JURNALPOSMEDIA.COM – Konflik agraria di Desa Iwul, Parung, Kabupaten Bogor, belum juga tuntas. Konflik antara warga setempat dan PT. Kuripan Raya, yang mengklaim lahan 750 Hektar (Ha) untuk proyek Telaga Kahuripan telah memicu tindakan intimidasi dan penggusuran. Masyarakat mempertanyakan keberpihakan negara yang dinilai lebih condong pada kepentingan perusahaan besar, sementara hak-hak dasar mereka terus terancam.
Konflik Agraria yang Mengancam Hak Warga
Dilansir dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat, dalam setahun terakhir Desa Iwul terlibat dalam konflik agraria dengan PT. Kuripan Raya, yang menguasai 750 hektar lahan untuk proyek Telaga Kahuripan. Proyek ini melibatkan perusahaan besar seperti Urban+ dan Grand Duta City. Namun, meski mengatasnamakan pembangunan, hal tersebut justru merugikan warga yang telah lama tinggal di wilayah tersebut.
Ketegangan memuncak pada akhir 2024 ketika perusahaan membongkar perkebunan warga dan terjadi intimidasi fisik. Pada awal 2025, perusahaan juga membongkar rumah ibadah dekat lahan yang dikuasai. Warga menuntut agar alat berat dihentikan, namun tuntutan mereka diabaikan oleh perusahaan.
Pernyataan WALHI: Keberpihakan Negara kepada Perusahaan
Konflik ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat. Melalui sebuah konferensi pers yang dihadiri oleh warga Desa Iwul, tim advokasi WALHI menyampaikan kritik terhadap sikap negara yang lebih berpihak kepada perusahaan, dan tidak memihak pada hak-hak dasar warga negara. Salah satu anggota tim advokasi WALHI Jawa Barat, Fauqi, menilai bahwa sikap negara yang mendukung kepentingan perusahaan justru bertentangan dengan tujuan konstitusi yang mengamanatkan perlindungan hak warga negara.
Fauqi menegaskan bahwa perusahaan yang terlibat dalam proyek Telaga Kahuripan bukanlah perusahaan kecil, melainkan perusahaan besar dengan rekam jejak yang patut dipertanyakan.
“Kami tidak bisa begitu saja percaya bahwa perusahaan besar ini akan menjaga komitmennya terhadap hak-hak masyarakat. Sebab, banyak perusahaan besar terlibat dalam proyek ini, yang seharusnya semakin memperbesar tanggung jawab mereka terhadap masyarakat,” ujar Fauqi melalui konferensi pers Desa Iwul.
Pengabaian Hak Masyarakat dan Lingkungan
Selain itu, Fauqi menyoroti pelanggaran pengelolaan lingkungan oleh perusahaan dalam proyek Telaga Kahuripan. Aktivitas perusahaan mengganggu keberadaan mata air yang sangat penting bagi warga desa, padahal sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Lingkungan Hidup, perusahaan wajib melibatkan masyarakat dalam penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Tokoh masyarakat Desa Iwul, Jarkasih, menegaskan bahwa warga setempat tidak pernah dilibatkan dalam proses perizinan, meski mereka telah tinggal di desa tersebut jauh sebelum perusahaan datang. Mereka merasa terpinggirkan dan tidak dihargai dalam keputusan yang melibatkan tanah mereka.
“Kami adalah masyarakat asli desa ini, dan kami punya bukti sejarah yang menunjukkan bahwa kami sudah lama tinggal di sini. Kenapa kami tidak pernah dilibatkan dalam proses izin yang melibatkan tanah kami?,” tegasnya.
Kewajiban Negara dan Perusahaan dalam Menjamin Hak Warga
Melihat konflik ini, penting untuk mengingat kembali amanat undang-undang yang mengatur perlindungan hak-hak warga negara, termasuk hak atas lahan dan lingkungan hidup, yakni:
- Pasal 63 Peraturan Daerah Kabupaten Bogor menyebutkan bahwa Kecamatan Parung, tempat Desa Iwul berada, merupakan kawasan permukiman perkotaan yang seharusnya melayani kebutuhan masyarakat setempat.
- Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) mengatur bahwa tanah memiliki fungsi sosial yang harus memperhatikan kepentingan masyarakat luas, termasuk petani penggarap.
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga menjamin hak masyarakat untuk terlibat dalam proses perlindungan lingkungan hidup.
Namun, kenyataannya hak dasar warga di Desa Iwul diabaikan, dengan penggusuran paksa dan penghancuran fasilitas umum tanpa persetujuan masyarakat. Selain itu, partisipasi warga dalam perizinan dan pengelolaan lingkungan hampir tidak ada.
Tanggung Jawab Negara dan Perusahaan untuk Melindungi Hak Warga
Negara memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi hak dasar warga, termasuk hak atas tempat tinggal yang layak dan lingkungan sehat. Konflik agraria di Desa Iwul menunjukkan bahwa hak-hak masyarakat sering terabaikan demi kepentingan investasi dan pembangunan yang mengabaikan kesejahteraan warga.
Pembangunan yang hanya mengutamakan keuntungan ekonomi sering kali mengabaikan dampak yang ditimbulkan pada masyarakat sekitar. Oleh karena itu, negara dan perusahaan diharapkan lebih transparan dan melibatkan masyarakat dalam setiap proses pembangunan yang memengaruhi kehidupan masyarakat, agar hak-hak dasar warga tidak hilang demi kepentingan ekonomi.