Sun, 9 February 2025

Diskusi Insos Hima Jurnalistik Ulik Perihal Kesehatan Mental dengan Tajuk “Insecurity and How to Deal with It?”

Reporter: Tiara Nabila/Kontributor | Redaktur: Suryadi | Dibaca 264 kali

Fri, 20 August 2021
Insecurity
Tangkapan layar dari kegiatan Diskusi Informatif “Insecurity, and How to Deal with It?” pada Kamis (19/8/2021).

JURNALPOSMEDIA.COM Bidang Intelektual dan Sosial (Insos) Hima Jurnalistik UIN Bandung kembali menghadirkan diskusi informatif. Kali ini mengulik soal problematika yang sering dialami oleh semua kalangan, yakni insecurity via Google Meet, Kamis (19/8/2021).

Pembicara diskusi diisi oleh Sekretaris Umum Dema-F Psikologi, Andina Maula Humaira yang memulai materi dengan pendefinisian dari kata insecure.

“Mengutip dari Abraham Maslow, salah seorang psikolog ternama, insecure adalah suatu keadaan di mana seseorang merasa tidak aman, menganggaap dunia sebagai sebuah tempat yang mengancam dan berbahaya,” jelasnya.

Menurutnya, ada banyak faktor yang mengakibatkan munculnya rasa insecure pada setiap orang, yakni kegagalan, penolakan, kecemasan sosial, dan perfeksionisme.

“Kegagalan atau penolakan ini berdampak ya teman-teman, pada pelemahan self-esteem (harga diri). Saat orang mengalami penolakan, kegagalan, orang akan kehilangan rasa percaya dirinya. Jika kita lebih memilih untuk meratapi kegagalan ketimbang berusaha memperbaiki diri, kita bisa saja akan merasakan depresi,” tuturnya.

Andina menjelaskan dampak yang bisa timbul jika terlalu sering membiarkan perasaan insecure mengontrol diri sendiri. Pertama, Borderline Personality Disorder (BPD) sebuah gangguan kepribadian ambang yang memengaruhi perasaan penderitanya. Kedua, eating disorder yakni kondisi mental di mana seseorang memiliki masalah pada pola makannya, depresi, hingga gangguan kecemasan atau paranoid.

Tidak hanya menjelaskan soal dampak buruk, Andina juga mengajak peserta untuk lebih dapat menanggulangi rasa insecure dari dalam diri.

“Caranya sederhana, kita mulai beri afirmasi lebih soal memperbolehkan diri kita untuk merasa tenang. Kamu boleh kok, untuk berkata tidak pada hal yang tidak kamu inginkan, kamu boleh kok tidak setuju dengan orang lain, kamu boleh kok mengutamakan diri kamu, kamu boleh kok meminta bantuan orang lain, kamu boleh kok untuk hidup dengan damai,” terangnya.

Peserta diskusi informatif, Putri mengajukan pertanyaan soal identitas diri.

“Apakah dengan mengikuti saran ataupun kritikan orang lain, lalu merubah diri kearah yang disarankan orang lain itu artinya kita sedang tidak menjadi diri sendiri?” tanyanya.

Dalam penjelasannya, Andina menyelipkan soal kenyamanan diri. Manusia itu tumbuh dan berkembang, akan terus berubah menjadi versi terbaiknya dari hari ke hari. Jadi saat berubah kearah yang lebih baik, bisa jadi hanya tumbuh ke versi terbaik diri kita.

Namun, saat merasa tidak nyaman akan perubahan yang hadir, itu bisa jadi merupakan tanda bahwa sedang memaksakan diri, dan sedang tidak menjadi diri sendiri.

Peserta lain, Novanca Nafista juga turut melempar pertanyaan berhubungan dengan toxic friendship.

“Tadi kita sekilas bahas soal people pleasure dan toxic friendship, apakah saat kita enggak enak menolak temen kita sendiri, hubungan pertemanan ini juga dapat terbilang toxic?” tanyanya.

Andina menyarankan pengevaluasian ulang soal dari mana sumber permasalahan yang ada. Intropeksi diri dan lingkungan, jangan terlalu mudah menyimpulkan.

Di akhir acara, Andina kembali mengingatkan agar peserta harus bisa lebih memanusiakan perasaannya sendiri, membiasakan diri dengan kegagalan dan menjadikannya sebagai batu lonjakan.

Tidak sampai di sana, Andina juga membuat campaign dengan tajuk I’m Ready to Deal with Insecury, di mana peserta diminta untuk bercerita soal bagaimana cara mereka dalam memerangi perasaan insecure yang mengganggu.

Bagikan :
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Terlama
Terbaru Suara Banyak
Inline Feedbacks
View all comments