JURNALPOSMEDIA.COM – Lembaga Pers Mahasiwa (LPM) Suaka UIN Bandung menggelar diskusi publik bertajuk “Jerit Pelik Beban Mahasiswa di Tengah Pandemi”, Jumat (22/5/2020). Diskusi yang disiarkan langsung di akun Instagram resmi LPM Suaka itu membahas tuntutan mahasiswa UIN Bandung yang disuarakan enam Dewan Mahasiswa Fakultas (Dema-F) di lingkup UIN Bandung.
Berangkat dari keresahan mahasiswa UIN Bandung yang terdampak pandemi Covid-19, pada Kamis (7/5/2020) lalu, Dema-F UIN Bandung melayangkan surat tuntutan kepada pihak kampus. Di dalamnya tertuang aspirasi mahasiswa mengenai proses perkuliahan daring yang dirasa tidak efektif, hingga perekonomian mahasiswa di tengah pandemi ini.
Beberapa poin yang dituntut yakni evaluasi sistem perkuliahan berbasis online, kompensasi Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebesar 70%, dan untuk mahasiswa tingkat akhir sebesar 80%. Kemudian, fasilitas kuota internet sebagai penunjang perkuliahan daring dan kegiatan Kuliah Kerja Nyata dari Rumah (KKN-DR), ataupun tunjangan bersifat materil lainnya.
Tuntutan Kompensasi UKT
Ketua Dema-F Ushuluddin, M. Helmi Myghfaza mengutarakan pembahasan UKT sebetulnya bisa dibahas dalam forum PTKIN. Namun, ia mempertanyakan sejauh mana pembahasan tersebut, “Apakah forum PTKIN sampai pada pengertian kalau ada orangtua/wali mahasiswa yang di-PHK karena Covid-19 ini. Apalagi saat rapat forum PTKIN, UIN Bandung tidak hadir selama dua kali berturut-turut. Ini menjadi pertanyaan, ada yang mewakilkan atau tidak,” katanya.
Ketika berbicara regulasi, Ketua Dema-F Adab dan Humaniora, Toriqul Farhan mengatakan itu adalah buatan manusia. Pihak kampus, kata Farhan, bisa mengelola keuangan itu sendiri sehingga kompensasi UKT juga bisa dilakukan. Menurutnya, tinggal bagaimana semua universitas mengeluarkan kebijakan yang sama. Maka Keputusan Menteri Agama (KMA) bisa mewujudkan pemotongan UKT di semester depan.
Pihak kampus sempat menyatakan adanya pemotongan anggaran kampus sebesar 22 miliar, pernyataan itu pun disorot Ketua Dema-F Dakwah dan Komunikasi, M. Faizal Nailusidqi. Menurutnya, itu menjadi alasan kenapa pihak universitas tidak bisa melakukan kompensasi pemotongan UKT pada mahasiswa. Lebih lanjut, Faizal merasakan inkonsistensi informasi dari pihak kampus.
“Misalnya di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Dekan menyampaikan kompensasi tidak bisa di wujudkan. Tetapi ada hal yang digarisbawahi, yakni ketika ada mahasiswa yang terdampak Covid-19 bisa mengajukan banding namun regulasinya sedang diatur,” tuturnya. Adapun, kata Faizal, Rektorat tidak memberikan notulensi hasil rapat pimpinan kepada masing-masing Dekan Fakultas.
Fasilitas Kuota Internet dan KKN DR
Berkaitan dengan fasilitas kuota, Faizal mengungkapkan bahwa kuota internet yang dicanangkan untuk mahasiswa belum terealisasi hingga dua minggu setelah tuntutan disampaikan. Regulasi dan mekanisme untuk pembagian kuota itu pun tampak belum jelas. Ia mengkhawatirkan jika hal tersebut sekadar wacana.
Namun berkaitan dengan KKN DR, Faizal mengatakan pihak Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) menyatakan akan memberi fasilitas penunjang berupa kuota gratis, “Hal itu sementara sedang menunggu teknis dari koordinasi dengan provider. Ini bisa kita kawal bersama angkatan 17 bahwa itu adalah janji yang harus dilaksanakan,” tuturnya.
Ketua Dema-F Tarbiyah dan Keguruan, M. Fariz Salman Zulkipli, mengaku sangat mengapresiasi gerakan mahasiswa dalam mengawal kebijakan KKN DR. Tetapi, pada penerapannya pihak Dema-F memiliki jalur koordinasi tersendiri. Sehingga, menurut Fariz, gerakan tersebut bukan hasil koordinasi yang dibangun bersama pihak Dema-F.
Kendati demikian, Fariz mengatakan Dema-F akan menjadi media bagi seluruh mahasiswa sebagai bagian tugas dari organisasi mahasiswa (ormawa). Dirinya turut merasakan keputusan KKN DR yang mendadak, sehingga dimungkinkan sistemnya tidak maksimal.
“Tidak hanya mahasiswa, pihak birokrasi pun turut terdampak. Maka tugas kita untuk melakukan gerakan konkrit tersebut. Melihat semua sistem (KKN) yang telah dibentuk sedemikian rupa namun harus diubah dalam waktu cepat, kemungkinan jauh dari maksimal,” tuturnya.
Jalan Terakhir dalam Tuntutan
“Langkah yang kita ambil berdasarkan kondisi mahasiswa, karena semua mahasiswa terkena dampaknya. Seharusnnya kita bisa menikmati fasilitas yang harusnya kita dapati, juga sampai saat ini dari semua dekanat belum ada regulasi yang jelas. Jadi kami menganggap semua itu hanya sebatas wacana saja. Maka kami akan menggaungkan poin ke sembilan,” jelas Ketua Dema-F Syariah dan Hukum, Syahrianda Juhar.
Adapun poin ke-9 dalam Surat Tuntutan Nomor: 01/DEMA-F UIN SGD/IV/2020, memaparkan jika semua poin aspirasi tidak mendapatkan respons atau pengabulan, maka atas nama Keluarga Mahasiswa UIN Bandung akan menyatakan sikap tegas menolak membayar UKT/SPP di semester mendatang.
Ketua DEMA-F Sains dan Teknologi, Balqis Tri Oktaria mengatakan, saat ini komunikasi yang terjalin antara pihaknya dan birokrat kurang efektif. Menurutnya, komunikasi yang baik dan benar itu harus menimbulkan efek timbal balik, “Jangan salahkan jika saat ini mahasiswa menyuarakan aspirasinya, karena info yang didapat bersifat noise, dan menimbulkan efek ketidakpercayaan pada penguasa,” terangnya.
Lebih lanjut, Faizal mengatakan sikap yang nanti akan digaungkan dalam penolakan membayar UKT. Menurutnya, untuk membuktikan bahwa #MahasiswaUINBandungTolakBayarUKT tidak sekadar hastag belaka dan digencarkan oleh pihak yang menjabat di ormawa saja. Melainkan ini adalah gerakan semua mahasiswa yang turut berpartisipasi sebagai jalan terakhir untuk mendapat respons yang diharapkan.