Thu, 25 September 2025

Dodol Jiwel, Manisnya Warisan Desa Kertajaya

Reporter: TSANIYA ZAHIRAH SHAFA | Redaktur: ANGGIA ANANDA SAFITRI | Dibaca 1151 kali

Sat, 13 September 2025
(Sumber foto: Tsaniya Zahirah Shafa/Jurnalposmedia)

JURNALPOSMEDIA.COM – Di tengah banyaknya makanan modern dan instan, Desa Kertajaya masih punya satu kuliner khas yang terjaga keasliannya: Dodol Jiwel. Kudapan manis ini bukan hanya sekadar camilan, tapi juga simbol budaya, kerja keras, dan kekompakkan perempuan desa sejak tahun 2000.

Beberapa tahun kemudian, keberadaan Dodol Jiwel tak hanya dijaga oleh para perempuan desa, tetapi juga mulai mendapat perhatian dari generasi muda, termasuk mahasiswa yang tengah melaksanakan KKN 17 di Desa Kertajaya.

Awal Mula Dodol Jiwel

Produk ini lahir dari Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS) yang digagas Dinas Sosial dan kader Kabupaten Garut. Saat itu, terbentuklah kelompok Melati beranggotakan sepuluh perempuan yang berasal dari kelompok wanita tani. Dengan modal awal dari pemerintah, mereka mulai merintis usaha dodol yang kemudian dikenal luas sebagai Dodol Jiwel.

Proses Pembuatan Masih Tradisional

(Pembuatan Dodol Jiwel Tahun 2000/Sumber foto: Dokumentasi Pribadi)

Keunikan Dodol Jiwel terletak pada proses pembuatannya yang masih dijaga secara tradisional. Pertama, kelapa tua diparut lalu diperas untuk diambil patinya. Santan kental dan encer kemudian dimasak hingga menghasilkan minyak. Setelah itu, tepung ketan dicampur dengan santan dan diaduk terus-menerus sampai kalis.

Gula merah dimasukkan untuk memberikan rasa manis sekaligus warna cokelat khas. Ketika adonan mulai menyusut, barulah gula putih ditambahkan. Sebagai sentuhan akhir, potongan kelapa muda dimasukkan untuk menambah tekstur. Seluruh proses ini dilakukan dengan penuh kesabaran di atas tungku kayu, menghasilkan cita rasa otentik yang tak tergantikan oleh mesin modern.

Kemasan dan Pemasaran

(Kemasan Pertama Dodol Jiwel/Sumber foto: Dokumentasi Pribadi)

Bahan utama dodol ini sederhana: ketan, gula merah, gula putih, kelapa tua, dan kelapa muda. Namun, kesederhanaan inilah yang membuat rasanya khas. Dodol dikemas dengan daun jagung, menambah kesan alami sekaligus menjaga aroma tradisionalnya. Dari segi harga, Dodol Jiwel relatif terjangkau, mulai dari Rp10.000 untuk isi sepuluh potong. Harga bisa berubah menyesuaikan naik-turunnya bahan baku.

Untuk memasarkan Dodol Jiwel, mereka menitipkannya  ke warung, dijual keliling oleh anggota kelompok, hingga dipasarkan lewat status WhatsApp dengan sistem pre-order. Metode door to door juga menjadi pilihan utama agar produk tetap dekat dengan masyarakat. Penjualan terbesar biasanya mencapai 22 bungkus, terutama saat ada acara besar di desa yang melibatkan konsumsi warga. Sayangnya, pemasaran masih terbatas di lingkungan sekitar karena dodol hanya mampu bertahan tiga hari.

Tantangan dan Harapan

Meski disukai masyarakat, Dodol Jiwel belum lepas dari berbagai kendala. Kemasan yang masih sederhana, daya tahan produk yang singkat, dan minimnya perhatian pemerintah membuat perkembangan produk ini tersendat. Dukungan yang dulu pernah kuat kini dirasakan semakin melemah. Para pengrajin berharap ada bantuan dari pemerintah, terutama dalam hal kemasan modern dan strategi pemasaran, agar Dodol Jiwel bisa menembus pasar yang lebih luas dan tidak kalah dengan produk modern.

“Kami ingin Dodol Jiwel lebih dikenal masyarakat luas, jangan sampai musnah ditelan waktu, dan terus berkembang sebagai makanan khas Kertajaya,” ucap anggota kelompok melati, Susi pada Selasa, (9/9/2025). Harapannya sederhana, tetapi maknanya dalam agar Dodol Jiwel tetap lestari dan bisa diwariskan pada generasi berikutnya.

Bagikan :
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Terlama
Terbaru Suara Banyak
Inline Feedbacks
View all comments