Fri, 5 July 2024

Peran Generasi Z dan Milenial dalam Pemilu 2024 Sebagai Agent of Change

Reporter: ADINDA AYU LARASATI | Redaktur: AKHMAD ARIFIN | Dibaca 305 kali

Fri, 26 January 2024
Sumber Foto: Canva.com
Sumber Foto: Canva.com

JURNALPOSMEDIA.COM – Pemilihan umum presiden periode 2024 – 2029 akan dilaksanakan pada 14 Februari mendatang. Pemilu kali ini memiliki suasana yang sedikit berbeda sebab melibatkan Generasi Z di dalam prosesnya.

Menurut hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, mayoritas penduduk Indonesia pada saat ini didominasi oleh Generasi Z dan Milenial.

Dilansir dari catatan BPS, Generasi Z merupakan populasi paling banyak di Indonesia dengan jumlah mencapai 27,94 persen. Sedangkan, kaum Milenial berada di urutan kedua dengan angka 25,87 persen.

Artinya, lebih dari separuh penduduk Indonesia didominasi oleh Generasi Z dan Milenial karena jika digabung totalnya mencapai 53,81 persen. Lantas, apa itu Generasi Z dan Milenial? Bagaimana peran mereka dalam pemilu 2024?

Faktanya, kelompok Generasi Z adalah mereka yang lahir tahun 1997 hingga 2012. Sehingga dalam pemilu 2024, mahasiswa mengambil peranan penting sebagai Generasi Z yang terlibat di dalamnya.

Ada lima peran yang dimiliki mahasiswa, yaitu agent of change (penggerak perubahan), social control (kontrol sosial), moral force (penguat moral), guardian of value (penjaga nilai) dan iron stock (penerus bangsa).

Pesta demokrasi atau pemilu 2024 akan dilaksanakan dalam waktu kurang dari satu bulan. Saat ini, mahasiswa dituntut untuk memainkan peran tersebut sebagai bukti bahwa mahasiswa masih mampu menunjukkan eksistensinya dengan aktif.

Kontribusi yang bisa diberikan tidak harus selalu dengan terjun ke lapangan dan mengikuti kampanye. Dalam poin ini, mahasiswa cukup melakukan riset mendalam dan memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang pentingnya berdemokrasi bagi bangsa dan negara.

Pola pikir yang kritis dengan paradigma yang baik harus menjadi prioritas mahasiswa agar tidak mengarah kepada perpecahan. Sebagai benteng pengawal demokrasi, mahasiswa harus dapat bersikap netral dan menunjukan kepada masyarakat mengenai pilihan yang baik dan buruk.

Mahasiswa bebas menentukan pilihan dalam bentuk partisipasi apa yang dianggap paling tepat. Ada banyak peranan teknis yang bisa dilakukan mahasiswa untuk memastikan pemilu berlangsung sesuai harapan, semisal menjadi bagian dari tim pengawas atau panitia penyelenggara.

Prinsipnya, sebagai mahasiswa yang berintelektual, apapun sikap politik yang kita ambil haruslah rasional dan dapat dipertanggungjawabkan, serta menghindari sikap apatis.

Alasan Mahasiswa Harus Menghindari Sikap Apatis

Sikap apatis adalah sikap acuh tak acuh dan tidak peduli dengan apapun yang terjadi di sekitarnya.

Berikut alasan mahasiswa harus menghindari sikap apatis diantaranya:

  1. Apatisme politik di era digital: Meski era digital memungkinkan akses informasi dan ekspresi di media sosial, sikap apatis tetap perlu dibahas.
  2. Mahasiswa sebagai agent of change: Mahasiswa harus hindari apatis, perlu memiliki kepekaan terhadap isu yang ramai dibicarakan.
  3. Peran mahasiswa dalam politik: Mahasiswa memiliki peran penting dalam memberikan pemahaman politik dan sikap bijak memilih.
  4. Dampak golput pada bangsa: Golput dapat melemahkan legitimasi pemerintah, mengurangi kredibilitas, dan memberi pengaruh pada kelompok kecil dengan agenda khusus.
  5. Konsekuensi golput dalam demokrasi: Suara yang tidak digunakan dapat membuat perbedaan dalam hasil pemilihan, hingga mempengaruhi terpilihnya calon yang tidak diinginkan.

Cara Agar Mahasiswa Memiliki Kesadaran Politik

Untuk meningkatkan kesadaran politik mahasiswa, langkah-langkah penting dapat diambil dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan mahasiswa sendiri.

Berikut beberapa cara yang dapat ditempuh untuk membangun kesadaran politik di kalangan mahasiswa:

  1. Pemerintah mendukung partisipasi politik: Pemerintah perlu memberikan akses dan fasilitas, termasuk pendidikan politik, untuk mendukung mahasiswa.
  2. Peran mahasiswa sebagai penghubung: Mahasiswa berperan sebagai penghubung antara pemuda dan pemerintah, memastikan isu generasi mereka mendapat perhatian dari setiap paslon.
  3. Media sosial sebagai alat partisipasi: Mahasiswa dapat memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan informasi, menggalang dukungan, dan memobilisasi massa, tetapi harus berhati-hati dengan keakuratan informasi.
  4. Kemampuan menyaring informasi: Mahasiswa dituntut untuk menyaring informasi politik di media sosial, memberikan masukan kepada pemerintah, dan berpikir kritis.
  5. Mempertahankan persatuan bangsa: Mahasiswa harus menjaga persatuan bangsa, menghindari perpecahan karena pilihan politik, dan aktif dalam memilih calon pemimpin dengan riset mendalam terkait track record dan visi misi.

Menentukan pilihan bukanlah hal yang mudah, tetapi tidak memiliki pilihan bukanlah sikap yang bijak. Mulai dari sekarang, mahasiswa harus bisa ikut serta dalam pemilihan umum atau menyampaikan aspirasinya, tentunya tidak dengan kekerasan, agar demokrasi berkualitas dapat terwujud dan bisa melahirkan sistem pemerintahan yang lebih baik.

Bagikan :
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments