JURNALPOSMEDIA.COM – Muhammad Fikri, pemuda asal Kuningan yang kini menempuh studi Bimbingan Konseling Islam (BKI) di UIN Bandung, membuktikan bahwa disiplin karate dan ilmu psikologi bisa bersinergi.
Di usianya yang menginjak 20 tahun, ia tak hanya mengukir prestasi di matras kompetisi internasional, tetapi juga merancang mimpi menjadi konselor khusus untuk atlet.
Fikri mulai menekuni karate sejak kelas 4 SD, meski sempat rehat selama MTS hingga SMA kelas 1. Ia mengungkapkan, ketertarikannya berawal dari ajakan keponakan.
“Waktu itu aku diajak latihan, eh ternyata cocok. Dari situ, karate jadi bagian hidup,” tuturnya, ketika diwawancarai pada Senin (2/10/2023).
Kiprahnya mencapai puncak di Wimaya International Open 2023 di Yogyakarta, di mana ia memboyong medali emas. Kemenangan ini bukan tanpa perjuangan. Sebelumnya, ia harus puas di posisi kedua pada Piala Menpora.
“Juara 2 itu jadi pemantik. Aku mikir, gimana caranya biar di Wimaya bisa lebih baik. Alhamdulillah, persiapan ekstra dan doa membuahkan hasil,” kenangnya dengan mata berbinar.
Sebagai mahasiswa BKI, Fikri melihat keterkaitan erat antara ilmu konseling dan karate.
“Di BKI, kita belajar memahami mental seseorang. Ini sangat relevan dengan karate, di mana atlet harus bisa mengelola emosi dan tekanan,” jelasnya.
Ia mencontohkan, teknik manajemen stres yang dipelajari di kampus diterapkan saat menghadapi kompetisi.
“Kalau mental sudah kuat, kita bisa lebih fokus. Apalagi kalau sudah dekat dengan Tuhan, hati jadi tenang,” ucapnya, menegaskan peran spiritual dalam olahraga.
Di UIN Bandung, Fikri masuk melalui jalur KIP-K berkat prestasi atlet. “Kampus sangat mendukung. Selain dispensasi jadwal, ada fasilitas latihan dari UKM Karate,” tambahnya.
Perjalanan Fikri tak selalu mulus. Cedera fisik dan jadwal padat perkuliahan sempat menjadi rintangan. “Cedera itu wajar, tapi yang paling berat itu tekanan mental. Apalagi kalau jadwal latihan bentrok dengan ujian,” pungkasnya.
Namun, ia memiliki cara unik mengatasi stres, yakni kombinasi antara disiplin karate dan prinsip BKI. “Aku selalu ingat pesan pelatih bahwa jangan hanya latihan fisik, tapi juga mental. Dari situ, aku belajar untuk tidak mudah menyerah,” tegasnya.
Setelah lulus, Fikri bertekad menggabungkan BKI dengan keahlian karate. “Aku ingin buka klinik konseling khusus atlet. Banyak atlet yang butuh pendampingan mental, baik saat kompetisi maupun transisi pensiun,” ujarnya.
Ia juga berencana melanjutkan S2 Psikologi untuk memperdalam ilmu. “Konseling olahraga itu beda dengan yang konvensional. Harus paham dinamika atlet, dari tekanan pertandingan sampai manajemen emosi,” jelasnya.
Bagi Fikri, kunci sukses adalah menikmati proses. “Jangan terburu-buru ingin juara. Kalau sudah enjoy, pasti kita akan totalitas. Seperti aku, dari hobi jadi prestasi,” pesannya.
Ia juga menekankan pentingnya keseimbangan hidup. “Karate mengajarkan disiplin, BKI mengajarkan empati. Dua-duanya harus jalan beriringan,” pungkasnya tersenyum.
















