Thu, 13 November 2025

Kesepakatan Dagang AS–Indonesia: Peluang Strategis atau Jebakan Ketergantungan?

Reporter: Delia Nurunnisa | Redaktur: Putri Maharani Kristiana | Dibaca 345 kali

Tue, 5 August 2025
(Sumber Foto : Tempo.com)

JURNALPOSMEDIA.COM — Pada akhir Juli 2025, Indonesia dan Amerika Serikat (AS) resmi mengumumkan kerangka kerja awal dalam kesepakatan dagang bilateral. Perjanjian ini mencakup 12 poin utama yang digadang sebagai tonggak baru hubungan ekonomi kedua negara. Kerja sama ini disebut-sebut akan mengarah pada perdagangan bebas dengan hambatan tarif dan non-tarif yang lebih rendah. Namun, muncul pertanyaan kritis tentang siapa sebenarnya yang lebih diuntungkan?

Salah satu poin paling mencolok adalah pemberlakuan tarif sebesar 19 persen oleh Amerika Serikat terhadap produk asal Indonesia. Sebaliknya, Indonesia menyetujui penghapusan sekitar 99 persen tarif untuk produk-produk dari AS. Menurut CNBC Indonesia, ini akan mempermudah masuknya barang-barang industri, pangan, dan pertanian dari Amerika ke pasar Indonesia.

Sementara Indonesia masih harus berjuang menembus pasar AS yang dikenal sangat ketat, pembebasan tarif dari pihak Indonesia justru membuka peluang dominasi produk asing. Apakah ini bentuk kerja sama yang adil, atau justru dominasi ekonomi terselubung?

Kesepakatan ini juga menyoroti penghapusan hambatan non-tarif oleh Indonesia. Termasuk kewajiban Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), serta pengakuan sertifikasi dari lembaga luar seperti Food and Drug Administration (FDA) untuk produk farmasi dan kosmetik asal AS. Berdasarkan laporan Tempo, hal ini diharapkan mempercepat distribusi dan memperlancar perdagangan digital.

Namun, belum jelas apakah deregulasi ini bersifat dua arah. Jika produk Indonesia tidak mendapatkan perlakuan serupa di pasar Amerika, maka risiko menjadi pasar terbuka tanpa perlindungan terhadap industri lokal akan semakin nyata.

Poin yang tak kalah penting adalah soal perdagangan digital. Indonesia sepakat mengakui sistem perlindungan data pribadi AS sebagai “memadai”, serta memperpanjang moratorium tarif layanan digital. Artinya, layanan digital asal Amerika bisa lebih mudah beroperasi di Indonesia tanpa hambatan berarti.

Dari sisi efisiensi, ini memang sebuah langkah maju. Namun dari sisi kedaulatan data dan perlindungan privasi, kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran. Apakah Indonesia sudah memiliki sistem regulasi dan pengawasan yang cukup kuat untuk melindungi data warganya?

Di sisi lain, Indonesia juga menyepakati peningkatan standar ketenagakerjaan. Beberapa komitmen yang tercantum termasuk penghapusan kerja paksa, penguatan hak berserikat, serta reformasi sektor kehutanan dan perikanan. Meski terlihat progresif, pelaksanaannya akan sangat bergantung pada kemauan politik dan efektivitas pengawasan di lapangan.

Menurut laporan Rakyat Media Online (RMOL), Indonesia juga berkomitmen menghentikan subsidi bahan bakar fosil secara bertahap dan mempercepat transisi ke energi bersih. Namun, tanpa dukungan sektor swasta dan investasi hijau yang inklusif, hal ini dikhawatirkan hanya menjadi jargon belaka.

Sebagai bagian dari kesepakatan, diumumkan pula sejumlah investasi besar. Termasuk pembelian pesawat, Liquefied Natural Gas (LNG), dan produk pertanian asal AS, dengan nilai lebih dari 20 miliar dolar AS. Di satu sisi, ini bisa memperkuat cadangan devisa dan transfer teknologi. Namun, disisi lain, juga bisa memperkuat ketergantungan Indonesia pada produk dan modal asing.

Kesepakatan ini bisa menjadi peluang emas bagi Indonesia jika dijalankan secara cermat, transparan, dan berpihak pada pembangunan nasional. Namun jika tidak, perjanjian ini bisa menjadi jalan masuk bagi penetrasi pasar bebas yang mengancam industri lokal, pekerja, dan konsumen.

Pemerintah perlu melakukan pengawasan ketat terhadap implementasi perjanjian ini. Regulasi, perlindungan data, aspek lingkungan, hingga keadilan perdagangan harus menjadi perhatian utama. Nilai investasi bukanlah segalanya, kepentingan nasional tetap harus menjadi prioritas utama.

Bagikan :
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Terlama
Terbaru Suara Banyak
Inline Feedbacks
View all comments