JURNALPOSMEDIA.COM – Konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja kembali terjadi pada akhir Juli 2025. Bentrokan yang berlangsung selama tiga hari ini menyebabkan banyak korban jiwa dan memaksa ribuan orang meninggalkan rumah mereka.
Setelah mendapat tekanan dari berbagai pihak, kedua negara akhirnya sepakat melakukan gencatan senjata. Untuk memahami kejadian secara menyeluruh, berikut adalah runtutan kronologi konflik dan upaya damai yang terjadi antara Thailand dan Kamboja.
Sengketa Kuil Preah Vihear: Akar Konflik yang Tak Pernah Reda
Seperti yang dilansir oleh iNews.id, konflik bermula pada 2008 saat kedua negara mengklaim kepemilikan atas situs warisan dunia Kuil Preah Vihear. Meski Mahkamah Internasional memenangkan Kamboja, ketegangan tetap berlangsung, terutama karena keberadaan militer di wilayah perbatasan yang disengketakan.
Ketegangan memuncak kembali pada 24 Juli 2025, ketika pasukan dari kedua negara saling melepaskan tembakan artileri berat di perbatasan darat dan wilayah pesisir Teluk Thailand. Dilansir dari Kompas.com, lebih dari 33 orang tewas dan sekitar 150.000 warga sipil mengungsi.
Pertempuran terjadi tidak hanya di hutan perbatasan, tetapi juga di desa-desa agraris dan area pesisir yang jauh dari garis depan utama.
Campur Tangan Internasional: AS dan PBB Desak Penghentian Kekerasan
Situasi ini menarik perhatian global. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menghubungi langsung Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Manet dan PM sementara Thailand Phumtham Wechayachai, dan berhasil mendorong kesepakatan awal menuju gencatan senjata.
Sementara itu, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggelar sidang darurat. Sekjen PBB Antonio Guterres mengecam eskalasi konflik dan mendesak penghentian segera atas kekerasan yang menargetkan warga sipil dan infrastruktur.
“Kekerasan ini menyebabkan penderitaan yang tak perlu, merusak stabilitas kawasan, dan harus segera diakhiri,” ujar Farhan Haq, juru bicara PBB.
Gelombang Pengungsian dan Krisis Kemanusiaan
Dampak konflik terasa luas. Pemerintah Thailand mengevakuasi lebih dari 138.000 orang dari empat provinsi terdekat, sementara Kamboja mencatat sekitar 80.000 orang dari wilayah Preah Vihear, Oddar Meanchey, dan Pursat mengungsi.
Akibatnya, 536 sekolah ditutup di Kamboja dan lebih dari 130.000 siswa terdampak. Pemerintah juga menyiapkan wihara dan bangunan umum sebagai tempat penampungan darurat.
Ketegangan Diplomatik Berujung Sanksi Ekonomi
Sebagai respons atas bentrokan, Kamboja memberlakukan sanksi ekonomi terhadap Thailand, termasuk pelarangan film dan acara televisi Thailand, penghentian impor bahan bakar dan produk pertanian, serta pemutusan koneksi listrik dan internet dari Thailand ke Kamboja.
Kedua pihak saling menuduh sebagai pemicu konflik. Thailand menyebut Kamboja menargetkan fasilitas sipil, sementara Kamboja menuduh Thailand menggunakan bom terlarang di wilayahnya.
Pernyataan Resmi Gencatan Senjata
Pada malam 26 Juli 2025, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Thailand mengumumkan bahwa pemerintah siap melakukan gencatan senjata dan membuka ruang dialog bilateral.
“Thailand pada prinsipnya setuju memberlakukan gencatan senjata,” demikian pernyataan yang dirilis melalui akun X (Twitter) resmi Kemenlu.
Meskipun pernyataan ini memberi harapan baru, masa depan perdamaian jangka panjang masih sangat tergantung pada komitmen kedua negara dalam menahan diri dan menyelesaikan sengketa melalui jalur diplomasi.