JURNALPOSMEDIA.COM – Usai menunggu empat bulan terhitung sejak Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK), Mahasiswa Angkatan 2024 UIN Bandung akhirnya menerima jas almamater pada 17-18 Desember 2024 lalu. Tetapi sejumlah mahasiswa mengeluhkan adanya kecacatan pada jas almamater yang diterima, bahkan sebelum dikenakan.
Dibandingkan dengan tahun lalu, durasi pembagian jas almamater sejak masa PBAK tetap sama. Namun, kali ini kualitas jas menjadi sorotan utama. Menanggapi hal tersebut, mahasiswa Angkatan 2024 segera mengambil langkah dengan membentuk aliansi dari setiap jurusan hingga mengumpulkan bukti guna menyuarakan keluhan yang dialami oleh banyak mahasiswa.
Upaya ini muncul sebagai respons terhadap masalah yang memicu protes dari mahasiswa yang merasa dirugikan, terutama karena mereka telah membayar uang pangkal yang mencakup biaya jas almamater.
Menanggapi keluhan mahasiswa, pihak kampus memberikan respons dengan mengeluarkan surat edaran yang menyatakan akan ada perbaikan atau return, khususnya jas yang robek, rusak, dan jahitan tidak sesuai.
“Sampaikan aja ke teman-temannya terkait yang kurang merasa puas terkait jasnya, misal robek, misalkan rusak dan lain sebagainya. Dikumpulkan aja ke wakil dekan, cuman itu ya kasih catatan apa, nanti ‘kan di-return diganti,” jelas pihak birokrat Jumat (10/1/2025)
Namun, mahasiswa kurang puas terhadap respons kampus karena merasa tindakan tersebut dirasa masih janggal, terlihat dari kualitas yang dinilai sangat berbeda jauh dengan produksi almamater tahun sebelumnya. Selain itu, jumlah anggaran berupa uang pangkal yang diserahkan oleh mahasiswa tetap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga menimbulkan kecurigaan baru di kalangan mahasiswa baru.
“Kami memiliki kecurigaan terkait kebijakan birokrasi atas perihal almamater, yang tidak memberikan transparansi anggaran dan vendor terkait, dan ketidakinginannya menggantikan almamater mahasiswa 24 dengan yang lebih bagus, maka kami di sini menduga adanya penggelapan uang,” tegas mahasiswa Angkatan 24.
Terbentuknya Aliansi Maba 24
Jas almamater kini menjadi simbol kekecewaan mahasiswa Angkatan 2024. Terdapat banyak kerusakan di antaranya, jahitan yang kurang rapi, kancing yang sudah lepas, dan bahan yang tipis. Atribut yang seharusnya menjadi kebanggaan berubah menjadi kekecewaan dan pemantik emosional.
Salah seorang mahasiswa Jurusan Jurnalistik Angkatan 2024, Rifaldy Sya’banu Syamsa mengungkapkan, jas almamater sudah ada yang rusak bahkan sejak awal dibagikan.
“Yang namanya mahasiswa baru mau langsung pada bikin foto-foto. Nah ketika kita buka dan liat kok bahannya tipis, kancingnya sudah pada lepas padahal baru mau dicobain di sana,” ungkapnya saat diwawancarai Jurnalposmedia, Minggu (2/2/2025).
Kekecewaan mengantarkannya bertemu dengan salah seorang Mahasiswa Jurusan Hukum Tata Negara, Nurman, yang kemudian bersama sejumlah pihak lainnya mendirikan Aliansi Maba 24. Dalam pertemuan tersebut, mereka berhasil mencoba untuk menggerakkan ketua angkatan dari setiap jurusan dan mulai dari sana mereka melakukan perkumpulan pertamanya di masjid dan menguak beberapa hal yang rancu serta membuka permasalahan jas almamater.
