Hal yang aneh saya rasakan ketika tidak sengaja melihat tayangan televisi di Indosiar. Sebuah acara perpadun reality show dan “semi” talent show, bertajuk “Mikrofon Pelunas Hutang”. Saya menyebutnya “semi” talent show karena dua kontestan berebut hadiah berupa pelunasan hutang dengan cara bernyanyi. Di satu sisi menampilkan realitas problematika hidup sedangkan di sisi lainnya menampilkan bakat menyanyi.
Hutang akan dibayar lunas oleh pihak penyelenggara dengan syarat kontestan harus menebak satu mikrofon yang menyala dari beberapa mikrofon yang ada di depan kontestan. Jika pilihannya salah, maka hutang tidak terbayar dan hanya meraih uang satu juta rupiah saja.
Sang pembawa acara Oki Lukman, kerap menunjukan mimik sedih diiringi suara rendah serta mata yang tampak berkaca-kaca sewaktu mewawancarai kontestan. Para kontestan pun berpenampilan sederhana dan apa adanya, hingga menimbulkan kesan “miskin”. Ya, sepertinya acara ini bertujuan menguras air mata.
Hemat saya, acara ini ingin meraup rating tinggi dengan menjual kemiskinan. Program melakukan eksploitasi terhadap derita atau kesusahan orang. Kemiskinan pun di pertontonkan, sehingga menimbulkan empati. Empati memang penting, namun kebanyakan ketika acara selesai, empati akan memudar. Yang dibutuhkan lebih dari sekedar itu, harus ada program televisi yang mengangkat jenis reality show dan talent show yang menunjukan pemberdayaan kontestan atau hal-hal yang membuat kontestan mampu bangkit dari keterpurukan.