JURNALPOSMEDIA.COM – Di tengah padatnya aktivitas kawasan sekitar Kampus UIN Bandung, terdapat satu spot kuliner kaki lima yang tak pernah sepi peminat. Di sebuah gang kecil bernama Gang Kujang, aroma khas camilan gorengan menggoda siapa pun yang melintas. Di sanalah Asep Makmun setiap hari berjualan dua jenis jajanan sederhana namun menggugah selera, yaitu Cigor dan Tareng.
Tareng singkatan dari tahu goreng dan Cigor yang merupakan cilok goreng, bukan sekadar jajanan biasa. Sejak mulai berjualan sekitar tahun 2017, Asep telah berhasil menciptakan ciri khas yang membedakan dagangan mereka dari jajanan serupa lainnya dengan harga yang sangat ramah di kantong mahasiswa, yaitu Rp5.000 per porsinya. Ia memulai usaha ini dari percobaan iseng, terinspirasi dari jajanan yang ia jumpai di Garut.
“Sejak 2017-an lah. Awalnya iseng dulu gitu, coba-coba pas di sana jajanan di Garut. Ya akhirnya punya ide lah buat bikin ini, jualan ini. Alhamdulillah sampai sekarang hasilnya,” kata Asep saat diwawancarai, Sabtu (24/5/2025).
Bermodal rasa penasaran dan keinginan untuk mencari penghasilan tambahan, usaha kecil ini pun tumbuh perlahan hingga menjadi favorit banyak pelanggan, khususnya para mahasiswa dan warga sekitar.
Setiap pagi, biasanya sekitar pukul 09.00 pagi, Asep sudah bersiap membuka lapak. Dia akan bertahan hingga matahari tenggelam, menjajakan dagangan kepada pelanggan yang terus berdatangan.
Meski terlihat sederhana, proses yang mereka jalani jauh dari kata mudah. Hanya hari Minggu yang ia jadikan hari libur. Selebihnya, waktunya dihabiskan untuk menyiapkan bahan, memasak, dan melayani pelanggan.
Salah satu hal yang menjadikan Cigor dan Tareng Asep selalu dicari adalah inovasi dalam pengolahan. Asep menyampaikan bila umumnya cilok disajikan dengan cara direbus, Asep justru memilih menggorengnya. Tak hanya itu, ia juga menambahkan daun bawang mentah dan ayam suwir sebagai pelengkap rasa yang memberi sensasi unik.
“Ada ciri khasnya, cilok kan kalo yang lain mah direbus, kalo ini mah digoreng. Terus ciri khas lainnya ini ada bawang daun mentah sama ayam suwir,” jelasnya.
Dalam satu hari, usaha ini menghabiskan sekitar 7,5 kilogram adonan cilok untuk Cigor dan sekitar 500 potong tahu untuk Tareng. Jumlah tersebut bisa menurun di akhir pekan, terutama hari Sabtu, saat lalu lintas pembeli sedikit berkurang. Meski begitu, semangat mereka tak pernah padam.
Bahkan saat cuaca kurang bersahabat seperti di musim hujan, keduanya tetap memilih untuk berjualan, karena pelanggan tetap setia membeli meski harus menerjang hujan.
Salah seorang mahasiswi, Alleda Salwa mendeskripsikan kelezatan rasa Cigor dan Tareng yang menurutnya semua orang akan tertarik dengan rasanya.
“Kalo Tareng dan Cigor ini kan semua orang pasti suka, soalnya makanan yang digoreng dicampur sama minyak bawang, pasti semua orang suka. Kayak wanginya, teksturnya, apalagi bumbunya pasti semua orang tertariklah,” jelasnya saat diwawancarai.
Ia juga mengungkapkan, jajanan ini sebaiknya bisa dijual dengan harga mahal karena menurutnya jajanan ini termasuk spesial dalam penyajiannya.
“Sebenernya, kalau untuk porsi itu pas banget nggak kurang nggak lebih. Cuman harusnya bisa dibuat lebih mahal soalnya ada daging ayamnya banyak dikasih sama daun bawang,” ungkapnya.
Kehadiran Cigor dan Tareng di Gang Kujang bukan hanya menawarkan cita rasa khas, tetapi juga menjadi contoh inspiratif tentang bagaimana Asep mampu bertahan dan berkembang dengan mengandalkan usaha mandiri.
Inovasi dalam rasa, konsistensi dalam berjualan, serta kedekatan dengan para pelanggan menjadikan camilan ini bukan hanya makanan yang mengenyangkan, tetapi juga bagian dari cerita keseharian masyarakat sekitar.