“Perkumpulan awal bersama ketua angkatan dari setiap jurusan, terjadi hal yang rancu. Mulai terbuka faktanya, seperti ada yang robek, ada yang hanya ada satu kantong saku, kancing yang copot, dan sebagainya,” ungkap Rifaldy.
Di sisi lain, Nurman menjelaskan dibentuknya Aliansi Maba 24 sebagai upaya penyatuan suara agar mereka mempunyai kekuatan untuk menuntut dan memperkuat argumen.
“Supaya bisa menyatukan suara sehingga kekuatan kita itu besar. Karena untuk menyuarakan keresahan tersebut terkadang itu hanya sebagian. Oleh karena itu, adanya Aliansi Angkatan 24 untuk memperkuat argumen kami dalam hal menuntut hak kami,” jelasnya saat diwawancarai Jurnalposmedia, Kamis (20/2/2025).
Aliansi Maba 24 sejak awal terbentuk dari berbagai fakultas meskipun belum sepenuhnya lengkap. Dengan jumlah anggota yang tidak dapat dihitung jari, terdapat perwakilan dari 9 fakultas serta ketua angkatan dari 49 jurusan. Namun lebih dari itu, aliansi ini juga melibatkan individu-individu yang aktif, juga memiliki argumen yang kuat.
Dalam perkumpulan tersebut setiap ketua angkatan sepakat membuat Google Drive untuk mengumpulkan bukti almamater yang rusak. Nurman mengaku pengumpulan bukti tidak dilanjuti kembali karena pihak kampus mengeluarkan surat edaran yang tidak sejalan dengan keinginan Aliansi Maba 24.
“Bukti-bukti kami kumpulkan sebelum adanya surat edaran. Ketika adanya surat edaran ternyata kebijakannya itu bertolak belakang dengan kami. Oleh karena itu, pengumpulan bukti di Google Drive kami rasa cukup. Karena ketentuan yang dicantumkan pada surat edaran sudah terpenuhi namun keputusan tersebut tidak sesuai harapan kami,” jelasnya.
Aksi Protes dan Upaya Tuntutan
Dukungan Dema-U membuat isu ini semakin viral di media sosial, dengan berbagai unggahan mahasiswa yang menyoroti kondisi jas almamater mereka dengan istilah “almet ponco” karena bahannya yang dinilai sangat tipis.
Pada Jumat (20/12/2024), Aliansi Maba 24 mengembalikan jas almamater saat melakukan audiensi dengan kemahasiswan di Gedung Al-Jamiah. Hal ini sebagai bentuk penolakan mereka terhadap kualitas jas almamater yang dibagikan pada tanggal 17-18 Desember lalu.
Gerakan ini semakin memanas ketika seorang mahasiswa berinisial G menelpon birokrat untuk meminta kepastian, tetapi jawaban yang diberikan justru dianggap tidak konsisten. Ketika ditanya mengenai vendor jas almamater, birokrat justru menolak memberikan informasi. Hal tersebut semakin memperkuat kecurigaan mahasiswa terhadap adanya sesuatu yang ditutupi.
“Karena ‘kan tuntutan mahasiswa 24 itu dari awal juga ingin mengganti ponco (almamater berbahan tipis) dengan almet. Artinya kami ingin mengganti almet kita yang sekarang menjadi almet yang layak gitu,” ucap salah seorang mahasiswa angkatan 24 yang berinisial G pada Jumat (10/1/2025).
Aliansi Maba 24 kemudian melakukan audiensi dengan Wakil Rektor (Warek) III UIN Bandung dan jajarannya di Ruang Warek III pada Senin (20/1/2025). Hal ini dilakukan dalam upaya menuntut perubahan kebijakan atribut kampus yang dinilai tidak sesuai standar. Namun, pihak birokrat kampus menolak mengganti kebijakan dengan alasan kerugian finansial, meski ditemukan ketidaksesuaian gramasi kain dalam katalog.
