalposmedia)
Sejumlah rumah penduduk dibangun saling berhimpitan di Kampung 200 Jalan Sangkuriang Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Cisitu, Kota Bandung, Kamis (19/10/2017). (Agnes Agatha/Jurnalposmedia)

JURNALPOSMEDIA.COM—Bandung merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dengan didukung oleh berbagai pembaharuan infrastruktur yang ada. Namun dibalik mewahnya Bandung, siapa yang menyangka bahwa di kota ini masih terdapat perkampungan padat penduduk yang berada di pusat perkotaan. Tempat tersebut dikenal dengan nama Kampung 200, sebuah kampung yang terletak di jalan Sangkuriang , Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Cisitu, Kota Bandung.

Berdasarkan asal usulnya Kampung 200, pada awalnya merupakan tanak milik sebuah lembaga pendidikan Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada tahun 1996 terdapat warga yang tinggal di atas tanah milik ITB tersebut, dan ternyata tanah yang mereka tempati tersebut  akan dibangun menjadi asrama kampus. Akhirnya mereka di pindahkan oleh pihak ITB ke tanah milik ITB yang lainnya.

Kemudian, warga diberi tanah satu kapling dan upah sebanyak 200 untuk setiap keluarga agar bisa membangun rumah kembali dengan lahan seadanya. Melalui pemberian upah sejumlah 200 ribulah yang menjadikan cikal bakal penamaan Kampung 200 ini. Selain itu, untuk memasuki kampung ini juga setiap orang harus melewati terlebih dahulu sekitar 200 lebih anak tangga dan baru bisa sampai ke perkampungan.

Menurut Ketua Rukun Tetangga Kampung 200 Siti Rohana, setelah bertahun-tahun bermukim ditanah hasil pemberian ITB, penduduk diharuskan  untuk dapat memanfaatkan lahan dengan sebaik-baiknya yang mana memiliki lebih dari 200 KK. Jangankan buat bermain anak-anak dengan pemukiman yang sangat padat ini, akses jalan untuk kendaraan sepeda motor pun sangat sulit. Walaupun dihiasi dengan lahan yang sesak, Kampung 200 masih dilewati anak sungai yang mengalir deras. Serta warga juga tetap mendapatkan pasokan air bersih langsung dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan hanya beberapa keluarga saja yang menggunakan pompa sendiri.

Tinggal di daerah dengan lahan yang seadanya serta sebagian besar bekerja sebagai pedagang  dan buruh, tidak membut warga Kampung 200 berkecil hati dalam kehidupan bermasyarakat. Mereka saling menjaga kerukunan, peduli antar tetangganya, dan bisa lebih menyatu satu dengan yang lainnya. Hidup ditanah bukan milik sendiri memang membuat mereka tidak tenang, khawatir sewaktu-waktu ada pembangunan lagi dari pihak ITB dan akan tergusur.

Lebih lanjut, Siti menyampaikan bahwa pernah sesekali warga merasakan kekhawatiran terhadap pembangunan yang mungkin saja akan dibangun oleh pihak ITB. Pemberitahuan sempat  dituturkan akan ada pembangunan kembali penghijauan. “Namun rencana dari pihak ITB sendiri belum ada kejelasannya. Kami berharap jika akan dibangun lagi, semoga pihak ITB disediakan lahan kosong lagi dari untuk mereka tinggal.” Tutup Siti saat diwawancarai Jurnalposmedia, Kamis (19/10/2017).

Bagikan :
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments