JURNALPOSMEDIA.COM – Kalian pernah nggak sih ngebayangin Presiden Prabowo duduk santai bareng para bos media, bukan buat diwawancara, tapi buat ngobrol? Yap, itu kejadian beneran. Sekitar 6 April 2025 lalu, Presiden Prabowo ngundang enam pemimpin redaksi dan satu presenter senior ke rumahnya di Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Bogor.
Pertemuannya bukan sekadar formalitas, tapi jadi semacam diskusi panjang (banget) soal arah kebijakan dan cara pemerintah ngomong ke publik.
Sesi ini bisa dibilang kayak closed door briefing – tertutup, tapi isinya berat dan penting. Mereka ngomongin isu-isu panas yang lagi banyak dibahas di medsos dan media: dari penghematan anggaran, sampai program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang bakal digulirkan besar-besaran.
Tapi yang menarik, bukan cuma isi pembicaraannya, tapi cara Prabowo nge–handle obrolan itu. Bukan pakai podium atau prompter, tapi duduk bareng, bahas satu per satu kebijakan, lalu minta feedback langsung dari para pemimpin redaksi. Seolah dia tahu kalau sekarang ini, narasi bisa menentukan nasib kebijakan. Dan siapa yang lebih bisa ngatur narasi kalau bukan media?
Pemred SCTV dan Indosiar, Retno Pinasti bilang, diskusinya berlangsung terbuka dan jujur. Sementara dari Detikcom, Alfito menyebut, “Media perlu ngerti alasan dan logika di balik kebijakan. Kalau enggak, yang muncul di publik bisa bias atau setengah-setengah,”
Nah, soal program makan gratis misalnya. Prabowo menyebut program itu bukan cuma soal bagi-bagi makanan, tapi investasi jangka panjang buat kualitas generasi muda. Dan sekarang, setelah ramai diperdebatkan di mana-mana, terasa banget kalau penjelasan kayak gini memang perlu dikasih tahu dari awal ke publik.
Dari sudut pandang pembaca dan generasi digital, pertemuan ini jadi semacam reminder bahwa komunikasi itu nggak bisa cuma “asal tayang”. Harus ada narasi yang disusun, transparansi yang dibangun, dan yang paling penting keterlibatan publik sejak awal.
Jadi, meskipun pertemuan ini udah lewat sebulan lebih, tapi isinya masih relevan banget. Apalagi menjelang 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran. Pertanyaan besarnya: apakah komunikasi model “obrolan off-the-record” ini bakal jadi gaya khas mereka, atau cuma sesekali aja?