Hal ini dirasa janggal, karena Ketua Dema-U Hamidudin Nasir mengatakan, tidak ditemukan adanya perubahan anggaran dari tahun sebelumnya, sesuai dengan ketentuan anggaran jas almamater yang diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Kementerian Agama (SK Dirjen Kemenag) nomor 3929.
Selain itu, terdapat larangan perekaman selama audiensi juga interupsi dari mahasiswa tidak direspons dengan baik. Aliansi Angkatan 24 menyatakan kesiapan untuk melakukan aksi demonstrasi bersama Dema-U sebagai upaya tindak lanjut.
“Kita pernah mengajak angkatan 24 untuk audiensi dengan Warek III. Tapi kenapa kita tidak upload lagi-lagi, kita tidak mendapatkan izin, karena mungkin etika jurnalistik yang saya tahu ada prinsip privasi hak narasumber, jadi tidak mau ada peliputan dan lain sebagainya, makanya kita memilih untuk tidak mengunggah, tapi sama-sama angkatan 24 pun tahu hasilnya seperti apa,” ujar Hamidudin saat diwawancarai Jurnalposmedia, Selasa (3/2/2025).
Ketidakpuasan terhadap respon birokrat memicu aksi demonstrasi mahasiswa di depan gedung kampus. Menurut Rifaldy, birokrat merespons dengan nada mengancam dan meminta mahasiswa menghentikan gerakan ini.
“Kami melakukan aksi demo di depan birokrat, nah di sana mereka menjawab untuk membungkam apa yang kita lakukan, dan secara tidak langsung marah dan meminta dengan nada mengancam kepada anak 24 untuk menutup hukum terkait isu ini,” ungkapnya.
Aksi ini sempat terhambat karena libur semester, sehingga perjuangan mereka selanjutnya dilakukan secara digital dengan menyebarkan poster dan pamflet.
Kemudian Aliansi Maba 24 bersama Dema-U menggelar konsolidasi pada Senin (10/2/2025) untuk merumuskan strategi pergerakan terkait tuntutan penggantian jas almamater dengan kualitas lebih baik dan transparansi pengadaannya.
Birokrat Luncurkan Surat Resmi, Dema-U Siap Kawal Sampai Tuntas
Dalam sebuah pertemuan, Ketua Umum Dema-U, Hamidudin menyatakan dukungan penuh terhadap perjuangan mahasiswa.
“Kami Dema-U siap membantu mengawal kekecewaan mahasiswa Angkatan 2024 terkait permasalahan almet ini hingga tuntas,” tegasnya.
Pernyataan ini membangkitkan kembali semangat mahasiswa, yang kemudian mengekspresikan protes mereka dengan membuat berbagai konten bertuliskan kritik, seperti “Almet Ponco” di lingkungan Kampus I. Aksi ini dengan cepat menarik perhatian dan mulai membuat isu almamater viral di media sosial, semakin memperkuat desakan mahasiswa agar Dema-U benar-benar menyampaikan aspirasi mereka kepada pihak kemahasiswaan.
Aspirasi mahasiswa yang disampaikan langsung mendapatkan tanggapan dari birokrasi kampus. Surat edaran yang dikeluarkan tanggal 8 Januari 2024 oleh Wakil Dekan III menyoroti tiga poin utama yakni, merespons aspirasi mahasiswa, himbauan mahasiswa dengan almamater yang rusak untuk mengumpulkannya ke Gedung Al-Jamiah, serta menetapkan tenggat waktu pengumpulan hingga akhir Januari.
Namun, dalam dialog langsung via WhatsApp oleh mahasiswa inisial G, birokrat yang bersangkutan telah memberikan jawaban terkait keputusan yang diambil dan menyatakan jawaban tersebut sudah mencakup aspirasi yang disampaikan.
