JURNALPOSMEDIA.COM–Dalam kehidupan bernegara, tentu kita tak bisa lepas dari dunia perpolitikan. Belakangan, tensi politik di Indonesia dapat dikatakan cukup panas. Munculnya dua kubu dengan istilah cebong dan kampret merupakan bukti panasnya dunia perpolitikan di Indonesia.
Agama pun tak dapat lepas dari dunia perpolitikan. Dari 19 partai politik (parpol) saat ini, terdapat setidaknya 5 parpol agama. Hal ini menimbulkan polemik di masyarakat. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa agama tak perlu dibawa ke dalam ranah politik. Namun tak sedikit pula yang berfikir sebaliknya. Lantas bagaimana tanggapan pakar mengenai hal tersebut?
Dekan Fakultas Fisip UIN Bandung, Ahmad Ali Nurdin, menuturkan agama tak bisa dilepaskan dari politik. Begitupun sebaliknya, politik tak dapat dipisahkan dengan agama.
“Praktek kegiatan agama tak bisa lepas dari kegiatan politik, begitu juga dengan proses politik yang tak bisa lepas dari agama. Jadi agama dan politik tak dapat dipisahkan” tutur Ali saat menyampaikan materinya dalam diskusi bedah buku Manusia Politik dan Naluri Agama yang dilaksanakan oleh Dema Fakultas Ushuluddin UIN Bandung, di Gedung Abdjan Solaeman, Rabu (13/10/2019)
Menyikapi persoalan tokoh politik dari parpol agama yang terlibat dalam kasus korupsi. Ia menambahkan, apabila politik tak didukung oleh agama, dan agama hanya dijadikan sebagai simbol saja, maka bisa menimbulkan penguasa yang dapat memanipulasi kekuasaannya.
“Politik perlu didukung spiritualitas. Ketika produk kekuasaan didukung oleh spiritualitas, maka mereka tidak akan melibatkan tuhan hanya sebagai simbol. Tetapi sebagai motivasi dan tidak memanipulasi kekuasaan,” tambahnya.
Pemateri lainnya, Mukhlis sepakat agama tak boleh dipisahkan dari politik. Ia juga menilai politik tanpa nilai-nilai keagamaan dapat menimbulkan praktik politik jahat.
“Agama harus dibedakan dengan politik, tapi jangan dipisahkan. Agama berbicara soal keselamatan, politik berbicara soal kekuasaan. Berpolitik tanpa nilai-nilai keagamaan maka politiknya akan jahat. Maka agama harus memasuki politik” ujarnya.
Salah satu mahasiswa yang hadir dalam diskusi, Husein mengaku pemaparan dan jawaban yang disampaikan pemateri masih belum dapat memuaskan keresahaan dirinya tentang persoalan politik dan agama. Meski demikian, ia sangat mengapresiasi diskusi ini karena dapat membuat kesadaran mahasiswa untuk menjadi politikus yang sehat.
“Makna dari bedah buku ini, menurut saya mungkin kesadaran politik mahasiswa untuk menjadi politikus atau menjadi zoon politicon yang sehat. Karena enggak sedikit mahasiswa yang jadi politikus praktis yang gak tau apa-apa, cuma sekedar ikut andil,” ungkapnya.