JURNALPOSMEDIA.COM – Hari Kesaktian Pancasila selalu diperingati setiap 1 Oktober. Peristiwa itu lahir sehari setelah terjadinya Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI).
Kemerdekaan Indonesia baru menginjak dua dekade saat itu, namun terus diuji dengan berbagai pemberontakan yang ingin merubah ideologi Pancasila. Partai Komunis Indonesia (PKI) salah satunya, mereka menginginkan ideologi Komunis yang menjadi dasar negara ini. Pada 30 September 1965, PKI melancarkan aksinya menculik dan membunuh tujuh Jenderal Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Sejarah Singkat Peristiwa G30S/PKI
Partai Komunis Indonesia merupakan partai terbesar kelima pada Pemilu 1955. Dengan perolehan suara dan pendukung yang banyak, PKI memiliki pengaruh yang kuat dalam pemerintahan Ir. Soekarno.
Namun, pada akhirnya PKI dibubarkan dan menjadi partai terlarang di Indonesia. Hal itu tidak lepas dari pemberontakan besar-besaran yang mengakibatkan stabilitas politik di Indonesia menjadi kacau.
Peristiwa G30S/PKI dipicu oleh adanya isu revolusi dewan Jenderal oleh angkatan militer. Partai Komunis Indonesia menuding wacana tersebut bertujuan untuk mengkudeta dan menggulingkan Presiden Soekarno. Sebagai ujung tanduk Ir. Soekarno, PKI khawatir kedudukanya akan jatuh dan digantikan oleh kekuasaan lain. Meskipun demikian, isu tersebut belum terbukti kebenarannya.
Pada 30 September 1965, PKI yang terbagi dalam beberapa kelompok secara bersamaan mendatangi kediaman ketujuh jenderal. Gerakan ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung Syamsuri, yang merupakan Komandan Batalyon I Cakrabirawa.
Dalam aksinya, PKI menggunakan cara yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Dari ketujuh jenderal, tiga diantaraya, yaitu Jenderal Ahmad Yani, Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono dan Jenderal Donald Isaac Panjaitan dibunuh tepat di kediamanya. Sedangkan, Jenderal Siswondo Parman, Jenderal Sutoyo Siswodiharjo dan Jenderal Soeprapto ditangkap hidup-hidup.
Sementara target utama PKI, Jendral Abdul Haris Nasution berhasil meloloskan diri. Namun, putrinya Ade Irma Suryani dan ajudan pribadinya Kapten Pierre Tendean menjadi korban tragedi berdarah tersebut.
Setelah gerombolan PKI menyiksa para jenderal hingga tewas, jenazah ketujuh jenderal tersebut dimasukkan ke lubang sumur sedalam 12 meter. Lubang tersebut terletak di Pondok Gede, Jakarta Timur, dan kini dikenal sebagai Lubang Buaya.
Pada 3 Oktober 1965, atau tiga hari setelah peristiwa G30S/PKI, pasukan Kostrad dibawah pimpinan Jenderal Soeharto berhasil menemukan jenazah ketujuh jenderal tersebut.
Dilansir dari Kompas.com, proses pengangkatan jenazah dimulai pada Minggu, 3 Oktober 1965. Akan tetapi, karena ada kendala teknis, pengangkatan baru dapat dilakukan seluruhnya pada Senin, 4 Oktober 1965.
Hari Kesaktian Pancasila
Sebelum peristiwa G30S/PKI, pada tahun 1953-1962 terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Jawa Barat yang dipimpin Kartosuwiryo. Gerakan dengan pemberontakan yang paling panjang di Indonesia ini bertujuan untuk mendirikan negara dengan dasar syariat Islam.
Pemerintah berupaya meredam gejolak DI/TII dengan mengirimkan pasukan TNI Divisi Siliwangi ke Jawa Barat. Akhirnya, Kartosuwiryo sebagai pemimpin DI/TII berhasil ditangkap dan dihukum mati.
Setelah peristiwa itu, pada 30 September 1965 kembali terjadi pergolakan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia. Namun akhirnya, dalang pembunuhan ketujuh jenderal ini dapat kembali diredam dan ditumpas oleh otoritas militer Indonesia.
Dari peristiwa pemberontakan DI/TII dan G30S/PKI, keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu merubah ideologi Pancasila menjadi ideologi lain. Namun, upaya tersebut selalu dapat diatasi karena “Kesaktian” Pancasila.
Sebagai bentuk penghargaan kepada jasa para pahlawan, pemerintah Orde Baru resmi menetapkan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Selain itu, para jenderal yang menjadi korban kekejaman G30S/PKI diberi gelar Pahlawan Revolusi dan diabadikan dengan dibangunnya Monumen Pancasila Sakti.