“Surat edarannya rasa-rasanya tidak sesuai dengan keinginan teman-teman, ya silahkan saja teman-teman, setidaknya birokrasi sudah merespons terkait keluh kesah daripada almet Angkatan 2024, sebagian mahasiswa tidak menerima almetnya karena kerusakan dan lain sebagainya,” ujar pihak birokrat.
Situasi ini semakin mendorong mahasiswa untuk kembali mengonfirmasi kepada Dema-U, menegaskan bahwa inti permasalahan bukan hanya pada pengembalian jas almamater yang rusak melainkan hak mahasiswa untuk mendapatkan almamater yang sesuai standar. Saat upaya tindak lanjut dilakukan, birokrat kampus akhirnya mengakui adanya kesalahan pada pihak vendor penyedia almamater.
“Intinya birokrat itu menyalahi vendor, dan kita merasa bahwa, berarti sudah ada jawaban yang cukup menjawab nih, yaitu vendornya yang tidak bertanggung jawab,” ucap Rifaldy.
Misteri Vendor
Keputusan pemangku kebijakan dengan tidak melibatkan mahasiswa dalam perundingannya dengan vendor menjadi kecurigaan baru. Tanpa memberikan alasan yang jelas, pihak kampus melangsungkan diskusi secara tertutup dengan vendor jas almamater.
Rifaldy mengungkapkan pihak kampus enggan memberikan informasi mengenai vendor yang memproduksi jas almamater mereka. Beberapa dugaan muncul, salah satunya dugaan adanya permainan di balik layar antara birokrasi kampus dengan vendor.
“Kita menanyakan siapa vendor jas almamater 24 ini. Namun, pihak kampus tidak mau memberi tahu sedikit pun informasi siapa vendor jas almamater 24. Perspektif kami malah menjadi curiga ketika hal tersebut disembunyikan yang berarti pasti ada kebohongan di balik layar gitu,” ujarnya.
Spekulasi adanya hal yang ditutupi antara pihak kampus dengan vendor semakin menguat setelah Hamidudin Nasir meminta transparansi kepada pihak kampus. Namun hasilnya nihil, bahkan seorang Ketua Umum Dema-U pun tetap tidak mendapatkan jawaban. Tak hanya itu, permintaan untuk mengikutsertakan mahasiswa Angkatan 24 dalam rapat antara vendor dengan pihak kampus ditolak.
“Dari awal saya minta ikut sertakan mahasiswa Angkatan 24, kampus langsung bilang tidak bisa tanpa memberi alasan pastinya apa. Mereka arahkan kita untuk percayakan saja itu ke pihak kampus terkait vendor itu. Jadi artinya ‘kan kalau saya lihat, dari awal yang disalahin vendor. Cuman ada indikasi mereka juga menutupi vendornya,” terang Hamidudin.
Dema-U juga mengungkapkan, mereka sama sekali tidak dilibatkan dalam rapat antara vendor dengan pimpinan kampus terkait permasalahan jas almamater ini. Ketika Dema-U memintai nama vendor yang terlibat pun pihak kampus tidak memberi tahu.
Surat resmi yang diluncurkan pihak kampus pada tanggal 8 Januari lalu, diindikasikan sebagai hasil perundingan antara pihak kampus dengan vendor. Hal ini diduga karena surat tersebut terbit setelah dilaksanakannya perundingan antara vendor dengan birokrat kampus.
“Bahkan informasi adanya perundingan saya tahu dari mahasiswa Angkatan 24 juga. Sampai akhirnya ya kita tidak ikut rapat dengan vendor. Kemudian kemarin pernyataan dari Pak Warek, ada juga rapat pimpinan keseluruhan birokrasi terkait jas ini. Kita juga tidak dilibatkan perihal hal itu. Jadi kita juga kaget ketika surat pemberitahuan itu keluar,” ungkap Hamidudin.
