Sun, 24 November 2024

Golongan Putih, Gerakan Yang Lahir Pada Pemilu 1971

Reporter: Riki Baehaki | Redaktur: Nazmi Syahida | Dibaca 790 kali

Fri, 19 April 2019
Ilustrasi: Abdul Latief/Jurnalposmedia

JURNALPOSMEDIA.COM-Golongan putih atau yang disingkat golput kerap terdengar di masa-masa Pemilihan Umum (Pemilu). Baik Pemilihan Ketua Daerah (Pilkada) Bupati atau Walikota, Pemilihan Gubernur (Pilgub), Pemilihan Presiden (Pilpres) atau Pemilihan anggota Legislatif (Pileg). Seperti yang terjadi akhir-akhir ini, kata golput sering terdengar di berbagai lini massa, jelang pemilu serentak 2019. Pemilu pertama yang menggabungkan antara Pemilihan Presiden (Pilpres) dengan Pemilihan anggota legislatif (Pileg).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Golongan putih merupakan warga negara yang menolak memberikan suara dalam pemilihan umum sebagai tanda protes. Lantas, sejak kapan istilah golput ini digunakan oleh masyarakat Indonesia? Golongan putih mulanya merupakan gerakan yang terjadi pada masa menjelang Pemilu 1971, pesta demokrasi yang pertama dilakukan di era Orde Baru. Gerakan golput saat itu yakni dengan datang ke TPS, namun mencoblos bagian putih pada kertas suara, bukan bagian gambar partai salah satu kontestan, sehingga suara mereka dianggap tidak sah. Hal tersebut juga yang mengindikasi nama Golongan ‘Putih’ dipilih.

Dicetuskan oleh Imam Waluyo untuk “menembak” nama partai penguasa saat itu, Golongan Karya (Golkar). Logo yang dibuat pun mirip dengan partai Golkar, berbentuk segi lima tetapi ditengahnya kosong berwarna putih.

Golongan putih berpendapat bahwa kekuatan efektif yang banyak menentukan nasib NKRI ke depan adalah ABRI (TNI), meski tanpa pemilu. Akibatnya, gerakan ini melakukan tindakan atas ketidakpercayaan mereka terhadap semua kontestan pemilu, atau sistem pemilu itu sendiri dengan tujuan menolak keabsahan pemilihan umum.

Dengan perkembangan zaman, istilah golput bukan lagi sekadar yang terjadi pada pemilu 1971, namun lebih memiliki makna yang luas. Istilah golput juga digunakan bagi mereka yang tidak pergi ke TPS misalnya, dengan alasan-alasan apolitis. Memilih untuk berlibur atau berdiam di rumah daripada sibuk mengantri untuk menyoblos. Golput juga dilakukan oleh kalangan aktivis yang kecewa dengan calon yang ada pada pemilu tersebut.

Pada intinya, mereka yang datang ke TPS dengan merusak surat suara atau tidak datang ke TPS dengan alasan-alasan tertentu merupakan tindakan golput. Golput yang dimaknai pasca pemilu 1971.

Golput adalah Hak, memilih bukanlah sebuah kewajiban warga negara. Namun memiliki kesempatan memilih calon pemimpin pemerintahan merupakan hadiah konstitusi bagi warga negaranya. Terserah hadiah itu akan digunakan sebijak mungkin atau tidak, dikembalikan kepada setiap individu warga negara itu sendiri.

Bagikan :
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments