Fri, 11 July 2025

Rokok Semakin Mengancam Anak dan Remaja di Jawa Barat

Reporter: BANDUNGBERGERAK/KONTRIBUTOR | Redaktur: ANGGIA ANANDA SAFITRI | Dibaca 1264 kali

Fri, 23 May 2025
(Sumber foto: Fitri Amanda - BandungBergerak/Kontributor)

JURNALPOSMEDIA.COM – Provinsi Jawa Barat bahkan menempati posisi teratas sebagai provinsi dengan jumlah perokok anak, menjadi yang tertinggi di Pulau Jawa. Fenomena ini menjadi peringatan keras bahwa bahaya rokok tak hanya menyasar kesehatan individu dewasa, tetapi sudah merambah kelompok usia muda yang seharusnya dilindungi.

Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Jawa Barat, Ahyani Raksanagara mengatakan bahwa konsumsi rokok di kalangan anak dan remaja terus meningkat, dengan usia perokok yang makin muda, bahkan ada yang belum menginjak usia sepuluh tahun.

“Rokok mengandung racun dan zat adiktif yang jelas membahayakan kesehatan. Dampak merokok itu bukan hanya untuk perokok aktif, tapi juga bagi orang sekitar yang menjadi perokok pasif,” jelasnya.

(Sumber foto: Fitri Amanda – BandungBergerak/Kontributor)

Dia juga menyoroti beban biaya kesehatan yang sangat besar akibat penyakit yang ditimbulkan oleh rokok. Anggaran yang seharusnya dapat dipakai untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di daerah malah tersedot untuk menangani masalah kesehatan akibat konsumsi tembakau.

Lebih jauh, dampak rokok terhadap anak tidak hanya terkait kesehatan fisik, tetapi juga mengganggu pendidikan dan psikologis mereka. Dosen Promosi Kesehatan di Poltekkes Bandung, Dhimas Herdhianta mengungkapkan bahwa hasil penelitian di kawasan Semeru yang menunjukkan anak-anak dipaksa bekerja di industri tembakau pasca panen, bahkan hingga malam hari, sehingga mengganggu proses belajar mereka.

“Anak-anak yang tinggal di lingkungan dengan paparan rokok dan pekerjaannya di industri tembakau berisiko tinggi mengalami dampak negatif, termasuk ketergantungan dan gangguan psikologis,” ujarnya.

Dikutip dari data BPS, persentase perokok di Jawa Barat (Jabar) naik dalam tiga tahun berturut-turut yakni pada 2022 mencapai 32,07 persen. Kemudian naik lagi menjadi 32,78 persen pada 2023 dan kembali naik menjadi 32,98% pada 2024.

Hal ini terungkap dalam diskusi dan bedah buku “A Giant Pack of Lies Part 2: Menguak Tabir Kebohongan Industri Rokok” yang berlangsung di Auditorium Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kementerian Kesehatan Bandung, Kamis 22 Mei 2025. Diskusi itu banyak mengungkap sisi gelap industri rokok yang kerap tersembunyi di balik praktik bisnisnya. Acara itu digagas Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Bandung Bergerak, dan Poltekkes Bandung.

Penulis buku, Abdus Somad, mengungkapkan bahwa industri rokok di Indonesia bukan sekadar memproduksi dan memasarkan produk tembakau, tetapi sudah menyusun strategi sistematis untuk menjaring konsumen muda. Industri ini memanfaatkan berbagai pendekatan, termasuk kampanye di media sosial, yang membuat anak-anak dan remaja mulai mencoba rokok dan akhirnya kecanduan. Dampaknya, angka perokok usia muda melonjak tajam meski berbagai kampanye anti-rokok sudah digalakkan, bahkan saat pandemi Covid-19 sekalipun.

“Dominasi industri rokok asing turut memperparah kondisi ini. Persaingan antara rokok asing dan kretek lokal tidak hanya soal pasar, tetapi juga membenturkan kepentingan ekonomi, kesehatan masyarakat, dan politik,” kata Somad yang juga wartawan Jaring.id itu.

Lobi industri tembakau di parlemen dan pemerintah membuat regulasi seperti Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sulit direalisasikan secara optimal. Bahkan, iklan rokok masih bertebaran di sekitar sekolah dan fasilitas publik. Hal ini berkontribusi pada paparan anak-anak terhadap asap rokok dan produk tembakau sejak dini.

(Sumber foto: Fitri Amanda – BandungBergerak/Kontributor)

Kawasan Tanpa Rokok

Situasi ini diperparah dengan masih adanya persepsi keliru dan minimnya penegakan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Anhar Hadian, menyampaikan bahwa meskipun regulasi sudah memadai dengan adanya perda KTR, pelaksanaannya belum optimal. Tahun 2023, tim pengawas masih menemukan pelanggaran seperti keberadaan asbak di ruang publik dan tempat ibadah.

“Meski sebagian besar angkutan umum sudah bebas dari rokok, di ruang terbuka publik seperti trotoar masih banyak yang merokok dan membuang puntung sembarangan,” katanya. Ia menegaskan perlunya implementasi yang lebih tegas dan sinergi antar unsur pemerintah, akademisi, serta masyarakat.

Ketidaksepahaman di kalangan pemerintah juga menjadi tantangan. Misalnya, masalah sponsor rokok pada acara festival sekolah menjadi kontroversi antara lembaga pemerintah dan pengawas seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Lobi industri rokok yang kuat membuat pengawasan iklan dan penyuluhan kesehatan menjadi lebih rumit. Bahkan beberapa anggota parlemen disebut mendapat bujukan untuk mengakomodasi kepentingan industri tembakau.

Pada sesi tanya jawab, berbagai kekhawatiran muncul tentang bagaimana rokok ilegal masih beredar luas dan belum tertangani dengan tegas oleh aparat. Program penyuluhan dan edukasi juga dianggap belum merata dan perlu intensifikasi agar anak-anak dan remaja tidak terjerumus pada kebiasaan merokok.

Kesimpulan diskusi menegaskan bahwa persoalan rokok tidak bisa dilihat hanya dari satu sisi kesehatan, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, dan politik yang kompleks. Semua pihak diminta berkolaborasi dan memperkuat komitmen untuk mengurangi konsumsi rokok, terutama di kalangan anak dan remaja. Penguatan regulasi Kawasan Tanpa Rokok harus diiringi edukasi kreatif yang mampu menjangkau generasi muda dan lingkungan sekitarnya agar terbebas dari pengaruh industri tembakau.

Dalam menghadapi industri rokok yang memiliki strategi dan sumber daya besar, perjuangan melawan kebiasaan merokok di kalangan anak dan remaja bukan pekerjaan mudah. Namun, seperti disampaikan para narasumber, tidak ada kata menyerah dalam upaya ini. Edukasi terus-menerus, pengawasan ketat, dan sinergi lintas sektor menjadi kunci agar generasi muda Indonesia tumbuh sehat tanpa racun rokok.

Bagikan :
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Terlama
Terbaru Suara Banyak
Inline Feedbacks
View all comments