JURNALPOSMEDIA.COM – Saat ini, ketika mendengar kata “represif”, hanya tersisa konotasi negatif di dalamnya. Tapi apakah para khalayak sudah tahu pasti apa makna dari kata represif itu sendiri dan bagaimana peraturannya dalam Undang-Undang?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), represif bermakna menekan, mengekang, menahan, atau menindas. Tindakan represif juga tercantum dalam Pasal 5 Perkap Nomor 1 Tahun 2009. Istilah represif ternyata merujuk pada perbuatan mencegah, menghambat, dan menghentikan tindakan yang berpotensi melanggar hukum.
Melihat dari makna tersebut, sebenarnya tindakan represif ini tidak melulu berkaitan dengan sifat negatif. Tapi, mengapa masyarakat selalu menganggapnya sebagai hal negatif?
Suatu hal negatif bisa terjadi, karena adanya beberapa lapisan masyarakat yang menjadi korban dari tindakan represif oleh oknum aparat yang salah sasaran. Akibatnya, masyarakat tersebut merasa bahwa aparat melakukan tindakan semena-mena dan penyalahgunaan hukum kepada mereka.
Contoh tindakan represif aparat yang viral baru-baru ini, yaitu oknum aparat membanting seorang mahasiswa yang sedang melakukan aksi demo di Kompleks Pemerintah Kabupaten Tangerang hingga mengalami kejang-kejang di tempat. Kejadian ini sudah pasti membuat masyarakat awam beranggapan negatif kepada aparat tersebut.
Di sisi lain, mungkin terdapat kondisi-kondisi yang tidak terungkap ke publik antara para demonstran dan para aparat. Para aparat sebenarnya bertujuan untuk menjaga agar aksi demo tetap kondusif, tetapi justru bagi demonstran tindakan semacam ini menjadi malapetaka. Bagaimana tidak, tindakan represif yang dilakukan cenderung melibatkan emosi yang memuncak kala demo berlangsung, sehingga terkadang terlalu berlebihan.
Komisi Nasional untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) telah mencatat bahwa Polri menjadi institusi yang paling banyak melakukan penyiksaan serta kekerasan. Setidaknya, dalam periode Juli 2020 hingga Mei 2021, ada 36 kasus penyiksaan oleh anggota Polri. Penyiksaan ini rata-rata digunakan oleh anggota Polri untuk melakukan penyelidikan. Tindakan inilah yang membuat masyarakat sangat merasa terancam oleh aparat.
Tidak hanya pada masyarakat, tindak kekerasan oleh oknum aparat juga menimpa para jurnalis. Menurut catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sepanjang Mei 2020 sampai Mei 2021, dari 90 kasus kekerasan, 70 persen oknum aparat melakukan kekerasan terhadap jurnalis.
Sebenarnya, solusi dari masalah ini ialah dengan mengadakan bimbingan dan sosialisasi secara bersama antara masyarakat dan aparat. Hal ini bertujuan agar masyarakat tidak mudah terprovokasi dengan segala tindakan represif aparat yang menjurus negatif.
Para aparat juga harus mengevaluasi kembali tentang segala prioritas kinerja dengan tetap menjaga hak asasi manusia. Sehingga, tidak melakukan abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan terhadap masyarakat.