Sementara itu, Dema-U mengaku surat resmi yang diterbitkan dari pihak kampus juga bukan hasil perundingan antara Dema maupun mahasiswa Angkatan 24. Dalam pandangan Dema-U, mahasiswa Angkatan 24 seharusnya diikutsertakan dalam perundingan karena jas almamater ini juga merupakan hak mahasiswa Angkatan 24.
“Surat edaran itu dari kampus, makanya bentuk respons kita mengeluarkan press release. Jadi emang surat itu bukan hasil perundingan sama Dema. Bahkan sebenarnya yang kami minta bukan Dema yang ikut, libatkan anak-anak 24 untuk ikut ke sana. Kita tidak menuntut Dema yang ikut, karena ini ‘kan hak mereka, biarkan juga mereka tahu bagaimana kondisinya,” ucap Hamidudin.
Vendor, pihak yang dinilai oleh pemangku kebijakan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas permasalahan buruknya kualitas almamater. Namun, Dema-U mengungkapkan, tanggung jawab utama tetap berada di tangan birokrasi kampus. Jika memang vendor yang dipilih bermasalah, maka kesalahan ini jatuh pada birokrasi yang telah memilih vendor tersebut. Oleh karena itu, mahasiswa meminta agar perjanjian antara kampus dan vendor dapat dibuka secara transparan ke publik.
“Kita harus tahu dulu perjanjian atau MoU antara kampus dan vendor. Jangan sampai yang memang hari ini yang salah justru pihak kampus yang tidak sesuai dengan pesanannya. ‘Kan justru kita menelusuri transparansi. Terlepas kalau misalkan salah pihak vendor, kita secara langsung tidak bisa menuntut vendor. Karena tanggung jawab vendor ada di birokrasi itu sendiri, yang memilih vendornya,” ungkap Hamidudin dengan tegas.
Ketidakjelasan ini membuat mahasiswa semakin resah dan berupaya mencari titik terang melalui berbagai cara. Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak kampus yang menjelaskan mengapa nama vendor tetap dirahasiakan.
Peningkatan Transparansi
Dibutuhkan penerapan dalam meningkatkan transparansi pada pengadaan almamater. Kampus perlu memberikan akses kepada mahasiswa terkait vendor yang dipilih, spesifikasi bahan yang digunakan, serta proses seleksi. Patut dilakukan evaluasi ulang terhadap produk yang telah dibagikan dan menjamin bahwa setiap mahasiswa mendapatkan jas dengan standar yang layak.
Untuk mencegah kejadian serupa di masa depan, kampus harus melakukan audit terhadap Memorandum of Understanding (MoU) dengan vendor. Langkah ini penting untuk memastikan vendor bertanggung jawab atas produk yang mereka hasilkan dan tidak mengorbankan kualitas demi keuntungan semata.
Selain itu, kampus disarankan melibatkan perwakilan mahasiswa dalam setiap tahap proses pengadaan, dari seleksi vendor hingga distribusi barang. Hal ini sejalan dengan pernyataan Presiden Mahasiswa UIN Bandung yang menyebutkan bahwa mahasiswa harus dilibatkan dalam audiensi dengan pihak birokrasi agar tidak ada lagi keputusan sepihak. Keterlibatan ini dapat mencegah permasalahan serupa terjadi di masa mendatang.
“Justru yang saya pengen usut itu bukan vendornya, tapi ya itu tadi, MoU-nya betul atau tidak? Terus transparansi anggarannya bagaimana? ‘Kan itu yang harus jelas,” ungkap Hamidudin.
Mahasiswa Angkatan 24 berharap agar kebijakan pengembalian almamater tidak hanya berlaku bagi jas yang robek atau cacat fisik, tetapi juga yang dianggap tidak layak dari segi bahan.
*Tulisan ini hasil investigasi tim indepth Jurnalposmedia sejak Desember 2024, dengan penggarapan mulai Februari 2025, tanpa rekayasa. Tim kami turun langsung ke lapangan dan melakukan cross check terhadap setiap data yang disajikan