Thu, 13 November 2025

20 Tahun Menemani Pagi Santri, Kisah Ibu Ros Pedagang Gorengan di Ma’had Al-Jami’ah

Reporter: MARIA ELZA/MAGANG | Redaktur: ANGGIA ANANDA SAFITRI | Dibaca 508 kali

Thu, 29 May 2025
(Sumber foto: Maria Elza/Magang)

JURNALPOSMEDIA.COM – Saat rutinitas kampus mulai padat, gorengan menjadi salah satu menu sarapan bagi mahasantri Al-Jami’ah UIN Bandung. Selain enak dan praktis, harganya juga terjangkau.

Langit pagi di Ma’had Al-Jami’ah UIN Bandung belum sepenuhnya terang. Namun tampak sesosok yang sedang sibuk menata nampan-nampan berisi gorengan di sudut pelantaran Asrama Khodijah, aromanya sudah menggoda dan menyapa para mahasantri. Suara riuh dan antrean santri menjadi bukti, sosok ibu telah menjadi bagian penting dari rutinitas pagi mereka.

Pedagang gorengan yang selalu hadir dengan senyumannya, Ros Rosyidah,  yang sudah hampir 20 tahun selalu menghabiskan pagi-paginya di Ma’had. Sebelum berjualan gorengan, ia bercerita.

“Dulu saya pernah jualan es buat dan jus di kantin. Namun seiring waktu, peminatnya semakin berkurang, dan saya memilih berjualan gorengan di Ma’had Al-Jami’ah karena banyak peminat, dan lokasinya dekat rumah yang membuat semuanya terasa lebih ringan,” ungkap Ros saat diwawancarai, Jum’at (23/5/2025).

Jarak rumahnya hanya sekitar 200 meter dari lokasi jualan. Dengan motor, hanya lima menit. Tapi bagi Ros, yang jauh bukan soal kilometer, melainkan niat untuk tetap hadir dan konsisten setiap pagi, membawa rezeki sekaligus menjadi bagian dari keseharian para mahasantri.

Setiap hari, sekitar pukul enam pagi, Ibu Ros sudah bersiap. Bersama suami dan kadang dibantu anak, ia menyiapkan lebih dari 300 biji gorengan risol, gehu, tempe, bala-bala, hingga cireng. Harganya pun ramah di kantong santri, mulai dari Rp1.000 hingga Rp2.500.

“Kalau lagi ramai, bisa habis dalam setengah jam. Tapi kalau biasa, paling lama satu setengah jam,” katanya.

Dalam satu hari, ia mengeluarkan modal sekitar Rp250.000 dan bisa meraih keuntungan hingga Rp100.000 di hari yang ramai. Namun bagi Ros, keuntungan materi hanyalah sebagian dari alasan ia terus bertahan.

“Kalau sudah lihat anak-anak itu senang, makan lahap sebelum kuliah, rasanya ikut bahagia,” ucapnya pelan.

Pelayanan dibuat senyaman mungkin, pembeli bisa ambil sendiri, lalu bayar baik tunai maupun via Dana. “Lebih cepat dan praktis, apalagi sekarang santri sudah terbiasa cashless,” tambahnya.

Bagi salah satu mahasantri, Lusiana Fitri menyebutkan gorengan Ibu Ros bukan sekadar camilan.

“Kalau pagi belum sempat sarapan di asrama, langsung lari ke tempat Bu Ros. Gorengannya enak, dan harganya cocok banget buat kita. Apalagi bisa bayar pakai Dana, jadi nggak perlu ribet cari uang kembalian,” ujarnya

Lusiana mengaku sering harus berebut dengan pembeli lain, terutama jika datang agak telat. Tapi menurutnya, itu bagian dari keseruan pagi hari di Ma’had.

“Kadang belum buka aja udah banyak yang nunggu. Kayak tradisi pagi gitu,” ucapnya sambil tertawa.

Ros tidak hanya menjajakan makanan, ia juga menghadirkan rasa akrab, kesabaran, dan ketekunan yang tulus. Dalam kesederhanaan, ada dedikasi dan senyum yang tak lepas, semuanya menjadi bagian dari cerita pagi di Ma’had Al-Jami’ah.

Bagikan :
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Terlama
Terbaru Suara Banyak
Inline Feedbacks
View all comments