Fri, 28 November 2025

Mahasiswa dan Kecenderungan Jiplak AI: Kecerdasan atau Kemunduran Cara Berpikir

Reporter: Rio Lutfan Yudi Putra/Kontributor | Redaktur: KHOIRUNNISA FEBRIANI SOFWAN | Dibaca 30 kali

4 jam yang lalu
(Sumber foto: Pinterest)

JURNALPOSMEDIA.COM – Kecenderungan copy-paste (jiplak) AI di kalangan mahasiswa sudah tidak bisa lagi terhindarkan. Di era digital yang serba cepat ini, kecerdasan buatan telah menjadi alat bantu bagi mahasiswa dalam menyelesaikan tugas. Chat GPT, Blackbox AI dan sejenisnya telah menawarkan kemudahan luar biasa dalam hal perangkuman materi, pembuatan makalah, esai bahkan skripsi yang sudah sepatutnya dikerjakan dengan keseriusan dan pengalaman pribadi mahasiswa.

Dalam beberapa tahun terakhir penggunaan AI di dunia akademik melonjak sangat drastis. Dikutip dari laman GoodStats, sebanyak 95 persen mahasiswa di Indonesia gunakan AI dalam proses pembelajaran. Secara global angka ini menunjukkan betapa masifnya penggunaan teknologi dikalangan generasi muda.

Mahasiswa bisa mendapatkan ide, tulisan, dan analisis data dalam hitungan detik hanya dengan mengetikkan perintah, yang seharusnya bisa merangsang kreativitas mereka jika digunakan dengan benar. Namun, kenyataannya sering kali berbeda, di mana AI dijadikan jalan pintas tanpa proses pemahaman mendalam.

Masalah utama muncul ketika kecenderungan copy-paste ini dinormalisasikan. Praktik ini tidak hanya melanggar etika akademik, tapi juga menghambat kemampuan analisis, pemahaman dan cara berpikir dalam dunia pendidikan. Mahasiswa berisiko kehilangan keterampilan berpikir yang menjadi pilar utama di dunia profesional.

Dalam kasus ini mahasiswa perlu mengingat bahwa AI tidak memiliki sesuatu yang dimiliki oleh manusia, yaitu: intuisi, dan pengalaman pribadi. Intuisi muncul dari pemahaman yang terbentuk melalui interaksi di dunia nyata, yang sama sekali tidak bisa direplikasi oleh AI yang hanya bergantung pada data yang bisa ditemukan di internet. Pengalaman pribadi pun memberi inspirasi autentik yang sulit untuk diduplikasi oleh kecerdasan buatan.

Perguruan tinggi perlu banyak mengubah metode pembelajaran, dari mulai evaluasi, memperbanyak presentasi, diskusi kelas, ujian lisan, dan praktik lapangan. AI boleh digunakan sebagai alat bantu untuk menemukan ide atau hal lainnya, tetapi mahasiswa juga wajib menunjukkan proses berpikir mereka.

AI adalah alat yang sangat kuat, namun pendidikan dalam perguruan tinggi bukan tentang menghasilkan pengguna AI yang efisien, melainkan seorang pemikir kritis yang mampu menggunakan teknologi untuk memperdalam proses intelektual. Pilihan kita hari ini yang akan menentukan masa depan akademik. Membiarkan AI menjadi alat yang membuat kemunduran cara kita berpikir atau menjadikannya sebagai tangga yang mengantar kecerdasan berpikir yang lebih tinggi.

Bagikan :
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Terlama
Terbaru Suara Banyak
Inline Feedbacks
View all comments