JURNALPOSMEDIA.COM – Pembelajaran daring (online education) merupakan hal yang baru di kalangan masyarakat Indonesia. Pandemi Covid-19 memaksa kita untuk menyesuaikan diri dengan hal-hal baru demi memutus rantai penyebaran virus. Salah satunya dalam sektor pendidikan dengan menerapkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Meskipun di era pandemi saat ini, mengenyam pendidikan merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi: “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”.
Diberlakukannya belajar online oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menimbulkan banyak reaksi di kalangan masyarakat. Belajar online dianggap menjadi masalah baru pemerintah Indonesia saat ini, karena kurangnya kesiapan kita dengan sistem pembelajaran baru yang berbeda jauh dengan sebelumnya.
Belajar yang menggunakan media internet ini, kenyataannya tidak semua masyarakat Indonesia dapat merasakannya. Beberapa hari kebelakang sempat viral siswa kelas VII SMPN 1 Rembang bernama Dimas Ibnu Alias yang tetap semangat belajar sendiri di sekolah karena tidak memiliki smartphone. Dimas berangkat sendiri ke sekolah demi bisa mengikuti pembelajaran dan tidak ketinggalan tugas.
Pembelajaran online yang seharusnya menjadi alternatif lain untuk meningkatkan kualitas dan kreativitas anak, bukan membebani anak dengan tugas yang bertumpuk. Beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya efektivitas belajar online diantaranya:
- Sarana dan fasilitas penunjang pembelajaran seperti, smartphone dan kuota internet tidak semua memilikinya. Karena kemampuan ekonomi masyarakat Indonesia masih terbilang rendah.
- Ketersediaan jaringan disetiap daerah berbeda-beda. Banyak cerita siswa-siswi yang belajar dari atas rumah, di jalanan bahkan di pegunungan demi mengikuti pembelajaran, karena daerah mereka jauh dari jangkauan sinyal.
- Penguasaan teknologi yang masih rendah. Harus diakui belajar yang menggunakan aplikasi ini, menjadi asing bagi sebagian guru, terutama generasi guru tahun 80-an yang belum terbiasa menggunakan aplikasi internet.
Belajar online juga berdampak pada psikologis anak. Menurut survei UNICEF yang menerima lebih dari 4.000 tanggapan dari siswa di 34 provinsi Indonesia, menyebutkan sebanyak 66 persen dari 60 juta siswa mengaku tidak nyaman belajar di rumah selama pandemi Covid-19. Dari jumlah tersebut, 67 persen siswa ingin segera kembali belajar di sekolah.
Dampak ini bukan hanya dirasakan pada siswa SD, SMP dan SMA, tetapi juga mahasiswa di Perguruan Tinggi. Sebagai contohnya, bagi calon mahasiswa baru tahun ini Kemendikbud menegaskan kegiatan Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (OSPEK) hanya boleh dilakukan via internet.
Selain itu, mahasiswa akhir tahun ini melakukan KKN – Dari Rumah (KKN-DR) di tempat tinggalnya masing-masing, tidak seperti biasanya yang dilakukan di daerah tertentu Indonesia.
Dengan adanya belajar online ini, kesenjangan pendidikan dan ekonomi semakin terlihat bahwa pembangunan di Indonesia masih belum merata secara maksimal. Beda halnya dengan masyarakat menengah ke atas dan masyarakat perkotaan yang dengan mudah dapat mengakses internet.
Kondisi ini menjadi tantangan berat bangsa Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945.